...✪✪✪...
Yudha dan Ferdi sedang berada di ruang gym. Keduanya hanya mengenakan celana boxer mereka. Dada bidang beserta otot perut milik kedua lelaki tersebut terpampang nyata.
Yudha sebenarnya sudah banyak belajar mengenai ilmu bela diri semenjak usia dua belas tahun. Dia menguasai karate dan judo. Sekarang Ferdi sedang mengajarkan tinju kepada putra semata wayangnya itu.
Buk dhuak! Buk dhuak.
Yudha memukul samsak di hadapannya dengan teknik yang di ajarkan ayahnya. Sedangkan Ferdi hanya berdiri di sampingnya, untuk mengetahui cara memukul yang dilakukan sang anak.
"Bagus Yudha! sekarang saatnya kau melawan Ayah!" ujar Ferdi sembari memasang sarung tinjunya.
"Apa?! sekarang?" Yudha merasa dibuat kaget terhadap usulan ayahnya.
"Iya!" tegas Ferdi.
"Tapi Ayah, aku sudah lelah. Tidak mungkin aku bisa mengalahkanmu."
"Justru karena itulah! kebanyakan orang akan menyerah jika sudah merasa lelah. Tetapi Ayah ingin ajarkan kepadamu, bahwa kata lelah hanya menghambat kita menuju kemenangan!" Ferdi menjelaskan petuahnya. Meskipun begitu, Yudha tetaplah merasa tidak bersemangat. Dia hanya berusaha mengatur deru nafasnya akibat sudah kelelahan.
Ferdi terlihat sudah menaiki ring tinju lebih dahulu. Dia melakukan beberapa pemanasan.
"Ayo cepat Yud! apa kau mau tinju amarahku?!" geram Ferdi yang sudah tak sabar.
"Huhh!" Yudha menghela nafas panjang. Dengan terpaksa, ia pun akhirnya berjalan memasuki ring tinju.
"Oh iya, kita butuh wasit berpengalaman," ujar Ferdi sambil celingak-celingukan untuk mencari salah satu anak buahnya.
"Pak Ijo aja tuh!" usul Yudha yang kebetulan menyaksikan sopir pribadinya tengah tertidur pulas di sofa.
"Ah kamu! mana ngerti orang kurus kerempeng kayak gitu tentang tinju!" geram Ferdi.
"Bukan gitu Yah, suruh aja dia buat nyari Deny keluar, biar Ayah nggak perlu buang-buang tenaga." Yudha menjelaskan seraya menyenderkan badannya di ring tinju dengan santainya.
"Ya sudah, bangunkan dia gih!" perintah Ferdi.
"Aku?" Yudha menunjukkan jari telunjuknya ke dadanya sendiri.
"Memangnya aku bicara sama siapa lagi? hah?!" balas Ferdi. "Cepat!" sambungnya, yang tentu saja membuat raut wajah Yudha semakin cemberut. Dia pun segera membangunkan Pak Ijo. Selanjutnya lelaki paruh baya tersebut bergegas untuk mencari Deny, yang merupakan salah satu anak buah terkuat Ferdi.
Tidak lama kemudian Deny pun datang. Lelaki yang lengannya dipenuhi tato itu berderap memasuki ring. Ferdi lantas menghampirinya.
"Coba lawanlah Yudha!" ucap Ferdi. Dia berhasil menyebabkan mata Yudha terbelalak.
"A-apa? bukankah aku akan melawan Ayah?" Yudha memastikan.
"Kenapa? kau lebih takut sama Deny dari pada Ayah?" timpal Ferdi seraya melakukan pose berkacak pinggang.
"Tidaklah!" yakin Yudha, yang tak ingin terlihat lemah.
"Nah! begitu dong!" Ferdi menepuk pelan pundak putranya. Sedangkan Deny sudah terlihat melepaskan bajunya. Dia sekarang juga hanya mengenakan celana boxernya. Setelah memasang sarung tinju, ia pun siap berhadapan dengan Yudha.
Deny tampak mulai memainkan gerakan tangannya. Bahkan sesekali ia juga meloncat-loncatkan badan dengan penuh semangat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Yudha. Keduanya saling bertatapan sambil terus berjalan mengitar membentuk lingkaran. Mereka sama-sama mencari waktu yang tepat untuk menyerang.
Wush.
Yudha melayangkan serangan pertama, tetapi melesat begitu saja. Deny mampu menghindar dengan sigap.
Wush! Buk.
Serangan pertama Deny juga luput, namun dia berhasil mengenai sisi wajah Yudha di tinju keduanya.
Yudha tak terima, dia mulai melakukan hantaman balik secara betubi-tubi. Hingga membuat Deny agak kewalahan menghindar.
Deny tak ingin kalah dengan seorang anak remaja. Kali ini dia pun mengerahkan semua kekuatannya untuk bergempur lebih hebat.
Buk dhuak! Buk dhuak!
Beberapa pukulannya berhasil membuat Yudha oleng.
