Evellyn tengah menyiram tanaman didepan halaman dengan menggunakan sebuah selang panjang. Segerombolan siswa siswi sedang berjalan kaki, akan menuju sekolah mereka yang memang tidak jauh dari rumah Yansen. Evellyn menatap keceriaan yang terpancar dari siswa siswi yang tengah bercerita satu sama lain.
Evellyn menghela nafas kasar dan kembali meneruskan pekerjaannya. Raut wajah kesedihan begitu kentara, namun dia tidak bisa melakukan apapun selain memasrahkan hidupnya pada yang kuasa.
Tanpa Evellyn sadari, Yansen memperhatikan semua gerak geriknya dari lantai atas. dan menatap kearahnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Sepertinya bocah itu benar-benar ingin sekolah, apa aku biarkan saja dia sekolah? lagipula sekolah SMA juga dekat dari rumah, dia masih bisa bekerja setelah pulang sekolah bukan?"
"Eve..." Seru Yansen dari atas balkon kamarnya.
Mendengar suara Yansen yang menggelegar, Evellyn reflek mendongakkan kepalanya keatas.
"Ya Tuan,"
"Kemarilah!"
"Baik tuan."
Evellyn bergegas mematikan kran air, dan berlari naik keatas. Dia tahu betul Yansen tipe orang yang kurang sabar, pria itu tidak ingin segala sesuatu berjalan tidak sesuai keinginannya.
"Tuan," sapa Evellyn.
"Duduklah,"
Evellyn menjatuhkan bokongnya pada sebuah sofa berwarna abu-abu dengan meja bulat didepannya.
"Apa kamu ingin meneruskan sekolahmu?"
Evellyn yang semula tertunduk, wajahnya langsung menengadah seketika.
"I-Iya tuan, tapi..."
"Aku hanya bertanya padamu, kamu perlu menjawab iya atau tidak. Tidak usah pakai tapi,"
"Iya tuan, saya ingin sekali melanjutkan sekolah."
"Minta antar supir, beli seragam untukmu. Nanti akan ada yang mengurus sekolahmu, "
"Be-Benarkah tuan?"
"Emm. Sekarang bersiaplah,"
"Tuan terima kasih,"
Evellyn tiba-tiba berhambur kepelukkan Yansen. Yansen yang terkejut hanya bisa menggantungkan tangannya diudara, tanpa berniat membalas pelukkan itu.
"Sudah cukup! pergilah,"
"Ya."
Evellyn melepaskan pelukkannya, dan ingin beranjak pergi.
"Tunggu!"
"Ya tuan,"
Yansen berjalan kearah lemarinya dan mengambil segepok uang untuk diberikan pada Evellyn.
"Ini uangnya. Beli yang lengkap! belilah seragam 4, sepatu, tas, dan juga buku. Pokoknya belilah apapun sesuai apa yang kamu butuhkan.
"Terima kasih tuan," Evellyn meraih uang itu dan beranjak pergi.
Hampir 2 jam, Evellyn pergi meninggalkan rumah, setelah mendapatkan apa yang dia cari, akhirnya Evellyn pulang dengan menenteng beberapa paperbag ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, saat dirinya tiba dirumah. Evellyn bergegas menaiki anak tangga, untuk melihat keadaan majikkan galaknya.
Tok
Tok
Tok
"Masuk!"
Kriekkk
"Tuan,"
"Akhirnya kamu pulang juga. Cepat buatkan aku makanan, aku sudah sangat lapar,"
"Baik tuan."
Evellyn bergegas pergi kekamarnya untuk meletakkan semua barang belanjaannya. Kemudian gadis itu bergegas turun membuat makan siang untuk Yansen. Dia tidak ingin Yansen kelaparan, karena pria itu sudah membuat hatinya senang saat ini.
Tidak butuh waktu lama bagi Evellyn, gadis itu sudah membuat menu yang gampang namun terbilang enak di lidah. Sejauh ini Yansen tidak pernah protes dengan apa yang dia masak. Pria itu selalu memakan apapun yang dia buat, tanpa pernah mengeluh.
Kriekkk
Evellyn perlahan mendorong pintu kamar Yansen dan membawa nampan berisi makanan untuk diletakkan diatas meja bulat.
"Tuan,"
"Biarkan aku makan sendiri, kamu pergilah!"
"Baik tuan. Emmm...tuan,"
Yansen yang semula sedang asyik bermain ponsel, terpaksa menoleh kearah Evellyn.
"Ada apa?"
"Terima kasih untuk semuanya,"
"Emm."
Yansen kembali mengalihkan pandangannya pada ponsel kesayangannya. Evellyn tidak lagi protes dengan sikap yang ditunjukkan Yansen. Perlahan dia sudah mulai memahani karakter dari majikkannya itu. Meskipun dia terlihat ketus dan galak, tapi masih ada sisi lembut dari dalam dirinya.
