"Ma Ulan mohon maafin Ulan Ma," Rembulan terus bersimpuh di bawah kaki Ranti dengan sejuta permohonan maaf, akan tetap Ranti masih terlalu sulit memaafkan kesalahan yang sudah di lakukan Ulan. Ranti bangun dari duduknya dan berniat pergi meninggalkan Ulan, namun dengan cepat Ulan memeluk kaki Ranti, "Maaf Ma," lirih Ulan, yang membuat Ranti semakin bersimbah air mata. Ulan tidak menyerah memohon maaf pada Ranti, walaupun berulangkali Ranti menepisnya berusaha menjauh. Namun Ulan tetap ingin di maafkan Ranti.
"Kenapa Ulan?" bibir Ranti bergetar beriringan dengan satu pertanyaan itu yang keluar dari bibirnya.
"Maaf Ma, Ulan mohon......maafin Ulan Ma....." Ulan terus terisak sambil memeluk kaki Ranti dengan erat, maaf dari Ranti adalah sesuatu yang sangat ia harapkan.
Ranti membuang wajahnya ke lain arah, ia tidak ingin memaafkan Ulan. Tapi hati kecilnya tidak bisa membenci Rembulan juga.
"Mama....hiks....hiks ...."
"Kenapa kamu tega pergi saat hari itu?"
"Ulan terpaksa Ma....hiks....hiks ..."
"Kenapa?"
Ulan diam dan ia tidak menjawab pertanyaan Ranti lagi, cukup sulit menjelaskan semua karena ia pun ingin melupakan kejadian malam itu yang membuatnya hancur berkeping-keping.
"Jawab? JAWAB?!" Ranti mencengkram dagu Ulan dan sesaat kemudian menghempaskan nya, pertama kalinya Ranti melakukan itu pada putrinya.
"Hiks....hiks......" Ulan hanya bisa menangis tanpa bisa menjelaskan apapun, luka itu masih sangat terasa sekali hingga ia ingin mengubur dalam-dalam.
"Kamu tau Ulan? Karena kamu pergi Mentari harus mengorbankan dirinya menggantikan mu," lirih Ranti dengan bibir bergetar.
Deeg.
Jantung Ulan terpacu dengan kencang, ternyata luka yang ia rasakan semakin bertambah parah seiring dengan fakta yang ia dengar kali ini. Perih, sakit, bagai di sayat belati.
"Men....tar.....i?" tanya Ulan terbata-bata.
"Iya, dan itu karena mu!" tegas Ranti kemudian pergi begitu saja meninggalkan Ulan yang masih dalam keadaan yang membingungkan.
"Enggak....." Ulan tidak percaya dengan apa yang ia dengar, terlalu sulit di terima Mentari dan Arka menikah, "Nggak mungkin.....Mama pasti bohong," Ulan seperti wanita tidak waras yang berbicara sendiri sambil menggelengkan kepalanya, "Mentari dan Arka itu tidak pernah akur nggak mungkin mereka menikah," Ulan tersenyum seperti orang tidak waras, kemudian ia bangun dan menuju kamarnya. Sambil menaiki anak tangga satu persatu Ulan terus berusaha menepis kenyataan Mentari kini adalah istri Arka.
Bulan berlalu hingga kini tiba mentari yang menyinari, cuaca tampak cerah dengan segala kesegaran yang membuat hati terasa lebih tenang. Tapi sayang Mentari yang kini terbangun dari tidurnya tidak secerah Mentari yang bersinar di langit, ia tampak murung dengan segala kesedihannya.
"Kamu kenapa?" tanya Linda yang melihat wajah kusut Mentari.
Mentari duduk di kursi meja makan dan menatap Linda, "Tari kesel Mi," jawab Mentari, terlihat jelas hatinya kini memang tengah di Landa kesedihan.
"Loh kok bisa?" tanya Linda dengan begitu lembut, "Apa Arka memarahi mu?" Linda bertanya pada Mentari, akan tetapi matanya menatap Arka yang duduk berselang satu kursi dari Mentari.
"Nggak Mi," Mentari cepat-cepat menggeleng.
"Terus?"
"Kak Ulan udah baik Mi, kemarin dia pergi sekarang dia balik lagi maunya apa coba?!" omel Mentari.
"Ulan kembali?" Linda menatap Mentari dan menantikan jawaban Mentari, ia cukup terkejut dengan berita yang di bawa Mentari.
"Iya Mi," Mentari dengan lesunya bangun dari duduknya dan mencium punggung tangan Linda, kemudian mencium punggung tangan Anggara, "Mami, Papi, Tari berangkat sekolah dulu ya," pamit Mentari lalu pergi.
Mentari masih terdiam di depan gerbang ia ingin mencari tumpangan untuk sampai di sekolah, berulang kali Mentari berdecak karena meratapi nasibnya. Menikah di usia muda dan uang saku yang tidak ada, bahkan hanya untuk membeli air mineral saja uangnya tidak ada sungguh malang nasib nya.
