Dua bulan sudah berlalu, dan Adiba sedang menghabiskan libur semesternya di rumah kedua orang tuanya yang berada di daerah yang berbeda. Rumah orang tuanya berada di sebuah kota kecil yang tidak jauh dari Jakarta tempat dimana dia menempuh pendidikannya.
Adiba saat ini sedang berada di dapur membatu ibunya untuk membuat sarapan bagi mereka sekeluarga. Perlu diketahui Diba merupakan anak bungsu, dia memiliki seorang kakak yang berprofesi sebagai seorang guru di kota ini.
“Diba tolong nak bawa sayur ikan ini ke meja makan” ucap Ibu dari Adiba meminta putrinya itu untuk membawa sayur ikan yang telah matang tersebut ke meja makan saat ini.
“iya bu” Adiba yang sedang membereskan pantry dapur menerima mangkuk beling berisi sayur ikan tersebut tapi tiba-tiba. Dia menutup mulutnya, karena tiba-tiba saja dia merasa mual mencium aroma ikan itu.
“hooeek,” Diba langsung membungkam mulutnya sendiri.
“bu maaf, ak..aku mau ke kamar mandi sebentar” ucap Adiba menyerahkan kembali mangkuk tersebut pada ibunya dan dia segera berlari menuju ke kamar mandi.
“Adiba kenapa ya? Apa dia sakit” heran ibunya bingung dengan anaknya yang langsung pergi dari hadapannya berlari menuju ke kamar mandi.
Menampik hal buruk dalam pikirannya ibu adiba, berjalan sendiri ke meja makan untuk menaruh sayur tersebut di sana. Karena suami dan putri sulungnya mau berangkat bekerja jadi sarapan harus sudah siap di atas meja. soal Adiba nanti dia akan menemui putri bungsunya itu. Mungkin Diba sedang sakit dan butuh bantuannya.
Setelah beberapa menit kemudian Adiba berada di dalam kamar mandi, dia berjalan dengan lemas menuju meja makan sambil memegangi perutnya dan juga kepalanya yang tiba-tiba saja merasa pusing saat ini.
“kenapa ya kok badanku jadi lemas begini” gumam Adiba duduk dengan lemas di meja makan.
“kamu kenapa Diba?” tanya Oki kakak perempuan Diba yang berprofesi sebagai guru. Perempuan tersebut saat ini sudah rapi mengenakan seragam gurunya karena akan berangkat mengajar.
“Nggak tahu mbak, kayaknya aku nggak enak badan hari ini” jawab Adiba.
“Minum obat dek, kalau nggak enak badan. Atau minta pijitin ibu” ucap Oki menarik kursinya untuk ia duduki.
“iya mbak nan..”
Hoeekk,
Adiba kembali ingin muntah langsung saja dia membungkam mulutnya dan berlari meninggalkan meja makan. Entah kenapa perutnya serasa diremas-remas saat ini. ia ingin memuntahkan terus isi perutnya.
Oki berdiri, dia tampak khawatir dengan adiknya itu. Dia langsung berjalan menyusul Adiba yang berada di kamar mandi.
“Oki mau kemana kamu nak?” tanya ayah dari Adiba dan juga Oki.
“Itu yah, Adiba kayaknya sakit. Dia muntah-muntah di kamar mandi sekarang” pungkas Oki pada ayahnya.
“adiba sakit,” ayah dari Oki tampak ikut khawatir juga.
“iya yah kayaknya. Kalau begitu aku susul Diba dulu ya yah” ucap Oki.
“Bu, Ibu” ucap Ayah memanggil istrinya dengan sedikit keras.
“Iya yah, ada apa?” ibu muncul berlari kecil menghampiri ayah Rama.
“itu Adiba sakit, buatkan teh hangat atau apa gitu” ucap rama meminta istrinya untuk membuatkan teh hangat untuk Adiba.
“Iya yah, lalu Adiba Nya kemana sekarang?”
“Dia di kamar mandi sama Oki”
“Dia masih muntah, tadi waktu bantuin ibu dia juga muntah-muntah. Nantilah ibu bawa dia ke puskesmas”
“iya bu, bawa Diba ke puskesmas ya nanti. Ayah mau sarapan dulu, terus berangkat soalnya hari ini ayah banyak kerjaan”
“Iya yah, kalau begitu aku ke dapur dulu ya. Ayah nggak pa-pa kan nggak ditemani makan. Soalnya ibu mau buatin teh hangat untuk Diba.”
“Iya nggak pa-pa”
Sepasang suami istri itu langsung berpencar ke tujuan mereka masing-masing.
................................
Didalam kamar yang besar serta gelap, padahal matahari sudah bersinar dengan terangnya di luar. Karena kondisi kamarnya yang gelap membuat sang pemilik masih tertidur dengan nyaman di balik selimut.
