Aku Bukan Wanita Murahan

Wajah Stevani memucat saat sampai di bar membuat Angga terkejut.

"Kau kenapa? Ia tidak menyakitimu kan atau menyentuhmu?" tanya Angga.

Stevani menggelengkan kepalanya, ia menuangkan air putih dan segera meminumnya.

"Tak mungkin kau baik baik saja, kau nyaris tak memiliki aliran darah Van." sambung Angga.

Stevani menarik nafasnya. "Tunangan pria itu datang dan nyaris menamparku karena mengganggu tunangannya."

"Hah...apa yang sedang kalian berdua lakukan?"

Stevani menatap Angga dengan tajam. "Apa kau pikir aku juga wanita murahan kak?"

"Bu...bu...bukan seperti itu. Maaf Van..." jawab Angga ketakutan.

"Kami tidak melakukan apapun, tapi mas Dani memang gila, awalnya aku diajaknya kawin lari setelah itu ia malah memintaku menjadi wanita simpanannya."

"Brengsek..." umpat Angga.

"Lupakan saja, aku tak tahu seperti apa mereka bertengkar. Aku berharap mas Dani tidak pernah mencariku lagi." sambung Stevani.

"Van... aku bisa..."

"Mana wanita murahan itu, keluarlah..." teriak seorang wanita memotong ucapan Angga. "Keluarlah wanita ******...!!!"

Huber dan beberapa staf klub menghampiri wanita itu.

"Siapa manager klub ini?" tanya wanita itu.

"Aku nona." jawab Huber.

"Oh jadi kau, pecat wanita murahan tadi yang mengganggu tunanganku." bentaknya.

"Siapa yang anda maksud nona? Disini sangat banyak orang." ujar Huber.

Dani menghentikannya. "Apa yang kau lakukan hah?"

"Kau memutuskan pertunangan kita karena wanita murahan tadi kan? Mengapa kau bandingkan aku dengan wanita seperti itu?" bentaknya lagi.

"Ini tidak ada hubungan dengannya. Aku tidak mencintaimu Desti. Pertunangan kita karena perjodohan, aku terpaksa melakukannya. Aku tak mau menikah denganmu." bentak Dani.

Huber memberi kode pada Stevani agar bersembunyi. Stevani mengikuti perintah Huber agar tidak muncul.

"Kau bilang mencintai wanita lain, dan aku yakin wanita itu adalah wanita murahan tadi. Kau pria terhormat, mengapa kau memilih wanita seperti itu hah." teriak Desti.

"Mohon maaf tuan Dani, kalian mengganggu ketenangan klub." ujar Huber.

"Aku minta maaf, aku akan membayar kerugiannya lewat transfer." jawab Dani seraya menarik tangan Desti dengan kasar.

Wanita itu masih saja berteriak sampai akhirnya keluar dari klub. Huber menghela nafasnya lalu menyuruh pelanggan yang lain untuk kembali menikmati kesenangan mereka.

"Van... keluarlah... ikut aku ke kantor." perintah Huber.

Stevani keluar dari persembunyiannya, ia mengikuti Huber menuju ruangan kantornya. Lagi lagi ia akan disalahkan, ia tak yakin akan selamat dari pekerjaannya.

*****

Malam semakin larut, Alex sudah menyelesaikan masalah manager perusahaan yang telah diberhentikan oleh Zionel. Pria itu pun segera menghampiri Zionel di ruangannya.

Alex mengetuk pintu ruangan. Tok tok tok...

"Masuk." jawab Zionel.

Alex masuk seketika Zionel menatapnya. Alex menautkan jari jempol dan telunjuknya menandakan kata "oke" pada atasannya.

"Duduklah." pinta Zionel pada Alex.

Alex pun duduk di sofa ruangan, Zionel beranjak dari kursinya lalu mendekati Alex dan ikut duduk di sofa.

"Mengapa anda terburu buru pak? Aku kira anda akan menyelesaikan masalah ini besok." ujar Alex.

"Aku muak melihat wajahnya yang berpura pura tak melakukan kejahatan. Pria itu sudah dipercaya oleh perusahaan selama 7 tahun, tapi hanya karena ingin mendapat keuntungan lebih ia memprovokasi warga untuk menaikkan harga lahan." jawab Zionel.

"Aku tahu rasa kecewa anda seperti apa pak Zio. Keputusan anda selalu benar. Apakah ada masalah dengan laporan perusahaan?"

Zionel menggelengkan kepalanya. "Semuanya dikerjakan dengan baik oleh sekertaris. Kita harus segera menyelesaikan masalah ini, lalu mengangkat manager baru untuk perusahaan."

