...✪✪✪...
Anton berada di ruangan yang gelap. Bau amis dan pesing bahkan menguar sangat jelas. Di sana juga terdapat noda darah bertebaran dimana-mana. Termasuk di dinding dan lantainya. Penerangan hanya berupa lampu pijar yang menggantung tepat di atas kepala Anton. Sesekali lampu tersebut bergoyang dengan pelan akibat diterpa angin yang masuk melalui ventilasi.
Anton perlahan membuka matanya. Penglihatannya langsung disambut dengan wajah Yudha yang sedang tersenyum jahat ke arahnya. Anton sontak membelalakkan mata, dia berusaha menggerakkan badan tetapi tak mampu, karena tangan dan kakinya telah terikat di kursi yang sedang didudukinya.
"Yudha! apa yang kau lakukan hah?!" geram Anton dengan pelototan tajamnya.
"Tidak ada. Hanya ingin menculikmu saja, lalu membuatmu menghilang dari peredaran. Haha!" balas Yudha yang di akhiri dengan gelak tawa.
"Dasar keparat!" sumpah Anton.
"Aku hanya mengundangmu ke pesta ulang tahunku, itu saja." Yudha berbicara dengan nada angkuh. Dia berjalan mengelilingi Anton.
"Apa perlu kau berbuat begini? padahal aku tidak pernah mengganggumu!" Anton menegaskan.
"Apa? tidak pernah? bukankah tadi siang kau hampir memukulku?.... juga, apa kau lupa dengan timpukan bola yang kau layangkan kepadaku saat kita masih berumur sepuluh tahun?" timpal Yudha.
Sebenarnya alasan kuat Yudha ingin menghukum Anton karena masa lalunya. Tepatnya ketika Yudha masih tidak pandai mencari teman. Waktu di usia sepuluh tahun, kedua orang tuanya memang tengah disibukkan berjuang untuk memperbaiki ekonomi. Jadi wajar, Yudha masih belum bisa mengurus dirinya sendiri.
Dahulu Yudha dan Anton kebetulan bersekolah di tempat yang sama. Anton yang pada saat itu lebih tangguh dan memiliki teman banyak, tentu menjadikan Yudha sebagai sasaran untuk dirundung. Makanan milik Yudha sering direbut, bahkan uang sakunya pun juga. Yudha sering berusaha melawan, tetapi tubuhnya masih belum kuat mengalahkan badan besar seorang Anton. Tetapi sekarang sepertinya Yudha telah mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembalasan.
"Oh itu, bukankah sudah berlalu lama sekali? kenapa kau mengungkitnya lagi?!" respon Anton dengan nafas yang naik turun karena mulai merasa kesal. Dia terlihat tidak terancam sama sekali dengan perlakuan Yudha.
"Oh, jadi menurutmu itu hanya hal kecil ya? menurutku, kau pantas dihukum!" ujar Yudha sembari menggeleng pelan. Kemudian berjalan menuju meja yang ada di belakangnya. Di meja tersebut terdapat beberapa benda tajam yang tergeletak. Yudha lebih memilih untuk mengambil sebuah pisau.
Anton yang kebetulan melihatnya sontak membulatkan mata. Rasa takut perlahan muncul dalam dirinya.
"A-apa yang ingin kau lakukan?" tanya Anton tergagap.
"Menurutmu?" Yudha memiringkan kepala seraya memperlihatkan pisau yang sedang dipegangnya.
"Apa-apaan kau! jangan macam-macam!" Anton memekik tegas.
"Hedeh! omong kosong, kau bahkan tak mampu bergerak. Memangnya kau mau mengancamku dengan apa?" balas Yudha. Dia segera berjalan menghampiri Anton.
"Cuh!" tanpa diduga, Anton melakukan serangan salivanya ke wajah Yudha.
"Sialan, kau harusnya tidak melakukan itu," ucap Yudha sembari membersihkan saliva Anton yang menempel diwajahnya. Amarahnya semakin memuncak karena perlakuan tersebut.
Tanpa pikir panjang, Yudha pun segera menancapkan pisau ke bagian tubuh Anton. Tepatnya ke salah satu paha besar milik lelaki itu.
Jleb!
"Aaaaaaarkkkhhh!!!" Anton mengerang kesakitan. Cairan merah nan kental langsung merembes dari pahanya.
Yudha masih membiarkan pisaunya menancap di paha Anton. Dia hanya melakukan pose berkacak pinggang sambil menikmati bagaimana tersiksanya Anton.
Ceklek.
Pintu mendadak terbuka, ternyata itu adalah Deny. Dia ingin memberitahukan sesuatu kepada Yudha, berkaitan dengan acara pesta ulang tahunnya.