“Nggak, Lo bukan anak gue. Pergi lo pergi, gue belum nikah mana bisa udah punya anak. Pergi lo, pergi” teriak Rendra dalam tidurnya,
“Astaga nih anak jam segini belum bangun teriak-teriak lagi” ucap seorang perempuan paruh baya berkulit putih tetapi masih terlihat sedikit muda dari usianya. Dan berjalan sembari melihat anaknya yang sepertinya sedang mimpi buru dia bukannya membangunkan anaknya dulu tapi memilih membuka tirai kamar putra sulungnya tersebut.
Kini kamar itu begitu terang saat tirai penutup jendela sudah terbuka dengan lebar membuat rendra yang tidur terganggu.
“baru bangun kamu sekarang, mimpi apa kak?” tanya sang Mama yang mendudukkan dirinya disebelah putranya saat ini.
Rendra yang habis bangun tidur dan mengalami mimpi tak masuk akal baginya, hanya diam melihat sang Mama dan menyandarkan dirinya di sandaran tempat tidur serta tangannya mengambil air yang ada di nakas meja.
“nggak mimpi apa-pa Ma” ucapnya berbohong.
“mana mungkin kamu nggak mimi, kalau nggak mimpi kenapa teriak-teriak begitu. Yang kamu maksud anak siapa?” tanya Mama dari Rendra tersebut
“nggak Ma, Mama salah denger. Aku nggak mimpi kok. Jam berapa sekarang ma?” tanya Rendra pada sang mama.
“kamu lihat sendiri tuh jam kamu, buruan turun Papa kamu bisa-bisa marah sama kita semua. Kalau kamu belum turun” ucap sang mama.
“hemm,” rendra hanya menatap sang mama yang mulai berdiri untuk keluar dari kamarnya.
Rendra memperhatikan itu hingga sang mama keluar dari kamarnya saat ini.
“gue mimpi apa sih tadi, bisa-bisanya ada suara yang ngaku-ngaku anak gue.” Ucapnya saat tidak ada siapapun didalam kamar. Dia mengusap wajahnya kasar, bisa-bisanya dia mimpi hal tak masuk akal seperti itu.
..................................
Adiba yang tidak tahu dengan kondisinya saat ini menurut saja saat sang ibu mengajaknya ke puskesmas yang ada di kampungnya tersebut. Dia berjalan lemas dengan wajah pucat yang menyertai dirinya saat ini.
Mereka berdua yang sudah mengantri akhirnya dipanggil untuk bertemu dokter, entah mengapa tiba-tiba saja Diba memiliki perasaan tidak enak. Semoga saja tidak ada apa-apa dengan dirinya, itulah harapannya saat ini.
“mbaknya berbaring dulu ya di ranjang, biar saya periksa dulu” ucap sang dokter perempuan dengan lembut meminta Diba untuk berbaring di ranjang pasien.
Diba menurutinya dan dia berjalan naik keranjang itu. Sementara sang ibu duduk memperhatikan kedua orang itu.
Sang dokter wanita segera memeriksa Diba, beberapa menit kemudian dia telah selesai memeriksa Diba saat ini dan menyuruh perempuan muda itu untuk turun dan duduk.
“Yang di rasakan apa saja mbak selain lemas?” tanya sang dokter pada Diba saat ini.
“Perut saya mual, dan tadi pagi saya muntah-muntah dok” jawab Diba.
“Apa itu karena asam lambungnya yang naik ya dok soalnya anak saya memiliki riwayat asam lambung” ucap Ibu Diba.
“bukan bu, lambungnya baik-baik saja”
“lalu karena apa ya dok, saya kok seharian merasa mual dan muntah” pungkas Diba yang heran dengan kondisinya sendiri.
“Selamat ya mbak, Mbaknya hamil dua bulan sekarang. Suaminya dimana ya? Pasti suaminya seneng denger hal ini” ucap Dokter tersenyum sambil mengulurkan tangannya memberi selamat pada Diba.
Jedarr bagai tersambar petir disiang bolong bagi dua orang perempuan berbeda usia itu. Mata mereka terbuka lebar dan menatap sang dokter tak mengerti.
“Ma...maksudnya apa ya dok. Ke..kenapa bu dokter bilang anak saya hamil” ucap fara ibu dari Diba dengan terbata.
“iya bu, anak ibu saat ini tengah hamil dua bulan. Dan yang dia alami saat ini merupakan tanda-tanda awal kehamilan” jelas bu dokter sekali lagi.
Diba terbelalak, menatap sang dokter. Seketika air matanya menetes, dalam batinnya begitu sakit mendengar kenyataan ini. ini tidak mungkinkan, dia tidak mungkin tengah hamil kan. Tidak mungkin dia hamil anak dari pria bejat itu. Batin Diba bersikeras menyangkal hal tersebut.
°°°
T.B.C
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Nur Alfiani
iya
2024-07-13
0
Niken Meilia
Kasihan
2024-05-26
0
Taryumi 2003
ko ada ayah dari OKI... berarti ayah nya beda beda ya...
2024-01-24
0