Ini hanya cerita karangan semata. Semoga bermanfaat.
Ini kisah cinta Viola Armada dan Yuko Eraser. Di lengkapi dengan misteri di balik kematian Lazio Eraser, Daddy nya Yuko Eraser.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Apa lagi?" Lova berhenti berjalan karena lengannya ditahan oleh Velix.
"Lova, tolong coba sama aku. Aku beneran suka sama kamu, dari dulu sampai saat ini," Velix menatap kedua tangan Lova. Perlahan menggenggam kedua telapak tangan itu. "Kita coba dulu, kalau kamu nyaman sama aku kita lanjut, kalau kamu enggak nyaman sama aku ... kamu boleh pergi dari aku," Velix menatap Lova, memelas.
Lova menatap kedua tangannya yang ada di genggaman tangan Velix. Hangat dan terasa nyaman, tapi... Lova tidak mau berhubungan dengan Velix lebih dari seorang teman. Sudah cukup kejadian waktu itu membuatnya bersalah.
"Maaf, Ve. Aku enggak bisa. Aku mau fokus mengurus Yuko dan Yuka. Mereka berdua adalah prioritas aku sekarang," Lova menarik tangan dari genggaman Velix. "Antar aku pulang,"
Velix mendesah pelan. Mengangguk. "Oke,"
Selama di perjalanan, Velix dan Lova tidak ada yang memulai obrolan. Keduanya sama-sama diam. Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sampai pada akhirnya Velix memberhentikan mobil karena di depan sana ada lampu merah.
Lima menit berhenti, Velix kembali melajukan kendaraan karena lampu sudah berubah hijau. Sampai tiba di depan halaman rumah Lova dia dan Lova tetap diam tak ada yang ingin bersuara.
"Terima kasih sudah mengantar aku, Ve. Sudah mengajak aku kuliner juga," kata Lova, setelah dia turun dari mobil Velix.
Velix tersenyum. "Iya. Aku pulang," pamitnya, lalu melajukan mobil meninggalkan pelataran rumah Lova dengan hati yang getir.
Sementara itu, Lova menatap kepergian mobil Velix dengan sendu. Air mata hampir saja keluar jika Lova tak segera menghapusnya.
Setelah merasa baikan, Lova berjalan menuju pintu utama. Masuk dan menutup pintu itu kembali. "Yuko, Yuka!" panggil Lova sambil menaiki undakan tangga, menuju lantai atas.
Sebelum pergi, Lova sempat membuat puding susu kesukaan mereka berdua dan mendiang Laerrr, dan sekarang Lova ingin mengajak mereka untuk makan puding bersama.
"Yuko, Yuka!" Lova mengetuk pintu kamar mereka bergantian. Dan tidak lama mereka berdua keluar kamar bersamaan.
Tapi, Lova di buat merinding saat menatap wajah Yuko yang di belakangnya ada penampakan. Bibir Lova gemetar, keningnya bercucuran keringat, dia menunduk, menghindari bertemu tatap dengan makhluk mata pe.cah itu. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud, aku salah. Hiks..."
Yuko dan Yuka bersitatap. Bingung kenapa Mommy tiba-tiba meminta maaf dan menangis. "Mommy kenapa menangis? Kenapa pula meminta maaf?" Yuko menyentuh kedua bahu Mommy. Menatapnya cukup serius. Sedangkan Yuka menggaruk belakang kepala dia bingung harus apa.
Masih dengan menunduk, telunjuk Lova terangkat dan menunjuk pada makhluk mata pe.cah tadi berdiri. "Daddy kamu sudah tiada Yuk, itu semua karena Mommy. Hiks... Mommy yang gegabah,"
"Mommy bicara apa sih? Daddy meninggal karena sudah di takdirkan oleh sang Pencipta. Jangan menyalahkan diri sendiri, Mom," Yuko paham, mungkin Mommy sedang teringat oleh mendiang Daddy. Mommy mungkin merindukan Daddy.
"Iya, Mom. Jangan menyalahkan diri sendiri. Lebih baik kita ke makam Daddy saja berdo'a di sana," usul Yuka.
"Tapi Yuk, Mommy yang mem..."
