NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:745
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabur

"Apa sih? Xav kenapa?" tanya Xev kepada anak buahnya.

Perempuan yang memakai baju perawat itu menunjuk ke arah kamar Xav. "I-itu, Tu-Tuan Muda Xav kabur, Nona."

"Kau jangan bercanda. Xav dari tadi bicara dengan Fareno." Saat itulah Xev yang sejak tadi bekerja sambil mendengarkan suara saudara kembarnya pun mulai sadar.

Suara Xav yang terdengar di telinganya ternyata berulang-ulang.

"Sial, Xav...!" Xev berteriak sambil beranjak menuju ke ruangan saudara kembarnya itu.

Sampai di ruangan itu, ternyata, semua orang sudah berlarian mencari saudara kembarnya.

"Bagaimana dia bisa kabur?" tanya Xev kesal.

"Tuan Muda menjebol plafon kamar mandi, Nona. Sementara, sudah ada yang menyusul lewat plafon itu juga. Beberapa lagi, sudah saya sebar untuk mencari di sekitar sini."

Xev menyugar rambut kepalanya sendiri. "Kau... cepat geledah semua pesawat dan kapal di pelabuhan, sekarang!"

"Baik, Nona. Permisi!"

Laki-laki itu pergi, menghubungi rekannya di pelabuhan dan lapangan terbang agar mulai menyebar, mencari Xav.

Setelahnya, Xev menghubungi ayahnya, sebelum ibunya tahu dari orang lain. Mengingat, cuma ayahnya, yang bisa mengontrol sang ibu.

"Yah? Gawat!" ucapnya.

"Gawat apa, Sayang?"

"Xav kabur, Ayah!"

"Apa?!" Bukan suara Ayahnya yang terdengar, melainkan ibunya. Xev sampai terkejut, menjauhkan alat komunikasi dari telinganya.

Dalam hati, ia mengumpat dalam hati. 'Sial juga. Kenapa Ayah tidak bilang sih kalau lagi sama ibu? Argh!'

Sementara Xev pusing menghadapi pertanyaan ibunya dan keriuhan di markas Keluarga Alistair, Eireen di dalam kabin ruang tidur pesawat mulai beranjak dari tempat tidur, setelah tadi, ia bertanya tidak ada sahutan dari kamar mandi, yang pintunya terbuka sendiri.

'Mencurigakan, kalau pelayan tidak mungkin bukan diam saja?' batinnya sambil ragu-ragu melongok ke arah kamar mandi berada.

Ia beranjak mendekat perlahan. Tapi, tiba-tiba langkahnya terhenti, tatkala terpikirkan sesuatu. 'Tunggu. Apa jangan-jangan, mereka mengirim BlackAss yang bersembunyi di kamar mandi ini? Pantas saja mereka memberiku makanan sebegitu banyak dan enak. Bahkan, si Tuan Besar menawarkan memberiku sesuatu sesuai permintaan.'

Eireen pun mencari barang apa saja, yang mungkin bisa ia gunakan sebagai senjata. Sayang, di sana hanya ada teko yang paling dekat, dan terjangkau tangannya.

Eireen terus melangkah, sambil sudah bersiap. Kalau-kalau ada yang muncul.

Anehnya, pintu kamar mandi yang terdengar terbuka, ternyata menutup sebagian.

Gadis itu tetap melanjutkan langkah. Satu tangannya bergerak, membuka pintu dengan mendorongnya.

Namun, baru saja pintu terbuka, seseorang keluar, membuatnya reflek, melempar teko di tangannya.

KLONTANG!

Teko menabrak dinding kamar mandi, karena orang yang menjadi sasarannya menghindar dengan sigap.

"Kau gila, hah?!" ucap laki-laki yang tidak lain adalah Xav itu.

Melihat si Tuan Muda, entah kenapa ada di sana, mata Eireen terbelalak. Ia menunjuk-nunjuk ke wajahnya. "K-kau..."

Xav mau menjawab, tapi, suara perempuan terdengar setelah ketukan pintu. "Nona? Nona tidak apa-apa?"

