NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Di Era 70-an: Takdir Peran Pendukung Perempuan

Reinkarnasi Di Era 70-an: Takdir Peran Pendukung Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Menjadi NPC
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: YukiLuffy

Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.

Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.

Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Musim Dingin Datang

Suatu malam, Liyun berdiri di tepi ladang yang tertutup salju. Angin dingin menerpa wajahnya, membuat matanya berair. Ia menatap langit gelap yang penuh bintang, dan ingatannya melayang ke dunia lamanya.

Hidup yang normal, hangat, dan nyaman.

Di sini, di Desa Qinghe yang keras dan sederhana, setiap napas terasa berat, setiap langkah bisa berisiko. Namun, ada sesuatu yang berbeda: ia benar-benar hidup sekarang. Tidak lagi menjadi sosok yang menunggu kematian tragis sesuai naskah. Ia bisa memilih langkahnya sendiri, walau pilihan itu berarti menghadapi kesulitan yang nyata.

"Aku tidak boleh takut," bisiknya. “Jika aku bisa bertahan musim dingin ini, mungkin aku bisa memikirkan rencana jangka panjang. Hidupku bukan milik novel lagi.”

Tangannya menggenggam kantong kecil berisi gandum yang tersembunyi di bawah mantel tebal. Setiap butir di dalamnya adalah simbol perlawanan. Simbol harapan bahwa ia bisa menulis jalan hidupnya sendiri.

Beberapa hari kemudian, Wu Shengli kembali datang ke rumah Liyun. Kali ini ia membawa sebungkus kecil kacang-kacangan dan beberapa sayuran yang berhasil ia simpan dari hutan ketika dia pergi berburu.

“Kau harus makan lebih banyak,” katanya tanpa basa-basi. “Dingin seperti ini, tubuhmu butuh energi.”

Liyun tersenyum lemah. “Terima kasih… Shengli.”

Ia menyadari sesuatu: kehadiran pemuda ini bukan hanya membantu fisiknya bertahan hidup, tapi juga memberinya ketenangan mental. Tidak banyak bicara, tidak banyak menuntut, hanya hadir. Seseorang yang percaya padanya, bahkan ketika orang lain menuduhnya curang atau pemalas.

“Shengli… kenapa kau selalu membantuku?” tanya Liyun, sedikit ragu.

Shengli menatapnya sejenak, bingung harus menjawab apa karena dia sendiri tidak tahu alasannya, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela. “Karena kau pantas dibantu. Tidak ada alasan lain.”

Kata-kata itu singkat, tapi cukup untuk membuat hati Liyun berdebar. Ia tersenyum tipis, menahan perasaan aneh yang mulai muncul—rasa nyaman, rasa diperhatikan, bahkan sedikit ketertarikan.

Mata Liyun tajam mengamati setiap detail di desa—pergerakan Chen Weiguo, perhatian Lin Xiaomei, sikap tetangga. Setiap perubahan kecil bisa memengaruhi plot dan nasibnya.

Ia menyadari, bahwa hidup bukan hanya soal bertahan fisik. Ini tentang strategi, pengamatan, dan kemampuan untuk mengantisipasi orang lain. Ia harus menjadi licik, tapi tetap terlihat lemah dan tidak berbahaya di mata orang lain.

Suatu pagi, saat Liyun mengangkut air untuk ladang kecil di halaman belakang rumah, Wu Shengli ikut menemaninya. Salju tipis masih menempel di tanah, membuat jalanan licin.

“Tahan ember dengan baik,” kata Shengli, menahan tangannya saat Liyun terpeleset sedikit.

“Terima kasih,” kata Liyun pelan, menatap wajahnya sebentar sebelum menunduk.

“Jika kau jatuh, aku tidak bisa menolongmu lagi,” ucap Shengli serius. “Tidak untuk kedua kalinya.”

Liyun menelan ludah, sadar betul kata-kata itu memiliki makna lebih dari sekadar fisik. Shengli benar-benar peduli padanya. Tidak ada motif lain hanya perhatian murni.

Setelah ember ditaruh, mereka mulai bekerja bersama menanam sayuran kecil di tanah yang membeku. Liyun mengajarkan Shengli teknik sederhana menanam agar akar tetap hangat. Shengli menatapnya kagum.

“Kau benar-benar tahu banyak hal,” katanya.

“Aku… membaca banyak buku. Dan aku harus belajar cepat di sini,” jawab Liyun jujur.

