Kejadian yang tidak terduga, seorang agen rahasia yang baru menyelesaikan misi nya.
Namun dia dijebak oleh rekannya sendiri yang memang ingin menyingkirkan dirinya. Sehingga dia harus tidur bersama seorang pria asing.
Olivia namanya, sebagai agen rahasia yang selalu sukses dalam menjalankan misinya. Namun hal itu menimbulkan kecemburuan pada rekannya sendiri.
Sehingga Olivia harus melahirkan tiga anak kembar yang super jenius. Dan mereka pun mengasingkan diri di sebuah desa. Delapan tahun kemudian, mereka kembali ke kota.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran baca yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi semata. Tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Seluruh cerita di dalamnya hanya imajinasi penulisnya semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Bulan demi bulan pun berlalu. Kini kehamilan Olivia sudah mencapai 9 bulan. Olivia berusaha menyembunyikan kehamilannya. Namun akhirnya ketahuan juga.
Mia sempat khawatir dengan tanggapan penduduk desa. Tapi Mia bersyukur, karena Olivia tidak diusir oleh penduduk desa.
Walaupun ada beberapa warga yang mencibir dan mencemooh nya, namun Mia menjadi garda terdepan untuk membela nya.
"Desa ini jauh dari rumah sakit, jadi kamu terpaksa harus melahirkan di puskesmas," kata Mia pada Olivia.
"Tidak apa-apa Bu, yang penting anak-anak ku selamat," ujar Olivia.
Olivia tidak melakukan USG untuk bayinya. Tapi saat melakukan pemeriksaan, bidan desa mengatakan jika Olivia punya bayi kembar.
Mia selalu ada untuk membantu Olivia. Mia sudah menganggap Olivia seperti anaknya sendiri.
Bercerai dengan suaminya dan tidak memiliki anak membuatnya merasa terpuruk waktu lalu.
Namun Mia tetap tegar menjalani hidupnya dan kembali ke desa kelahirannya. Dan kehidupannya semakin membaik saat kehadiran Olivia.
Flashback ...
Olivia mengendarai mobilnya tanpa tujuan. Setelah memutuskan pergi dari rumah, Olivia bertekad akan menjauh selamanya.
Hingga Olivia sampai di desa ini pada pagi harinya. Olivia yang mengantuk saat menyetir pun tanpa sengaja menabrak pohon.
Dan kebetulan kejadian itu dilihat oleh Mia. Mia meminta bantuan warga untuk membopong Olivia ke rumahnya.
Sejak saat itu, Mia meminta izin kepada kepala desa untuk mengizinkan Olivia tinggal di rumahnya.
Flashback end ...
"Bu, terima kasih selama ini ibu sudah terlalu baik padaku," kata Olivia. "Aku sayang ibu seperti ibuku sendiri," tambahnya.
Mia mengangguk. Air matanya menetes jatuh ke pipinya. Mia tidak bisa berkata apa-apa, dia juga menyayangi Olivia dengan tulus.
Olivia juga ikut menangis, dia merasa terharu dan bahagia. Walaupun hidup di desa, tapi kehidupannya merasa tenang.
"Aaaah....! Olivia memekik merasakan perutnya sakit.
Mia seketika menjadi cemas. Mia segera membawa Olivia ke puskesmas. Mia menduga jika Olivia sudah saatnya melahirkan.
Dengan berjalan kaki keduanya menuju puskesmas yang berjarak sekitar tiga ratus meter dari rumah mereka.
"Bu, Bu bidan, Olivia!" Mia panik sambil memanggil bidan desa.
"Cepat Bu, bawa dia masuk," kata bidan desa.
Olivia di bawa ke sebuah ruangan untuk di periksa. Olivia terus merintih menahan rasa sakit. Sebentar hilang, sebentar lagi terasa sakit.
"Sabar ya Bu, baru pembukaan lima," kata Bu bidan.
Olivia mengangguk. Sementara Mia tetap setia disamping Olivia. Bahkan Mia dengan sabar mengusap keringat Olivia yang mulai bercucuran di keningnya.
Tiga jam berlalu, Olivia merasakan sakit yang luar biasa. Bu bidan pun kembali memeriksanya. Yang ternyata pembukaannya sudah lengkap.
Bu bidan meminta Olivia untuk mengikuti instruksi yang diberikannya. Olivia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Mia terlihat panik. Dia mondar-mandir tidak tenang. Sehingga Bu bidan pun memintanya untuk keluar terlebih dahulu.
"Bu Mia, jika ibu merasa takut sebaiknya keluar saja dulu," kata Bu bidan dengan nada lembut.
"Iya Bu bidan, aku memang takut melihatnya," ungkap Mia. Mia pun segera keluar dari ruangan itu.
Bu bidan dengan di bantu rekannya pun membantu proses kelahiran Olivia. Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis bayi pun terdengar.
"Selamat Bu Olivia, bayi pertama laki-laki," kata Bu bidan. Olivia hanya tersenyum dan mengangguk.
Tidak dipungkiri jika perasaannya begitu bahagia. Namun dia juga sedih karena bayinya harus lahir tanpa ayah.
"Sabar Bu, mungkin sudah takdir ibu seperti ini. Semoga suatu saat nanti ibu bertemu dengan ayah kandungnya," kata Bu bidan.
Penduduk desa mengetahui jika Olivia adalah korban pemerk**aan. Itu sebabnya penduduk desa merasa prihatin.