"Pak Gilang?" tanya Alex.

"Mengapa kau menyebut namanya?" tanya Zionel.

"Hanya itu kandidat terbaik saat ini pak."

"Kau salah besar, Heni kandidat terbaik saat ini." ujar Zionel.

"Sekertaris perusahaan? Anda yakin?"

Zionel beranjak dari tempat duduknya lalu menuju jendela ruangan. Ia menatap pemandangan kota X di malam hari.

"Heni mengurus perusahaan lebih dari 10 tahun, ia memiliki pendidikan yang tinggi. Pekerjaannya sangat baik, ia juga yang melaporkan kejanggalan manager perusahaan padaku. Jika bukan karena wanita ini, kita tak bisa menyelidiki dengan baik. Kau juga sudah berhubungan dengannya beberapa bulan terakhir untuk masalah ini Lex. Aku rasa ia bisa menangani perusahaan ini dengan baik." ujar Zionel.

"Tapi terasa melangkahi jabatan, pak Gilang adalah wakil manager saat ini. Dan sudah diselidiki dengan baik kalau pria ini tak ada hubungannya dengan masalah pak Kean. Pekerjaannya juga sangat baik, bagaimana kita bisa mengangkat sekertaris menjadi seorang manager pak?"

"Sejak kapan kau mempertanyakan keputusanku Lex?"

"Tidak berani pak." jawab Alex.

"Aku sudah membicarakan ini dengan daddy. Seperti biasanya pak Presdir mempercayakan keputusan perusahaan padaku. Setelah masalah ini selesai, Heni lah yang akan menjadi manager perusahaan." ujar Zionel.

"Baik pak." jawab Alex. "Anda baru sampai di kota ini, malam pun semakin larut. Sebaiknya anda ke hotel untuk beristirahat." sambungnya.

Zionel menatap jam tangannya lagi. "Baiklah, kita ke hotel sekarang. Aku lebih nyaman kau yang mengendarai mobilnya daripada supir perusahaan."

"Tentu saja pak Zio." jawab Alex lagi.

Zionel membereskan meja kerjanya, ia segera keluar dari ruangan diikuti oleh Alex.

"Hen... pulanglah... ini sudah larut malam." perintah Zionel saat melewati meja sekertarisnya.

"Baik pak. Selamat beristirahat." jawab Heni.

Zionel hanya menganggukkan kepalanya lalu meninggalkannya. Keduanya keluar dari perusahaan. Baru saja keluar dari pintu masuk perusahaan, pak Kean segera menghampirinya dan membuatnya terkejut. Pria itu bersimpuh dan memegang kaki Zionel.

"Apa yang anda lakukan?" tanya Zionel.

"Aku mohon jangan pecat aku pak." pinta pak Kean.

Zionel menatap Alex, seketika Alex meminta keamanan untuk menyingkirkan pria itu dari kaki atasannya. Dua orang sekuriti menarik pak Kean menjauhi Zionel.

"Pak Zio... pak Zio..." teriak pak Kean.

Alex segera membukakan pintu mobil untuk Zionel. Pria itu segera masuk ke dalam mobilnya tanpa mendengarkan rengekan dari mantan manager perusahaannya. Alex ikut masuk ke kursi pengemudi lalu segera melajukan mobilnya menuju hotel tempat mereka menginap.

"Pak Zio maaf." ujar Alex.

"Cari klub terdekat, aku ingin minum Lex." perintah Zionel.

Alex terbelalak. "Tapi anda butuh istirahat pak, anda juga belum makan malam."

"Apa di klub malam tidak ada makanan, dan berhentilah bertanya Lex. Aku butuh ketenangan."

"Oke baik pak."

Alex segera mencari klub malam di daerah tersebut, ia berharap tidak salah memilih klub malam untuk atasannya. Sudah hampir satu jam Alex memutari kota tapi belum juga menemukan klubnya.

"Mau berapa lama lagi kau memutari kota Lex, aku ingin sekali mencekikmu." ancam Zionel.

"Maaf pak, klub terbaik di kota ini sangat jauh dari sini. Apakah anda..."

"Kesana." potong Zionel.

"Baik pak." jawab Alex.

"Bodoh, kau bahkan bertanya soal seperti ini. Sepertinya kecerdasanmu hilang setelah melakukan perjalanan jauh." ejek Zionel.

Alex justru tertawa mendapat ejekan seperti itu dari atasannya.

*****

Akankah Zionel dan Stevani bertemu?

To Be Continue...

Happy Reading All...😘😘😘