Setelah Evellyn menutup pintu, barulah Yansen berjalan kearah meja untuk menyantap masakan yang Evellyn buat.
"Kemampuan memasak anak ini sangat lumayan, padahal usianya masih sangat belia. Aku jadi penasaran, bagaiman rasa masakkan Ivanka," ujar Yansen lirih.
Tidak terasa makanan dipiring itu habis tanpa sisa. Yansen kembali berbaring, pria itu harus bersabar, sebentar lagi luka dibahunya akan segera sembuh. Setidaknya itulah yang dia yakini untuk menambah semangatnya.
Sementara itu di kamar berbeda, Evellyn sedang mencoba semua seragam barunya dan juga sepatunya. Rona bahagia selalu terpancar dari wajah imut gadis itu. Dirinya begitu berlama-lama menatap diru di cermin.
"Ya?"
"Yansen. Mereka melakukan pergerakkan lagi," ujar Zavier diseberang telpon.
"Apa mereka masih mengincar senjata hasil rampasan kita?"
"Sepertinya begitu. Apa kita perlu memindahkan semua senjata itu ketempat yang lebih aman?"
"Tidak perlu. Bukankah kita sudah banyak memasang jebakkan disana?"
"Tapi bagaimana kalau mereka berhasil merampas semuanya?"
"Tidak masalah, tunggu sampai aku sembuh, kita akan merampas lebih banyak ke wilayah mereka."
"Baiklah kalau begitu."
"Zavier,"
"Ya?"
"Suruh orang handal untuk mengurus kepindahan sekolah Evellyn."
"Eve kamu izinkan sekolah lagi? syukurlah kalau kamu berubah pikiran."
"Jangan cerewet. Lakukan saja apa yang aku katakan,"
"Oke, santai dong bos."
"Apa ada lagi?"
"Bocah itu sepertinya tidak memiliki ponsel, belikan ponsel keluaran terbaru. Aku tidak ingin saat aku butuh, itu menjadi alasan dia untuk mangkir."
"Oke. apa ada lagi?"
"Tidak ada, itu saja."
"Kalau begitu aku..."
Belum sempat Zavier berkata-kata Yansen sudah mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
"Kalau bukan sahabatku, sudah kutembak mati orang ini. Sifat menyebalkan nggak sembuh-sembuh sejak puluhan tahun yang lalu," gerutu Zavier.
*****
Hari ini hari pertama Evellyn masuk sekolah. Sebelum berangkat, Evellyn tidak melupakan kewajibannya membuat sarapan pagi untuk Yansen. Setelah meletakkan sepiring nasi goreng seafood dan segelas teh diatas meja, Evellyn langsung pergi sekolah dengan meninggalkan secarik kertas untuk pria itu.
Tidak berapa lama setelah Evellyn pergi, Yansen terbangun dari tidurnya dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Yansen menatap sepiring nasi goreng dan secangkir teh yang berada diatas meja. Yansen juga melihat ada secarik kertas yang berada dibawah segelas air putih.
"Tuan, maafkan Eve yang tidak membangunkan tuan untuk berpamitan sekolah. Ini eve buatkan sepiring nasi goreng seafood dan juga secangkir teh."
Yansen melipat surat singkat itu dan menyelipkannya diantara sela sofa. Pria itu kemudian menyantap nasi goreng itu hingga buliran terakhir.
Evellyn tiba dirumah sekitar jam 1 siang, itupun dia bergegas pulang sembari berlari dari sekolah, hingga kerumah. Dia tidak ingin Yansen kelaparan karena dirinya tidak sempat buat memasak untuk makan siang. Namun saat dirinya tiba, dia melihat Yansen tengah makan siang bersama teman-temannya.
"Eve, kemarilah!" ujar Zavier.
Evellyn perlahan mendekat, dan melihat menu enak sedang bertengger diatas meja panjang berwarna coklat tua.
"Ya kak,"
"Kamu pasti lapar, makanlah bersama kami."
Eve melirik kearah Yansen namun pria itu tidak bersuara maupun menoleh kearahnya.
"Tidak usah takut, kakak kesini membawakan ini untukmu. Anggap ini hadiah untuk merayakan hari pertama kamu masuk sekolah,"
Zavier menunjukkan seember ayam crispy kesukaan Evellyn. Perlahan Evellyn mendekat dan duduk tepat disebelah Yansen.
TO BE CONTINUE...🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Lovesekebon
Hm..😊👍👍👍💯
2022-06-16
0
Eni Purwanti
syukur masih ada Xavier yang baik 😄😄😄😄😄😄
2022-06-07
0
🌷💚SITI.R💚🌷
aku jarang comen tp like trs
2022-05-29
0