Xav. "Jawab, jangan sampai dia masuk!" Perintah Eireen bersedekap tangan, menatap sinis. "Buat apa aku menurutimu, hah?"

"Kau

"Oh... jangan-jangan, kau kabur ya dari markas?!" sela gadis itu dengan tatapan curiga.

"Nona? Apa Nona baik-baik saja? Saya dengar suara berdebam tadi." Suara kembali terdengar dari balik pintu.

"Hei, cepat jawab, jangan sampai dia masuk!" sergah Xav. Ekspresinya sudah sangat kesal, karena perempuan itu benar-benar tidak seperti orang lainnya, yang pasti akan buru-buru melakukan perintahnya.

Eireen justru tampak lebih kesal lagi. "Benar ternyata. Kau kabur, dan menyusup pesawat yang mengantarku? Kau gila, hah? Bisa-bisa aku kena masalah lagi gara-gara kau, tahu?!"

"Kalau tidak mau ada masalah cepat jawab dia!" Xav gregetan tangannya sudah mengepal. Coba saja bukan perempuan, dan tidak sedang butuh, mungkin ia sudah melontarkan tinjunya.

"Nona? Saya masuk ya?" Suara perempuan terdengar lagi.

"Hei, cepat, aku jamin tidak akan ada masalah, kau minta apa akan kuberikan sebagai balas jasa. Ok?!" Xav terus mendesak, Eireen justru terpikirkan sesuatu yang gila.

Ide gila, yang mungkin terpaksa juga ia realisasikan. Tangannya menjulur ke depan. "Kau jamin aku aman dan kabulkan satu permintaanku?"

"Deal!" Xav menjabat tangannya bersamaan dengan pintu terbuka.

KREET!

Xav buru-buru masuk ke dalam kamar mandi lagi, tanpa menutup pintu. Sementara, Eireen pun pura-pura keluar dari kamar mandi. "Hah... leganya."

Ia lagi-lagi bersandiwara, seolah terkejut, melihat pelayan itu masuk. "Lho, ada apa? Kok masuk ke sini?"

"Oh, maaf, Nona. Tadi, saya mendengar suara berdebam, Nona tidak jawab juga. Jadi, karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa. Ternyata Nona dari kamar mandi?"

"Ehm. Maaf ya? Tadi, aku bawa teko ke kamar mandi, tapi tersenggol sampai jatuh. Maklum, aku suka berlama-lama di kamar mandi, biasa sambil ngeteh, jadi tidak dengar suaramu juga."

Pelayan itu wajahnya terlihat bingung, karena baru ini, ada orang minum di kamar mandi. "Oh, kalau begitu, saya bereskan ya..."

"Eh, jangan sekarang!" sela Eireen segera.

"Maksudku, aku masih mau lanjut di kamar mandi. Nanti saja bersihkannya. Ok?"

"Oh begitu. Baiklah, Nona. Kalau begitu saya permisi keluar dulu. Saya selalu di depan, siapa tahu, Nona butuh bantuan."

Eireen menganggukkan kepala, si pelayan pergi, menutup pintu.

Saat sudah merasa aman, ia kembali ke dekat pintu kamar mandi. "Hei, keluarlah!"

Pintu kamar mandi terbuka, Xav menyipitkan mata. "Alasanmu itu benar-benar konyol. Kau tahu? Bagaimana kalau dia sampai curiga, hah?"

"Aku memang sering nge-teh di kamar mandi, sambil berendam lama di bathup. Apa yang aneh, hah?"

Xav menatap curiga. Ia tidak tahu saja, jika Eireen, kalau sedang libur kerja, selalu menyempatkan diri, staycation, di hotel, atau penginapan mewah yang ada bathup luas dan pemandangan menyenangkan.

Soalnya, wajah Eireen, yang terlihat tomboy, tidak terlihat seperti menyukai hal begitu.

Melihat wajah curiga, yang tampak menyebalkan begitu, Eireen berkata ketus, "Bisa tidak, jangan melihatku begitu? Apalagi dengan wajah menyebalkanmu?!"

