Kisah romantis seorang aktor yang arogan bersama sang asisten tomboynya.
Seringkali habiskan waktu bersama membuat keduanya saling menyembuhkan luka masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10. Sembunyi dari Mantan
Langit sore di kota kecil itu mulai berubah jingga ketika Allen turun dari ojek online dan melangkah ke halaman kontrakan. Udara lembab setelah hujan, aroma tanah bercampur wangi bunga melati dari taman kecil di depan. Ia menghela napas panjang, setelah seharian bersama Aldrich dan Liang, pikirannya terasa penuh sesak.
Begitu membuka pagar, sosok berambut hitam sebahu langsung muncul dari arah teras.
“Mas Allen! Akhirnya pulang juga!” seru Reikha ceria sambil melambaikan tangan.
Allen sedikit terkejut. “Reikha? Kamu belum pergi bimbel?”
Gadis itu menggeleng, lesung pipinya muncul saat tersenyum. “Libur hari ini! Jadi aku sempat buat sesuatu.” Ia mengangkat kotak kecil berwarna pastel dengan pita ungu di atasnya. “Ini, kue buatan aku sendiri.”
Allen menatap bingung. “Untuk aku?”
“Ya dong!” jawab Reikha cepat. “Mas Allen kelihatan capek akhir-akhir ini. Jadi kupikir, kue manis bisa bikin suasana hati Mas lebih baik.”
Allen tersenyum kaku, menerima kotak itu dengan dua tangan. “Terima kasih… tapi kamu gak perlu repot-repot gini.”
“Ah, gak repot kok!” Reikha menyandarkan tubuhnya di kusen pintu, matanya berbinar-binar. “Kupelajari dari channel Jepang, katanya cow, eh, orang yang capek kerja butuh gula biar semangat lagi.”
Allen nyaris tersedak dengan udara sendiri. “Orang yang capek kerja, ya?” ulangnya sambil tersenyum kikuk.
“Iya!” Reikha mengangguk mantap. “Coba deh langsung dicicip, aku pengen tahu enak atau gak.”
Allen tak bisa menolak tatapan penuh harap itu. Ia membuka kotak kue, isinya empat buah cupcake kecil berhiaskan krim lembut dan taburan cokelat. Aroma vanilanya menggoda.
“Lucu banget bentuknya,” ujar Allen jujur. “Kamu buat sendiri ini?”
Reikha menepuk dada bangga. “Iya dong! Aku bahkan ngaduk adonannya pake kocokan kue manual, bukan mixer. Lihat tuh, bentuk hatinya agak miring, tapi itu tanda tulus, tahu.”
Allen nyengir kecil. “Tanda tulus, ya?”
Reikha mengangguk cepat. “Iya! Nah, coba deh Mas sekarang makan satu.”
Allen ragu sejenak. Tapi demi tidak mengecewakan, ia mengambil satu cupcake dan menggigit pelan.
Krimnya agak terlalu manis, tapi teksturnya lembut.
“Gimana?” tanya Reikha dengan antusias, tubuhnya sedikit condong ke depan.
Allen menelan dengan hati-hati. “Enak. Manis, tapi pas… untuk cemilan sore.”
Reikha bersorak kecil, “Yay! Berarti eksperimenku berhasil dong!”
Allen tertawa kecil melihat reaksinya. Ada sesuatu yang tulus di wajah gadis itu, polos, lugu, tapi juga sedikit… terlalu dekat.
“Makasih ya, Reikha,” ucap Allen lembut. “Aku senang kamu perhatian.”
Reikha menunduk, pipinya sedikit memerah. “Hehe… kalo Mas Allen senang, aku juga senang kok.”
Allen tersenyum, mencoba mengalihkan pandangan. “Kamu memang rajin. Harusnya habis ini belajar, bukan malah bikin kue.”
Reikha menatapnya, bibirnya membentuk senyum tipis. “Aku bisa belajar nanti malam. Lagian, Mas kan juga orang yang spesial.”
Allen tersentak kecil. “Spesial?”
“Yap.” Gadis itu menatap lurus padanya, tak menunduk kali ini. “Soalnya, di kontrakan ini cuma kamu yang beda. Tenang, rapi, sopan. Gak kayak cowok lain yang suka godain cewek.”
Allen menelan ludah, mencoba menahan ekspresi paniknya.
“Ah… makasih, tapi aku cuma berusaha jaga sikap aja.”
“Dan itu keren,” bisik Reikha pelan. “Aku suka yang kayak gitu.”
Allen berdeham cepat, melirik jam di dinding. “Aduh, aku harus mandi dulu. Besok pagi harus berangkat ke luar kota, ada urusan kerja.”
Reikha memanyunkan bibir. “Serius? Ke luar kota?”
“Iya, cuma dua hari.”
Gadis itu mengangguk pelan, lalu tersenyum lagi. “Kalo gitu, aku bakal tambahin cupcake nya lagi buat di jalan. Biar Mas ingat aku.”
Allen tak bisa menahan tawa kecil. “Gak usah, Rei. Ini cukup kok.”
“hmm?”
“Eh, jangan salah faham dulu. Kan kamu bisa bagiin buat yang lain juga. Tante Anjani suka banget tuh pasti.”
