NovelToon NovelToon
Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: ovhiie

Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.

*
*


Seperti biasa

Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Apa sebenarnya yang Aira takutkan? Kenapa Aira terus menghindar seperti ini?

Almaira menyusuri jalan utama di rumah sakit itu dengan perasaan menyesal yang terlambat, menyalahkan dirinya sendiri.

Padahal Aira sudah berjanji untuk tidak melanggar aturan. Kenapa Aira malah melakukannya?

Kalau saja Pak Bernard tidak mengingat kan Aira. Mungkin Aira akan terus lupa kalau sebenarnya Kak Yaga memberi Aira izin setengah hari.

Duuh bagaimana ini... Aira harus bilang apa?

Kalau dia harus memberikan alasan, hari itu benar-benar melelahkan. Dia baru saja kembali dari perjalanan kampung ke kota, dan belum sempat beristirahat, dia jalan-jalan di mall bersama Anna. Pulangnya dia berkunjung ke rumah sakit sampai lupa waktu. Itu saja..

Semuanya tanpa rencana dari awal, jadi wajar kalau dia bertindak bodoh. Almaira menghibur dirinya dengan alasan itu.

Di tengah kacaunya pikiran, hp yang disimpan di dalam tas tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang sudah lama tersimpan.

Almaira, dengan hati-hati melirik ke arah dua orang asing yang masih berceloteh, membuka pesan itu.

[Cepat pulang. Aku menunggu mu]

* * *

Kamar pribadi

Hal pertama yang tadi dilakukan Yaga setelah masuk ke dalam adalah mengambil sebotol minuman dan duduk di sofa.

Dia merogoh sakunya, mengeluarkan hpnya. Mencari nomor kontak yang sudah lama tersimpan. Setelah mengirim pesan singkat, dia menuangkan minuman untuk dirinya sendiri.

Bunyi denting gelas dan bunyi samar air yang mengalir ke tenggorokannya adalah satu-satunya hal yang memecah kesunyian.

Bangkit dari sofa, tubuhnya yang tinggi melangkah menatap ke jendela. Menatap kota malam di seberang jalan.

Sambil menahan rasa jengkel, dia memejamkan mata sejenak. Tanpa disadari, bayangan gadis itu muncul.

Mungkin karena tubuhnya yang ramping, atau betapa cocoknya rambut panjang hitam berkilau itu untuknya. Setiap kali Almaira menyibakkannya ke belakang dan menatap matanya. Rasanya seperti aroma bedak yang samar tercium di sekelilingnya.

Riasannya juga tidak terlalu tebal. Kulitnya putih mulus bersih dan halus dan warna bibirnya merah muda.

Berbeda dengan wanita-wanita di sekitarnya yang memancarkan kedewasaan, dia masih segar. Seperti bunga musim semi berkembang polos dan cemerlang.

Kesegaran seperti itu… tentu tidak bisa dia abaikan begitu saja.

Daripada bergaya dengan merek-merek mewah, tampaknya Almaira tidak peduli. Hanya hoodie dan celana jins sederhana, tas ransel yang disampirkan di satu bahu. Namun entah bagaimana, dia lebih menarik perhatian daripada orang lain.

Sambil meneguk minuman di tenggorokannya, Yaga melirik jam tangannya.

Dia datang.

Jika dia mengetuk pintu sebelum melangkah masuk, akan ku tunjukkan padanya, apa artinya waktu yang harus dibayar jika dia masih tidak tahu akan posisinya.

Seperti yang di perkirakan, ketukan terdengar di balik pintu, lalu dia masuk. Langkah-langkah ringan membawanya ke arahnya.

Di belakang Almaira, pintu tertutup kembali.

Dengan santai Yaga berjalan melintasi ruangan, duduk bersandar di sofa sembari meneguk segelas minuman di tangannya.

Almaira mengamati wajah Yaga dengan hati-hati. Setiap kali dia menyisir rambutnya dengan tangan kebelakang, ruangan yang sama sekali tidak berbau itu tiba-tiba dipenuhi aroma sampo.

Yaga minum lagi seolah sedang membasuh emosinya, lalu menekan udara.

"Kenapa melihat ku Almaira? Kamu tidak mandi?"

"Hah?"

"Kamar mandinya ada di sana. Kamu tidak lupa kan?"

"Eh, tentu saja. Tapi..."

Yaga mengangkat sebelah tangannya dan meneguk lagi minumannya begitu mendengar suara Almaira ragu-ragu

"A-Apa… tidak apa-apa kalau Aira tidak mandi?"

Kini penampilan Almaira sama persis dengan usianya, tidak lebih dari sekadar anak kecil yang ketakutan dan menggemaskan.

"Ternyata, kamu masih belum sadar akan posisi mu ya, Almaira."

Yaga meletakkan gelas kosongnya di atas meja dan berdiri. Almaira tersentak dan mundur selangkah. Melihat Yaga menatapnya dengan tatapan dingin yang tidak bisa dia baca.

"Almaira, kamu tahu. Aku cenderung tidak sabar. Lebih ke arah yang memaksa. Dan yakin kamu masih tidak tahu dengan apa yang kamu maksud?"

"Maksud yang mana Kak?" Bingung Almaira

"Siang tadi, kamu sendiri yang bilang dan sepertinya itu tidak perlu penjelasan."

"I-itu..."

Saat Yaga berdiri, Almaira menelan ludah, melihat Yaga melonggarkan dasinya, lalu membuka kancing bagian atas kemejanya.

Setiap kali kancingnya dibuka, genggaman Almaira pada tasnya semakin erat.