"Sttt... Sudah-sudah! Mommy pasti kecapek'an karena baru saja pergi. Mommy istirahat di kamar saja, biar Yuko antar ya," Yuko yang tingginya sudah melebihi Mommy merangkul bahu Mommy dengan mudah dan mengantarnya ke kamar di lantai bawah karena kamar Mommy dan mendiang Daddy memang ada di sana.
Yuka mengikuti di belakang Kakak dan Mommy. Ikut mengantar walau tidak di perlukan. Tapi dukungan dari dirinya dan kak Yuko begitu di butuhkan Mommy untuk sekarang ini.
"Mommy harus benar-benar istirahat. Yuko keluar dulu," ucap Yuko setelah tiba di kamar Mommy, meminta Mommy berbaring dan menyelimutinya hingga sebatas perut.
Lova mengangguk walau dia sebenarnya tak ingin istirahat. "Mommy tadi bikin puding kesukaan kamu dan Yuka. Di makan ya,"
Yuko mengangguk lalu keluar dan menutup pintu kamar Mommy, membiarkan Mommy nya untuk istirahat.
Yuko berjalan menuju dapur, di ikuti oleh Yuka. "Kak, Mommy kenapa ya?" Suara Yuka penuh kekhawatiran.
Begitu di dapur, Yuko membuka kulkas dan mengambil puding yang di buat oleh Mommy. "Mungkin Mommy masih teringat Daddy, mungkin karena Mommy belum sepenuhnya mengikhlaskan," jawab Yuko, suaranya lembut.
Yuka mengangguk, "Kita harus selalu ada untuk Mommy, Kak."
Yuko tersenyum, "Iya, kita harus selalu mendukung Mommy." Keduanya kemudian duduk di meja makan, menikmati puding yang di buat oleh Mommy.
Namun, saat mereka sedang makan, Yuko tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Dia melihat sekeliling dapur, tapi tidak ada apa-apa. "Yuka, kamu mendengar suara orang jalan nggak?" tanya Yuko, suaranya rendah.
Yuka berhenti makan, "Tidak, Kak. Tapi aku merasa sedikit aneh saja. Seperti ada yang meniup telinga ku." Yuko memegang tangan Yuka.
"Jangan takut, Kakak ada di sini."
Tiba-tiba, lampu dapur mulai berkedip-kedip, dan Yuko merasakan angin dingin berhembus.
"Yuka, kita harus keluar dari sini," kata Yuko, suaranya panik. Tapi sebelum mereka bisa bergerak, pintu dapur tiba-tiba tertutup dengan keras.
Brakkk
Pergi dan temukan
Tidak ada siapapun orang di dapur kecuali mereka berdua, lalu suara itu timbul dari mana? Yuka mencekal lengan Yuko dengan ketakutan.
"Kak, suara siapa itu? Aku takut,"
Yuko mencoba menenangkan Yuka, "Jangan takut, Yuka. Kakak ada di sini." Tapi Yuko sendiri juga merasa takut, karena suara itu terdengar sangat dekat dan misterius.
"Kita harus mencari tahu siapa yang berbicara," kata Yuko, mencoba untuk bersikap berani.
Yuka mengangguk, tapi masih terlihat takut. Keduanya kemudian mencoba untuk mencari sumber suara, tapi tidak ada siapa-siapa yang terlihat. Tiba-tiba, suara itu terdengar lagi, "Pergi... dan temukan...melati kosong dua..."
Suara itu terdengar semakin keras dan semakin dekat. Yuko dan Yuka merasa takut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka berdua hanya bisa berdiri diam, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Lalu, lampu dapur mulai berkedip-kedip lagi, lebih cepat, dan Yuko merasakan angin dingin berhembus semakin kencang.
"Yuka, kita harus keluar dari sini sekarang juga!" kata Yuko, suaranya panik. Yuka mengangguk, dan keduanya mencoba untuk membuka pintu dapur yang tertutup keras tadi. Tapi, pintu itu tidak bisa dibuka.
"Kak, pintu ini tidak bisa dibuka!" Suara Yuka penuh ketakutan. Yuko mencoba untuk membuka pintu lagi, tapi tidak berhasil. Mereka berdua terjebak didapur, dan tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.
Tiba-tiba, suara itu berbicara lagi, "Temukan dimelati kosong dua..."
Yuko dan Yuka merasa takut dan tidak berdaya. Apa yang terjadi sebenarnya?"