"Kau tidak ada sopan santunnya ya, bicara denganku?" Xav beranjak mendekat, tapi Eireen tidak takut, apalagi memundurkan diri.

Gadis itu justru bersedekap tangan, kepalanya agak mendongak, karena Xav lebih tinggi darinya.

Ia tatap mata laki-laki itu tanpa terintimidasi.

"Aku hanya akan sopan, kepada orang yang layak untuk kuhormati saja. Sedang kau? Ck. Ck. Ck. Bahkan kepada orang yang menyelamatkan nyawamu saja, kau tidak bisa berlaku semestinya."

Xav menghentikan langkah tepat di depan gadis itu. Giginya tampak menggertak, kemudian menyeringai sekilas, sambil masih adu pandangan mata dengannya.

Melihat tatapan mata itu, Eireen teringat, bagaimana dulu menghadapi ibu Xav.

Ia sudah bersiap, siapa tahu, Xav akan sama seperti ibunya, bar-bar sekali, sampai mencekiknya.

Sayang, yang ia takutkan tidak terjadi. Xav justru melewatinya begitu saja, tanpa kata.

'Apa sih? Kenapa dia aneh sekali?' batin Eireen kesal, karena Xav tiba-tiba pergi begitu saja.

Ia ikuti laki-laki itu. Mau protes, tapi tidak jadi, karena Xav justru membuka kompartemen bawah ranjang. Lantas, ia masuk ke dalam, seolah mau bersembunyi.

Eireen mau bertanya padanya. Bersamaan dengan itu, suara pelayan terdengar lagi. "Nona?"

"Maaf, saya izin masuk, karena ada hal penting, Nona."

Eireen mengernyit. 'Hal penting apa?'

Ia pun buru-buru, berlari ke arah pintu kamar mandi, seolah ia sungguhan baru keluar dari sana, berteriak keras, "Ya, masuk saja!"

Pintu terbuka, sang pelayan tidak sendiri, melainkan masuk bersama dengan seorang pilot cadangan.

"Ada apa?" tanya Eireen sambil mendekat ke arah mereka.

"Maaf atas jika mengganggu, Nona. Tapi, kami harus memeriksa tempat ini untuk mencari sesuatu sebentar," kata si pelayan.

"Mencari sesuatu?" Eireen pura-pura tidak tahu, padahal ia sudah bisa menebak, jika pasti mereka mencari Xav.

"Maaf, ini urusan internal Keluarga Alistair. Permisi sebentar, Nona." Sang pilot melewatinya, memeriksa kamar mandi.

Eireen membiarkan. Ia kini sudah sepenuhnya sadar, jika Xav sembunyi untuk menghindari pemeriksaan.

'Tapi apa iya aman sembunyi di sana?' batin Eireen.

Gadis itu termenung sekilas, sang pilot yang sudah memegang teko di lantai kamar mandi menatapnya.

Sadar karena merasa dilihati, Eireen pun segera mengambil teko itu. "Aduh iya, tekonya belum sempat aku ambil dari tadi. Terima kasih ya?"

Untungnya tidak ada bekas lemparan ke dindingnya. Bahkan, mungkin karena saking berkualitasnya, itu teko tidak terlihat penyok sedikitpun. 'Perabot orang kaya memang beda!' batinnya.

Sang pilot cadangan yang masih curiga segera menyisir kabin kamar itu.

Sang pelayan membantu juga mencari. Eireen dengan santai mengusap-usap teko di tangannya, seolah sedang memainkan teko jin saja.

Ia sesekali melirik ke arah kedua orang yang tengah membuka lemari, memeriksa setiap sudut kabin kamar itu.

Eireen agak heran. 'Kenapa mereka tidak memeriksa di bawah ranjang?'

Ia tidak tahu saja, jika, sebenarnya, tidak ada yang tahu perihal bagian bawah ranjang yang kosong itu, kecuali Keluarga Xav.