"Yudha!!" pekik Ferdi yang menampakkan semburat ketegasan diwajahnya. Dia tidak terima anaknya dikalahkan.
Buk dhuak.
Lagi-lagi Deny melayangkan serangan. Dia menggunakan kesempatan untuk memukul lagi, di saat Yudha oleng dan lengah.
"Ugh!" Yudha sontak menggeram kesakitan.
"Ayolah Yudha! jangan lemah!" pekik Ferdi yang merasa geram kala menyaksikan sang putra mulai kewalahan.
"Sialan! kau harusnya tidak memukul wajahku!!" tegas Yudha, ia melanjutkan dengan hantaman ke perut lawannya. Deny mencoba menghindarinya dengan cekatan, tetapi tinjuan ke perutnya hanyalah tipuan. Ternyata tangan lelaki yang sebentar lagi berumur tujuh belas tahun tersebut membidik wajah Deny.
Buk.
Tinjuannya tepat mengenai hidung Deny. Sekarang hidung lelaki bertubuh besar itu berlumuran darah.
Ferdi yang melihat aksi gesit sang anak tampak manggut-manggut saja, dihiasi patrian senyum diwajahnya.
"Aaarghh!!!" kekesalan Deny mulai membara.
Pertarungan semakin intens, Yudha dan Deny saling menyerang dengan cara bergantian.
Nafas Yudha mulai naik turun dalam tempo cepat. Dia meludah sejenak untuk membuang darah yang keluar dari mulutnya. Kemudian segera berlari menghampiri Deny dan melayangkan tinju-nya.
Buk! buk! buk.
Yudha lebih bersemangat dari sebelumnya. Dia meninju lawannya dengan kekuatan dan kecepatan luar biasa. Deny mulai termundur dan terjatuh. Namun Yudha masih saja sibuk memukulinya.
"Yudha cukup!!" tegur Ferdi kepada sang putra. Yudha pun akhirnya menghentikan pukulannya. Dia langsung berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Deny.
"Teknikmu semakin hebat saja!" puji Deny sambil meraih uluran tangan Yudha. Dia mencoba bangkit untuk berdiri.
Yudha bermaksud membantu Deny berjalan. Namun langsung mendapat penolakan.
"Aku bisa berjalan sendiri!" yakin Deny. Hingga membuat Yudha menganggukkan kepala karena mempercayainya.
"Ini, bonus untukmu, karena mau bertarung melawan putraku!" ujar Ferdi sembari menyerahkan beberapa lembar uang kepada Deny.
"Terima kasih Bos!" sahut Deny seraya mengatur deru nafasnya.
"Ayah, bagaimana dengan tawanan yang aku inginkan. Apa kau sudah menyiapkannya?" tanya Yudha.
"Bagaimana aku bisa mencarinya, kalau kau belum menyebutkan siapa tawanannya!" balas Ferdi heran.
"Ah! Ayah benar!" Yudha terkekeh geli.
"Jadi, siapa dia?"
"Namanya Anton. Dia seumuran denganku, untungnya dia sekarang yatim piatu dan tinggal bersama neneknya. Pasti akan mudah untuk ditangkap, iyakan?"
"Bagus juga pilihanmu, iyakan Den?" Ferdi menatap ke arah Deny yang tengah sibuk menenggak air mineralnya.
"Iya, itu pilihan yang sangat bagus. Tetapi apa salah Anton kepadamu, sampai kau menginginkannya untuk dijadikan tawanan?" tanya Deny sambil menutup botol minumannya.
"Dia salah satu pembully di sekolah. Mungkin dia anak yatim piatu, tetapi perangainya membuat satu sekolah risih!" jelas Yudha.
"Pantas saja, perlukah aku dan yang lain membunuh neneknya?" usul Deny.
"Kenapa?" Yudha mengerutkan dahi.
"Bukankah neneknya akan menderita jika ia terus bertahan hidup?" Deny berpendapat.
"Kau benar juga Den, tetapi apa gunanya membunuh orang tua. Dagingnya tidak laku dipasaran!" Ferdi menyahut sambil menyalakan sepuntung rokok dengan alat pemantik.
"Begitukah?" tanya Yudha penasaran.
"Tentu saja Yud, apa kau pernah merasakan daging ayam yang tua? rasanya sangat keras dan alot!" Deny menerangkan.
"Kau pernah memakannya?" Yudha merasa bergidik ngeri. Meskipun ia sering melihat darah dan mayat, tetapi dirinya sama sekali tidak tertarik memakan daging manusia.
"Tentu tidak! aku hanya membayangkan rasanya saja!" Deny melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri.
"Sudahlah, ayo kita membersihkan diri!" ajak Ferdi yang sengaja mengubah topik pembicaraan. Dia lebih dahulu berjalan keluar dari ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
uwwu😖
.
2022-06-10
1
Aldous Timee
kebetulan desa gw ama desanya sumanto sebelahan, mau tanyain gak? 😂
2022-05-09
0
Siti Susanti
berarti temen y Sumanto ini iiiiiiii....jorroook...
2022-04-03
2