Mentari mengambil ponsel di saku rok nya dan mencari nomer teman yang bisa menjemputnya, namun sayang nasib sial masih berpihak padanya dengan kuota yang sudah habis. Ingin rasanya Mentari menjual ponsel dan membeli kuota, namun mungkin itu lebih gila tentunya hingga sesaat kemudian mobil Arka keluar dari gebang dan berhenti di depan Mentari.
Arka membuka pintu mobilnya, tapi Mentari tidak perduli. Ia melihat ke lain Arah berharap ada tumpangan yang lain untuk dirinya, hingga akhirnya Arka turun dari mobil dan berjalan mendekati Mentari, "Ayo masuk!" titah Arka.
"Ish....." wajah Mentari terlihat kesal dan ia masih tidak berniat menumpangi mobil Arka.
"Cepat!" Arka melihat Rembulan yang menatapnya dari balkon, dan kemudian ia kembali menatap Mentari, "Ayo masuk," Arka memegang lengan Mentari dan mau tidak mau Mentari terpaksa masuk.
"Apasih," Mentari duduk dan Arka menutup pintu mobilnya.
Arka tidak lagi menatap Rembulan, ia langsung memutari mobil dan masuk hingga akhirnya dalam diam dan hati yang kacau Arka mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Om....." Mentari yang kesal karena Arka mengemudi dengan sesuka hatinya merasa jantungnya berdebar karena takut.
Arka mengurangi kecepatan mobilnya, ia tersadar setelah mendengar suara Mentari. Ia hanya menatap Mentari sekilas saja.
"Om kalau mau mati, mati aja sendiri nggak usah ajak-ajak Tari dong," kesal Mentari, "Om kesel pasti karena Kak Ulan udah balik kan?" tebak Mentari, "Kalau Om mau balikan sama Kak Ulan balik aja, tapi kita cerai ya Om...." tawar Mentari.
Citt.
Seketika Arka mengerem mendadak saat mendengar omongan gadis polos di sampingnya itu, dengan cepat Arka menatap Mentari.
Mentari yang terhuyung ke depan cepat-cepat membenarkan duduknya, dan menatap tajam Arka, "Hati-hati dong Om!"
"Apa kau sadar dengan apa yang kau ucapkan?!"
"Sadar lah emang Tari gila apa, ampek nggak sadar?"
"Kamu siap menjadi janda?"
"Janda?" Mentari baru sadar setelah menikah di cerai akan mendapat gelar janda, "Tapikan waktu itu Tari cuman gantiin Kak Ulan Om, di buku nikahnya aja tertulis nama Kak Ulan," jelas Mentari lagi.
"Apa pun namanya kau tetap menyandang status janda!"
"Tapikan Tari masih perawan Om," kata Mentari dengan polosnya, "Terus yang taukan cuman kita-kita aja, jadi kan Tari masih bisa jadi gadis Om," jelas Mentari lagi yang ingin bercerai dari Arka sebab sudah ada Rembulan.
Arka menarik napas dan kembali menyalakan mesin mobilnya. Terlalu sulit untuk berdebat dengan wanita yang terlalu pintar di sampingnya, hingga ia lebih memilih diam dan fokus dalam mengemudi.
"Om, dengerin Tari nggak sih?!" Mentari yang merasa di acuhkan merasa kesal.
Arka masih diam saja, ia tidak perduli dengan Mentari yang mengomel bahkan sesekali berbicara dengan berteriak. Mungkin telinga Arka sudah kebal dengan suara Mentari.
"Om....STOP......!!!" teriak Mentari.
Citt.
Arka langsung menghentikan mobilnya secara mendadak, kemudian menatap Mentari.
"Tari turun di sini aja, Tari nggak mau ada yang liat kalau Tari turun di depan!" Tari ingin membuka mobil tapi tidak jadi dan kembali menatap Arka tangannya menunjuk ke wajah Arka, dan raut wajahnya menunjukan keseriusan seolah apa yang ia katakan sangatlah penting, "Ingat ya Om, jangan sampai satu sekolah tahu kita ini sudah menikah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
berarti nikah siri donk stts nya mentari ma Arka nih khn penghulu nya ngijab nama mentari tapi buku nikah nama rembulan berarti negara nya gk sah.jd mentari harus ke KUA lagi ma Arka buat nikah secara negara ato hukum..
2022-06-25
0
coffe ❤
karakter tarinya diperhalus dikit dong thor..
aku kayak gmna gt..
2022-03-20
0
Dwi setya Iriana
sampai kapan tariiiiiiiii gak sopan sama arka,ayo sopan dikiiiiiit aja sama suamimu tariiiiiii😤😤😤😤
2022-03-19
0