Yaga nyaris tidak bisa menahan senyumnya, dia mengangguk pelan. "Apa yang kamu tunggu? Kamu tidak akan ganti baju?"

Hanya butuh beberapa langkah baginya untuk saling berhadapan. Almaira mendongakkan kepalanya untuk menatapnya, ekspresinya linglung.

"Apa?"

"Mau aku melakukannya untukmu?"

"Eh! Tu-tunggu, sebentar!"

Saat Yaga sudah berada satu langkah darinya, Almaira mengangkat tangannya seolah memberi isyarat agar Yaga berhenti dan Almaira mundur selangkah.

"Alsannya… Aira sengaja pulang terlambat adalah…"

"Aku tahu. Kamu ingat untuk tidur denganku kan? Tadi kamu yang mengatakannya sampai jumpa di kamar."

"Ya maksud Aira seperti itu."

Suaranya melemah, bahkan seperti gumaman, matanya melirik gugup ke arahnya. Yang mengejutkannya, Almaira tersenyum. Senyum yang tulus. Begitu polosnya..

Senang rasanya, akhirnya kau kembali tersenyum seperti itu padaku Almaira..

"Kalau begitu, kamu tahu aku sedang marah kan?"

Masih dengan senyum lembutnya, Yaga membuka jam tangannya dengan bunyi denting saat dia melemparkannya ke atas meja. Kemudian, tanpa rasa malu dia bicara.

"Jadi lakukan yang terbaik. Agar aku bisa bermurah hati dan memaafkan mu."

Tatapan mata Yaga terus tertuju padanya, dingin dan tajam bagai pisau, tetapi suaranya begitu halus dan lembut hingga membuat Almaira rasanya seperti meleleh.

Seakan teringat oleh sesuatu, Almaira bergumam dengan ekspresi bingung di wajahnya.

"Ah begitu ya, sekarang Aira mengerti ke mana arah ini sebenarnya…"

Dengan keberaniannya, Almaira mengulurkan tangannya meraih kerah baju Yaga dan menariknya sedikit ke arahnya. Itu adalah gerakan yang murni naluriah.

Sementara Yaga dengan sukarela mencondongkan tubuhnya, membiarkan dirinya ditarik tanpa perlawanan.

Sambil mengangkat tangannya, Yaga mendekat, dengan mudah mencengkeram tengkuk Almaira yang ramping. Sebelum bibir mereka bertemu, dia memiringkan kepalanya, lalu bibir mereka saling menempel.

Dia yang tadi memegang tengkuknya hanya dengan satu tangan, sekarang dia mengangkat tangannya yang lain, yang tadi beristirahat di sakunya, dan melingkarkannya di pinggang Almaira, menariknya lebih dekat dan menekan tubuh bagian bawah mereka bersama-sama.

Mata Almaira melebar saat merasakan sensasi gairah laki-laki itu terhadapnya. Wajahnya yang tampan, dengan mata terpejam, memenuhi penglihatannya.

Pun tanpa sadar, Almaira berjinjit, melingkarkan lengannya di leher Yaga sambil memejamkan mata, bibirnya sedikit terbuka seperti anak burung yang menunggu makanan.

Akhirnya Yaga menggigit dan menghisap pelan bibir bawah Almaira yang kaku, dan saat bibirnya terbuka alami, dia mendorong lidahnya dalam-dalam.

Hmh, begitu Almaira mengerang dalam mulutnya, Yaga menangkup pipi mungilnya dan memiringkan kepalanya ke sisi yang berlawanan, Entah bagaimana itu rasanya nikmat.

Alisnya sedikit berkerut, tidak lama kemudian, dia dengan cepat mencengkeram segenggam rambut Almaira dan menghisap lidahnya seolah-olah berusaha mencabutnya dari akar-akarnya.

Tiba-tiba..

Ah! Erangan yang terdengar seperti jeritan keluar dari bibir Almaira, dia terlempar ke tempat tidur. Sama seperti tas Almaira yang direbut dan dilempar begitu saja.

Mata Almaira terbelalak saat dia merenungkan apa yang sedang terjadi. Pikiran yang tadinya berfungsi tiba-tiba kosong.

"K-kak Yaga, tu-tunggu sebentar. Ada yang aneh."

"Sudah ku bilang, aku tidak sabar Almaira. Jadi kurasa kamu tidak apa-apa."

"Tapi.. Aira tidak suka..."

Di belakang, Yaga menekan bagian tengkuknya dengan kuat, hingga Almaira rasanya tidak bisa menggerakkan kepalanya.

"Lalu, gaya seperti apa yang kamu mau? Hm?"

Suara ikat pinggang yang terlepas terdengar tajam di telinga. Mendengar itu, langsung Almaira menggelengkan kepalanya.

"A-ira tidak tahu, Kak Yaga lagi bicara apa?"

Suara gugup itu tampaknya membuat Yaga terdiam sejenak, namun dia segera mencengkeram pinggul Almaira, mengangkatnya lebih tinggi, dan dengan dingin membalas, "Tidak tahu ya? Kalau begitu biar ku tunjukkan Almaira. Gaya seperti apa yang ku maksud."

Tangan yang tadinya diam, bergerak ke ritsleting celana jins Almaira. Sebelum dia sempat bereaksi, dia merasakan celana jinsnya melorot dalam sekejap.

Udara dingin tiba-tiba menyentuh selangkangan saat kain celana itu melorot.

Wajah Almaira semakin pucat, seolah mengatakan padanya bahwa ciuman lembut yang baru saja diberikannya hanyalah mimpi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!