...✪✪✪...
Sosok lelaki bertopeng menembakkan pelurunya ke arah pintu. Hingga berhasil memunculkan beberapa lubang kecil dipintu. Yudha bergegas berlindung ke samping. Dia segera mencari-cari sesuatu untuk dijadikannya sebagai senjata perlawanan. Namun sayang dirinya tidak mendapatkan apapun. Alhasil untuk menunda masuknya si lelaki bertopeng, Yudha mendorong sebuah lemari rias ke depan pintu.
"Sialan!" pekik sang lelaki bertopeng. Sedangkan Yudha terduduk di samping pintu. Menahan rasa sakit yang ada dilengannya. Timah panas yang sekarang bersarang ditubuhnya sangat menyiksa. Merembeskan darah semakin banyak.
"Semua sudah mati, cepat kita pergi!!" pekik suara Mr. A dari jauh.
"Belum! masih ada satu di sini!" sosok bertopeng yang ada di depan pintu memberitahu.
"Tinggalkan saja dia! yang terpenting semua sasaran kita sudah mati. Lagi pula orang itu pasti akan mati dilalap api!" titah Mr. A yang terdengar lebih dekat dari sebelumnya. Si lelaki bertopeng l yang ada di depan pintu sontak menuruti perintah. Sepertinya Mr. A adalah ketua dari komplotan orang-orang bertopeng yang ada.
Perlahan suasana menjadi sepi nan senyap. Yudha masih mengatur deru nafasnya. Dia kesakitan. Tidak hanya fisik tetapi juga mentalnya. Peluhnya bercucuran karena luka tembak dilengannya belumlah diobati. Dia cukup lama berdiam diri. Matanya pun mulai berkunang-kunang.
Entah kenapa hawa panas mendadak menyelimuti keadaan rumahnya. Tidak lama kemudian, suara kobaran api terdengar dari atas. Yudha lantas mendongak, dan menyaksikan si jago merah terlihat memakan sedikit demi sedikit pelafon rumahnya.
Yudha berusaha bangkit dan berdiri, dengan cara berjalan bertumpu ke dinding yang ada. Dia menggeser lemari yang menghalangi pintu. Hendak keluar dan menemui ayahnya. Api terlihat telah membakar setiap sisi ruang utama.
Langkah kaki Yudha di arahkan menuju tangga. Mencoba menengok ke lantai bawah. Betapa terkejutnya Yudha, saat menyaksikan puluhan mayat berserakan di ruang utama. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah jasad ayahnya sendiri.
Yudha bergegas menuruni tangga. Melewati kobaran api yang kian memanas.
"Ayah..." lirih Yudha, yang sudah menghampiri jasad Ferdi. Dia mengguncang-guncang tubuh sang ayah. Berharap ada keajaiban. Namun bagaimana bisa keajaiban akan datang? kalau kepala Ferdi sudah bolong akibat tembakan peluru.
"Aaaaarghhhh!!!" Yudha memekik lantang. Penuh amarah dan juga penyesalan. Luka tembakan yang ada dilengannya seakan terlupa begitu saja. Api yang berkobar di sekelilingnya bahkan di abaikan.
Puing-puing dari pelafon mulai berjatuhan ke bawah. Lalapan api dalam sekejap memusnahkan setiap barang-barang yang ada di rumah.
Yudha masih terdiam di tempat. Menguraikan cairan bening sambil memejamkan mata. Rasanya dirinya ingin mati saja. Menyusul kedua orang tuanya yang telah pergi.
Lampu hias yang ada di ruang utama mulai dimakan sang jago merah. Bergoyang dan sedikit lagi akan jatuh. Kebetulan sekali letaknya tepat berada di atas kepala Yudha.
"YUDHA!!!" suara seorang lelaki tidak asing berteriak dari arah pintu masuk. Dia adalah Deny, yang baru saja datang mengurus bisnis di luar kota.
Dari kejauhan Deny dapat melihat lampu hias akan terjatuh sebentar lagi. Tanpa pikir panjang dia berlari, dan berusaha menyelamatkan Yudha.
"Yudha! menjauhlah dari sana!!" teriak Deny lagi. Akan tetapi Yudha bergeming. Dia masih mematung di tempat, sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
Deny lantas berlari secepat mungkin. Dan pada saat lampu telah terlepas dari tautannya, saat itulah Deny meraih Yudha.
Prang!
Lampu hias terjatuh. Langsung pecah, serta mengenai jasad Ferdi yang berada tepat di bawahnya. Mayat ayah kandung dari Yudha itu semakin mengenaskan. Wajahnya hancur lebur terkena tusukan lampu hias yang tajam.
Sementara Yudha dan Deny jatuh terhempas ke lantai. Punggung Deny tanpa sengaja mengenai kobaran api. Sedangkan Yudha kepalanya terbentur lantai. Kini bagian belakang kepalanya terluka.