"Ya udah, Mas. Kalo gitu nanti aku anterin buat Tante Anjani." Ucap Reikha kemudian ia pamit dan melambaikan tangan riang sebelum berbalik masuk ke kamarnya.
Allen memandangi kotak kecil di tangannya lama, lalu menghela napas panjang.
“Aku harus hati-hati,” gumamnya pelan. “Gadis itu terlalu peka.”
Ia menatap bayangannya di cermin kecil dekat pintu. Sekilas, ia melihat wajah Allen, bukan Alleandra. Tapi di balik semua itu, matanya sendiri seolah bertanya,
Berapa lama lagi kau bisa sembunyikan semuanya?
*
Namun sebelum Allen sempat beristirahat, terdengar suara gaduh dari luar, suara mesin mobil berhenti di depan kontrakan, lalu derap sepatu berat menghampiri.
“Permisi!” panggil seseorang dengan nada tegas.
Para penghuni kontrakan yang sedang duduk di teras langsung menoleh.
Seorang pria tinggi berjas hitam, dengan wajah tegas dan mata tajam menatap sekeliling sambil memegang sebuah foto.
“Saya mencari seseorang,” katanya sambil menunjukkan gambar itu.
Sang ibu kos, Tante Anjani, menghampiri dengan tatapan penasaran.
“Siapa yang Mas cari?”
“Tunangan saya,” jawab pria itu singkat. “Namanya Allea. Kalo ada yang tahu keberadaannya, saya kasih imbalan besar.”
Para penghuni kontrakan saling berpandangan, mulai berbisik-bisik. Salah satu di antara mereka, pemuda penghuni kamar tiga, mendekat dan memperhatikan foto itu.
“Hmm... kayaknya gue pernah liat, deh,” gumamnya, mengernyit.
“Di mana?” desak Carlos, menatapnya intens.
Pemuda itu garuk kepala. “Lupa, Mas... kayaknya di beauty center? Atau di warung sebelah, ya?”
Carlos menarik napas panjang, matanya menajam. “Kalo kamu ingat, kabari saya. Ini kartu nama saya.”
Sementara itu, di balik tirai kamar mungilnya, Allen menahan napas.
Jantungnya berdebar begitu keras hingga nyaris terdengar oleh siapa pun di luar. Ia mengintip dari celah jendela. Dan benar, sosok itu, Carlos, pria yang dulu pernah ia cintai sepenuh hati sekaligus juga ingin ia lupakan, berdiri tegap di depan kontrakan, wajahnya menyiratkan amarah dan pencarian yang tak kunjung padam.
“Allea... kamu di mana?” gumam Carlos lirih namun jelas terdengar oleh Allen yang kini menutup mulutnya, berusaha tidak bersuara.
Reikha secara tiba-tiba masuk lagi ke kamar Allen, ia yang kebingungan mendekat, “Mas Allen, ada apa? Siapa cowok itu di luar? Kayak nyari orang, ya?”
Allen cepat-cepat berbalik. “Gak... gak tahu. Mungkin salah alamat.”
“Tapi kenapa kamu keliatan pucat banget?”
“Aku cuma capek,” jawabnya cepat, lalu menunduk, berpura-pura sibuk merapikan tasnya.
Suara langkah kaki di luar makin menjauh, tapi detak jantung Allen tak kunjung tenang.
Ia tahu waktu untuk bersembunyi semakin sedikit.
Dan di kejauhan, Carlos menatap langit sore yang mulai memerah, menggenggam foto Allen erat-erat.
“Kalo aku gak bisa nemuin kamu, Allea... dunia ini terlalu kecil untuk kamu sembunyi selamanya.”
"Ya Tuhan... Aku mohon lindungilah aku... Aku gak mau ketemu dia lagi, apalagi harus kembali ke sisinya. Aku gak mau jadi bagian dari hidup pria hidung belang itu." Do'a Allen dalam hati.
Namun Allen berusaha terlihat tenang karen takut Reikha curiga padanya lagi dan bertanya yang tidak-tidak hingga membuat dirinya serba salah untuk mencari jawaban instan.
"Mas, entar malem kita ngebakso yok di depan." Ajak Reikha seketika membuyarkan kebisuan Allen.
.
YuKa/ 101025
aku traveling sama petrick deh ih ..masak cuma di gosok doang dah nyembur 🤣
Entah itu yang disebut cinta atau hanya simpati karena mereka menganggap mu seperti saudaranya sendiri..
Gitu loh Mas Aldrich.. 🤣🤣
makin penasaran aku jadinya
apakah Aldrich sdh tahu kebenarannya?
tapi dia pura-pura saja
berlagak tidak mengetahuinya
geregetan banget aku dibuatnya
semoga segera tiba waktunya
Aldrich membongkar penyamaran Allea
pasti kutunggu momennya
love love kak Yuka ❤❤❤
Terima kasih up nya🥰🥰🥰
tenang Len, awalnya hanya mimpi, tapi pelan tapi pasti akan jadi kenyataan
Untung aja Koko baik hati, setidaknya beban Allen sedikit ringan. Kalopun Aldrich tau semoga reaksinya kaya Koko.
Mulai seru nih.. lanjut Mak 💪😍