Ada kesunyian yang nyaman antara mereka, hanya suara salju yang jatuh dan desiran angin yang terdengar. Liyun merasa sedikit lega. Setidaknya ada seseorang yang bisa ia percaya sepenuhnya.

Tapi hidup di desa tidak pernah mudah. Gosip tetap beredar. Beberapa tetangga mulai memperhatikan keberhasilan Liyun membuat sabun dan menanam sayuran.

“Lihat, gadis itu membuat sabun. Entah dari mana ia belajar,” bisik seorang ibu rumah tangga.

“Ya, anak ini mulai berbeda. Tapi jangan terlalu menonjol. Kau tahu Madam Zhao bisa marah lagi,” sahut yang lain.

Zhao Liyun mendengar bisik-bisik itu dari jauh, tapi ia tetap diam. Ia tahu, menjadi terlalu menonjol bisa menarik perhatian ibunya, atau bahkan Chen Weiguo dan Lin Xiaomei ke arah yang tidak diinginkannya. Ia harus tetap menjadi gadis sederhana, tapi licik di balik layar.

Liyun juga mulai menyiapkan strategi bertahan hidup lebih matang:

Membuat cadangan roti kukus dan gandum yang cukup untuk beberapa minggu.

Memanfaatkan sisa bahan dari dapur kolektif untuk memasak makanan yang bisa bertahan lama.

Menyusun pakaian dan selimut ekstra agar tetap hangat.

Menyembunyikan sayuran kecil di tanah di halaman belakang yang sedikit hangat karena abu kayu dari tungku.

Setiap malam, ia menulis catatan kecil, mencatat jumlah makanan, jumlah bahan, dan jadwal pekerjaan agar tidak ketahuan. Catatan itu bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri—sebagai panduan bertahan hidup di musim dingin yang keras.

Suatu malam, hujan salju lebat turun. Angin meniup keras, membuat atap rumah gemeretak. Liyun menatap keluar jendela, panik. Beberapa cabang pohon patah, dan saluran air di luar rumah meluap. Ia sadar, jika tidak cepat menyiapkan cadangan air dan makanan, beberapa hari ke depan bisa menjadi kritis.

Dengan cepat ia memeriksa semua kantong makanan yang tersembunyi, memastikan tidak ada yang basah. Ia menutupi gandum dan roti dengan kain kering, memindahkan beberapa sayuran ke sudut yang lebih aman.

Wu Shengli datang diam-diam, membawa beberapa kantong kayu bakar tambahan. “Kau harus tetap hangat. Jangan sampai sakit karena dingin.”

Liyun menatapnya, merasa lega sekaligus tersentuh. Ia sadar, musim dingin kali ini bukan hanya ujian fisik, tapi juga ujian mental. Ia tidak sendirian. Ada seseorang yang bersedia membantunya diam-diam, tanpa pamrih.

Setelah memastikan semua aman, Liyun duduk di pojok kamar, memeluk lututnya. Pipinya merah karena dingin, tangan terasa pegal dari aktivitas siang dan malam, tapi hatinya terasa hangat.

“Musim dingin ini… aku harus bertahan hidup. Aku harus menulis jalanku sendiri. Aku tidak akan menjadi peran pendukung lagi,” gumamnya.

Ia menatap kantong gandum, roti kukus, dan sayuran kecil yang tersembunyi. Itu bukan sekadar makanan. Itu adalah simbol kemandirian dan perlawanan terhadap nasib.

Lampu minyak berkelip di kamar sempit itu, menyoroti wajahnya yang penuh tekad. Salju di luar mungkin menutupi dunia dengan dingin, tapi di dalam hati Liyun, ada kehangatan yang lahir dari perencanaan, keberanian, dan kesadaran bahwa ia kini mengendalikan nasibnya sendiri.

Ia menutup mata, menatap bayangan Wu Shengli di pikirannya, dan tersenyum tipis. “Aku bisa bertahan. Aku akan bertahan. Dan siapa tahu… mungkin musim dingin ini bukan akhir, tapi awal dari kehidupanku yang sesungguhnya.”

1
Lala Kusumah
pengen hajar tuh si madam 😡😡😡👊👊👊
Lina Hibanika
heh 😒 dah numpang belagu lagi 😡
Lina Hibanika
hadir dan menyimak
Fauziah Daud
trusemangattt...
Fauziah Daud
trusemangattt... lanjuttt
Dewiendahsetiowati
Zhao Liyun gak punya jari emas ya thor
YukiLuffy: ngga kak
total 1 replies
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!