Walaupun ada beberapa orang yang tidak percaya dengan cerita itu. Tapi Olivia tidak masalah, yang penting dia tidak diusir dari desa ini.
Setengah jam kemudian, lahir lagi bayi kedua yang juga berjenis kelamin laki-laki. Bu bidan merasa takjub melihat bayi-bayi Olivia yang terlihat begitu tampan.
Meskipun baru lahir, namun ketampanan wajahnya sudah terlihat. Dan lima belas menit kemudian lahir lagi bayi ketiga.
"Selamat Bu Olivia, bayinya kembar tiga dan semuanya laki-laki," kata Bu bidan.
"Terima kasih Bu bidan," ucap Olivia dengan tersenyum.
Mia bergegas masuk setelah Olivia selamat melahirkan. Mia dengan senyum lebarnya, namun air matanya menetes saking bahagianya.
"Bagaimana keadaanmu Nak?" tanyanya.
"Baik Bu, semuanya selamat," jawab Olivia.
Mia tertegun melihat tiga bayi kembar laki-laki yang begitu tampan. Mia menoleh ke Olivia, kemudian kembali mengamati ketiga bayi itu.
"Tidak ada miripnya sama sekali dengan kamu Nak," kata Mia jujur.
"Mungkin mirip dengan ayahnya. Pasti ayahnya sangat tampan," sela Bu bidan.
"Aku juga tidak tahu wajah pria itu, karena waktu itu suasananya gelap," ujar Olivia.
Olivia bertekad akan merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Kemudian datang pemuka agama untuk mengadzani ketiga bayi-bayi itu.
Sementara di tempat Dewa ...
Dewa duduk termenung, ia menghitung dari hari kejadian waktu itu. Kemudian ia memperkirakan jika anak-anaknya pasti sudah lahir.
"Sampai sekarang aku tidak bisa menemukan wanita itu. Mengikut perkiraan ku, wanita itu pasti sudah melahirkan," gumam Dewa.
Tok ... tok ... tok. Pintu ruangannya di ketuk. Jerry pun masuk dan melihat Dewa sedang termenung.
"Tuan, ada misi malam ini," kata Jerry.
Namun Dewa tidak bergeming sama sekali. Jerry heran, karena beberapa bulan ini tuan nya seperti kehilangan semangat.
Bahkan sudah sering kali Jerry maupun Josua memergoki tuannya sedang melamun.
"Tuan, ada apa?" tanya Jerry. "Tuan, Tuan!" Jerry terus memanggil hingga akhirnya Dewa pun tersadar.
"Apa?" tanyanya dingin.
"Nanti malam ada misi," jawab Jerry.
"Aku mau berhenti, minta yang lain saja," kata Dewa.
"Tapi Tuan, misi tentang permata merah darah. Jika berhasil kita mendapatkan 50 miliar," kata Jerry.
"Aku tidak tertarik, aku mau pensiun dan hanya fokus pada perusahaan," kata Dewa.
Jerry tidak mengerti, biasanya tuannya paling suka kalau ada misi seperti itu. Tapi sekarang malah menolak dan mengatakan tidak tertarik.
"Ada apa dengan tuan Dewa?" gumam Jerry setelah keluar dari ruangan Dewa.
"Kenapa? Kamu seperti ngedumel sendiri?" tanya Josua.
"Huft.... Biasa, tuan Dewa menolak misi kali ini. Katanya mau pensiun dari pekerjaannya sebagai agen rahasia," jawab Jerry.
"Apa tuan Dewa ada masalah? Bulan-bulan terakhir ini aku melihat tuan Dewa sering melamun," ujar Josua.
"Entahlah, tuan Dewa orangnya tertutup. Bahkan jika ada masalah pribadi, dia tidak akan bercerita," kata Jerry.
Josua hanya terdiam, kemudian kembali masuk ke ruangannya. Jerry pun ikut masuk ke dalam ruangannya.
Sedangkan Dewa kembali merenung tentang wanita malam itu. Dewa bangun dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam ruangan pribadinya.
Dewa merebahkan tubuhnya di ranjang. Perlahan matanya terpejam dan dalam sekejap ia pun terlelap.
"Papa, papa, papa...!" Suara tiga anak kecil memanggilnya.
Dewa menoleh ke segala arah, namun ia tidak menemukan siapa-siapa. Suara anak kecil kembali memanggilnya. Namun, lagi, lagi Dewa tidak menemukan siapa-siapa.
"Siapa kalian? Keluarlah dan jangan bersembunyi!"
"Cini papa." Seorang anak laki-laki melambaikan tangannya ke Dewa. Dewa tertegun melihatnya.
"Pa cini." Satu lagi memanggil Dewa dari arah belakang. Dewa kembali tertegun melihat anak laki-laki itu.
Dewa menoleh ke depan, kemudian ke belakang. Terlihat anak itu sangat mirip dengan dirinya.
"Pa cini." Ada lagi anak kecil yang datang dari sebelah kanan yang juga memanggilnya.
Dewa kembali tertegun melihat ketiga anak itu. Namun saat Dewa hendak menghampiri salah satu dari mereka, anak kecil itupun menghilang.
"Tunggu...!" Dewa memekik lalu terbangun dari tidurnya.
"Ternyata cuma mimpi. Tapi wajah anak itu sangat mirip dengan ku," batin Dewa.
Dewa bangkit dari pembaringan nya. Berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Mimpi yang baru saja dialaminya kembali mengusik ketenangannya.