Demi permintaan maaf tanpa kata, Ayah Xav memang mengantar Eireen dengan salah satu pesawat pribadi yang biasa dinaiki Keluarganya.

Jadi, untuk tempat tersembunyi begitu, anggota biasa tidak akan ada yang tahu.

Tidak mendapati apa-apa, kedua orang itu menghampiri Eireen lagi. "Maaf atas ketidaknyamanannya. Kami permisi, Nona."

"Oh, ok." Eireen merespon santai, membiarkan mereka pergi dari kabin kamar itu.

Ia tidak langsung meminta Xav keluar dari tempat persembunyian. Eireen mencuri dengar di dekat pintu. 'Tampaknya mereka masih pusing mencari.'

Benar saja, di luar kabin kamar itu, memang sesuai instruksi, seluruh pesawat pun ikut digeledah.

Mungkin sekitar tiga puluh menit, saat ia merasa aman barulah ia berkata, "Keluarlah, sudah aman!"

Xav keluar dari tempat persembunyian, mengibaskan debu, yang menempel pakaiannya.

Tanpa berkata-kata, laki-laki itu membuka lemari, kemudian berganti baju begitu saja.

Eireen mengalihkan pandangan dengan segera 'Dasar! Kenapa pula dia tidak bilang-bilang kalau mau ganti baju?!'

Karena itu pesawat pribadi keluarganya, selalu ada pakaian ganti lengkap milik mereka. Bahkan, sampai rompi anti pelurunya juga.

Ia pakai itu, sambil melirik Eireen sekilas. Gadis itu masih membelakanginya.

Bahkan, sampai ia selesai memakai pakaian lengkapnya, Xav tidak mengatakan apa-apa. Laki-laki itu justru sudah mengambil senjata laras pendek, yang menempel di bawah meja.

CEKLEK!

Suara membuka tempat peluru terdengar, barulah Eireen menoleh. Tahu Xav sudah selesai berganti pakaian, ia mendekat sambil menatap kesal.

Namun, laki-laki itu bukannya menjelaskan, justru mengarahkan todongan senjata tepat ke dahinya.

Eireen santai, masih bersedekap tangan, seolah tidak takut sama sekali. Xav pun menyeringai, menarik senjatanya, lanjut mengambil sesuatu, dengan merogoh bawah meja lagi.

"Benar kata ibuku, kau... sangat terlatih, termasuk dalam merasakan niat membunuh orang terhadapmu," katanya tanpa melihat ke arah Eireen.

"Heh. Aku tidak peduli apa kata kalian. Yang jelas, aku menagih imbalanku, sekarang!"

"Berapa?" tanya Xav santai, sambil memeriksa telepon genggam yang ia ambil dari bawah meja tadi.

"Berapa? Kau pikir aku mau meminta uang apa?"

"Orang sepertimu, mau minta apalagi selain uang, hah?"

Merasa diremehkan, Eireen menatap kesal, bibirnya mengkerut, giginya menggertak, menahan emosi.

Tidak ada jawaban, Xav menoleh juga ke arahnya. "Apa? Katakan saja, berapapun jumlahnya akan kuberikan. Tidak perlu sok tidak mengharapkan begitu!"

"Aku tidak butuh uangmu!"

Xav terkekeh sekilas, seolah tidak percaya.

"Astaga... baiklah-baiklah. Akan kukirimkan satu milyar ke rekeningmu. Tidak perlu drama-drama tidak membutuhkan begini."

Eireen tetap tidak menjawab, justru semakin menatap kesal saja. Ia masih menahan amarah, kakinya menghentak pelan beberapa kali, menunggu laki-laki itu menatap ke arahnya.

Saat Xav akhirnya menatapnya, barulah Eireen berkata, "Kubilang aku tidak butuh uangmu!"

"Hah." Xav menghela napas kesal. "Lantas? Apa yang kau mau, hah?"

"Permintaanku hanya sederhana, jadilah kekasihku. Itu saja, bagaimana? Mudah, kan?" tanya Eireen sambil kedua alisnya terangkat ke atas, ekspresinya begitu percaya diri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!