"Ibumu memanggil, menanyakan mengenai pestanya!" kata Deny, yang langsung mendapatkan anggukan kepala dari Yudha.
"Tunggulah, aku akan kembali!" ujar Yudha kepada Anton, lalu mencabut pisau dengan santainya.
"Aaaaarkhhhh!!!" lagi-lagi Anton berteriak kesakitan.
"Kau sangat berisik!" cibir Yudha, dia segera mengambil sebuah lakban. Kemudian menempelkannya ke mulut Anton.
"Diamlah!" Yudha menepuk-nepuk pipi Anton dengan kasar. Selanjutnya ia pun segera beranjak pergi keluar ruangan.
Yudha menemui Rena yang tampak sibuk memainkan ponsel. Ibu kandungnya tersebut tengah duduk santai di sebuah sofa. Yudha pun memposisikan diri untuk duduk di dekat sang ibu.
"Kau kenapa tiba-tiba ingin membuat pesta?" tanya Rena seraya mengalihkan atensi kepada putranya.
"Ingin saja, tidak boleh?"
"Aku memang membolehkan, tetapi sepertinya jika ayahmu tahu, dia pasti akan marah!" terang Rena.
Yudha seketika membisu. Dia memang hanya berani mengatakan apa yang di inginkannya hanya kepada sang ibu. Terutama jika berkaitan dengan kehidupan sosialnya. Ferdi sebenarnya tidak membolehkan Yudha memiliki banyak teman. Alasannya agar bisnis ilegal keluarganya bisa tersembunyi dengan rapat. Makanya Yudha sangat ditekan untuk bersikap ramah ketika berada di depan publik. Keluarganya sangat pintar menciptakan tipu muslihat yang rapih.
"Ada apa ini? kenapa kalian terlihat serius?" Ferdi tiba-tiba muncul dari balik pintu masuk.
"Hanya membicarakan tawanan Yudha." Rena berkilah, dirinya memang selalu berada di sisi putra semata wayangnya.
"Kau sudah apakan dia?" tanya Ferdi sembari melayangkan pantatnya ke sofa. Dia duduk dengan cara mengangkat sebelah kakinya ke atas lutut kaki yang satunya.
"Hanya menancapkan pisau ke pahanya," jawab Yudha.
"Memang lebih bagus kalau dilakukan secara perlahan," balas Ferdi. "Oh iya, besok aku ada pekerjaan yang mendesak. Jadi kemungkinan aku tidak akan berada di sini ketika ulang tahunmu, tidak apa-apa kan Yud?" tambahnya yang di akhiri dengan pertanyaan.
Yudha yang mendengar reflek melebarkan mata dan tersenyum. "Tentu tidak apa-apa, kau kan sudah meluangkan waktu untuk membantuku menangkap Anton!" ujarnya seraya saling bertukar pandang dengan sang ibu.
"Syukurlah, aku akan memberikanmu ini. Belilah apapun yang kau mau!" Ferdi mengambil sebuah kartu kredit dari dompetnya, lalu menyerahkannya kepada Yudha.
"Terima kasih Yah! kau memang yang terbaik!" girang Yudha yang tak berhenti cengengesan.
"Itu karena kau sudah berbuat sangat baik selama beberapa tahun ini. Ayah sangat bangga kepadamu!" Ferdi memberikan pujian kepada putranya.
"Haha! tumben kau memuji Yudha begitu. Aku merasa agak terkejut ketika mendengarnya tadi," respon Rena sambil memegangi area dadanya.
"Sama Bu, aku pun juga terkejut!" Yudha ikut menimpali. Namun Ferdi hanya merespon dengan tawa malunya. Beberapa saat kemudian, Ferdi bangkit dari tempat duduknya.
"Ya sudah, aku harus bersiap untuk keberangkatan besok!" ujar Ferdi. Dia segera berderap menuju kamarnya untuk mengistirahatkan diri. Sekarang hanya tinggal Yudha dan Rena berdua. Yudha mendadak melayangkan tatapan penuh arti kepada ibunya.
"Aku tahu arti tatapan itu. Pasti kau ingin berniat mengadakan pesta tanpa sepengetahuan ayahmu kan?" tebak Rena yakin.
"Ibu memang selalu tahu mauku!" balas Yudha seraya tersenyum simpul.
"Dasar!" Rena menggeleng maklum. "Tapi ingat, jangan terlalu banyak mengundang orang!" tegasnya yang berniat mengingatkan Yudha.
"Tentu saja!" Yudha merasa yakin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
TK
baru lagi nih 👍
2021-10-23
1