Deny reflek menjauh dari api, sambil membopong Yudha ikut bersamanya. Yudha sudah sangat lemah. Sama sekali tidak bertenaga untuk menggerakkan kakinya. Dia hanya mengikuti arahan Deny. Mereka mencoba melangkah menuju pintu keluar.
"Kita harus pergi dari sini!" ujar Deny. Dia dan Yudha telah berhasil keluar dari rumah. Beranjak memasuki mobil dengan nafas yang tersengal-sengal, serta simbahan keringat disekujur badan.
Deny menjalankan mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Dia sudah melihat luka tembak yang ada dilengan Yudha. Jadi lelaki itu berniat pergi ke rumah sakit. Lagi pula sedikit luka bakar yang ada dipunggungya juga terasa sangat sakit. Deny hanya bisa menggertakkan giginya agar mampu bertahan. Memaksakan dirinya mengemudikan mobil secepat mungkin.
Wajah Yudha terlihat sangat pucat. Tangannya yang tadi terus memegangi luka tembak perlahan melemah. Kesadarannya berada di ambang batas.
"Mr. A sialan..." gumam Yudha mengumpat. Dia sangat ingin melakukan sesuatu, terhadap orang-orang yang kini telah membuatnya menderita.
Suara sirine dari pemadam kebakaran sudah terdengar dari kejauhan. Bahkan berpapasan dengan mobil yang dikendarai Deny.
Tiga hari berlalu semenjak insiden kebakaran rumah Yudha. Ternyata kebakaran tersebut tidak hanya meluluh lantahkan rumahnya saja, tetapi juga markas rahasia yang ada di ruang bawah tanah. Deny sudah memeriksa semuanya. Kata lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu, tidak ada lagi yang tersisa.
Yudha masih berada di rumah sakit. Menatap kosong ke arah jendela kamarnya. Dia berada di ruang VIP. Mewah dan sangat berkelas. Entah kenapa Deny memilih kamar tersebut, padahal seluruh harta milik bosnya telah habis.
Ceklek!
Deny masuk ke kamar Yudha. Dia tampak membawa plastik dan sebuah tas jinjing berbentuk persegi yang berbahan dasar kaku.
"Yudha, aku membawakan makanan kesukaanmu. Rawon dan tahu sumedang," ungkap Deny seraya membuka bungkus plastik yang dibawanya. Dia memasukkannya ke dalam mangkuk, lalu menyerahkannya kepada Yudha.
"Aku tahu kamu pasti menolak jika disuapi olehku," kata Deny. Dia baru tersadar kalau dirinya belum menyiapkan meja khusus makan orang sakit. Dia bergegas mengambil meja kecil yang terletak di samping hospital bed Yudha.
Dengan helaan nafas panjang, Yudha mulai menyentuh sendok yang ada di mangkuk. Namun dia tidak kunjung menyumpalkan satu sendok pun makanan ke dalam mulut.
"Aku ingin melakukan balas dendam. Tetapi rasanya aku tidak berdaya. Harta ayahku hilang, dan aku hanya punya dirimu. Mungkin menyiapkan rencana akan butuh waktu yang lama..." lirih Yudha. Menatap malas hidangan yang ada di dalam mangkuk. Dia tahu melakukan balas dendam kepada Mr. A pasti akan sulit. Sebab nampaknya Mr. A adalah orang yang penting dan memiliki banyak anak buah seperti ayahnya.
Deny yang mendengar tersenyum tipis. Dia terlihat percaya diri. "Kau salah! malah ayahmu telah menyiapkan hal yang paling besar untukmu!" ucapnya, yang seketika berhasil membuat mata Yudha membulat. Menatap serius Deny.
"Maksudmu?" tanya Yudha, memastikan.
"Ayahmu tahu pekerjaannya sangat beresiko. Tidak hanya terhadap pihak hukum, pemerintah dan juga saingan bisnisnya. Makanya dia menyembunyikan segala hal penting jauh-jauh hari. Rumah dan markasnya mungkin hancur dilalap api. Tetapi tidak untuk milyaran uangnya yang tersimpan rapi di dalam bank!" Deny menjelaskan panjang lebar.
"Benarkah? kau tidak bercanda bukan?" Yudha merasakan secercah harapan muncul dalam dirinya.
Deny mengangguk yakin. Kemudian mengambil briefcase yang tadi dibawanya. Di sana terdapat berkas-berkas penting. Termasuk surat warisan dan juga surat-surat tanah dan bangunan milik Ferdi.
"Gila! sebanyak ini?!" Yudha terperangah. Melihat betapa banyaknya warisan yang akan menjadi hak miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Suzana Miramin
kawan2 nya ikut mati juga ke???
2022-07-18
0
Mocca
semangattt
2022-03-04
2
Rasti Rasti
aku rasa elisa juga terlibat
2021-12-06
2