"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Malam itu apartemen Liora terasa hangat. Lampu kuning redup, aroma masakan yang masih tersisa dari makan malam memenuhi ruangan. Liora duduk di sofa, tangannya sibuk memainkan remote televisi, tapi pikirannya melayang entah kemana.
Sejak sore, ia menunggu kalau-kalau Elvara akan membicarakan tentang Daichi. Namun hingga malam menjelang, tidak ada sepatah kata pun. Itu berarti Daichi benar-benar belum memberi tahu adiknya soal kepulangannya.
Rasa penasaran akhirnya mendorong Liora membuka suara. “Var, sebenarnya… pekerjaan Kak Daichi di Italia itu apa, sih?”
Mata Elvara langsung berbinar. Seperti biasa, kalau sudah menyangkut kakaknya, ia berubah jadi penggemar nomor satu. “Oh! Kak Daichi itu kerja di perusahaan ekspor-impor besar. Aku lupa nama perusahaannya, tapi dia sering cerita kalau harus keliling Eropa buat urusan bisnis. Makanya dia jarang pulang, sibuk banget.”
Liora terdiam. Senyum tipisnya tidak bisa menyamarkan gejolak di dalam hati. Ekspor-impor? Itu jelas kebohongan. Aku sendiri sudah melihat sisi gelapnya. Darah di tangannya… caranya menyusup ke kamar… tidak mungkin itu sekadar urusan bisnis.
Sebelum sempat menanggapi, ponsel Elvara berdering di meja. Nada dering ceria itu langsung membuat gadis mungil itu bersorak kegirangan.
“Kak Daichi!” serunya riang, lalu tanpa ragu menekan tombol hijau. “Halo, Kak! Oh, jadi kamu sudah pulang?! Ya ampun, kenapa nggak bilang dari tadi?!”
Liora merasa dadanya sesak. Jadi Daichi benar-benar sudah menghubungi Elvara sekarang, seolah-olah semua normal.
“Apa?!” Elvara tiba-tiba bangkit, wajahnya penuh semangat. “Iya, iya! Aku ke sana sekarang! Ah, Kak, tunggu ya!”
Dengan semangat berlebihan, ia langsung menarik tangan Liora. “Ayo! Kita ketemu Kak Daichi sekarang. Dia sudah pulang, Lio! Aku nggak sabar banget!”
Liora sontak menahan langkah, jantungnya berdentum keras. “Eh, Var… aku capek. Mungkin besok saja, ya?”
“Tapi, Lio… please. Aku nggak mau sendirian. Sekali ini saja, temani aku, ya?” Mata Elvara berkilau, penuh antusiasme dan harapan. " Kau tahu nggak? Kak Daichi berhasil membeli lagi rumahku yang dulu di lelang bank!"
Liora menggigit bibirnya. Rasa takut dan enggan menghantam dirinya. Namun bagaimana bisa ia menolak saat sahabatnya begitu bahagia?
Akhirnya ia mengangguk pelan, meski ada getaran di suaranya. “Baiklah… aku ikut.”
Elvara menjerit kecil kegirangan, memeluk Liora erat. “Yes! Aku tahu kamu sahabat terbaikku!”
Sementara itu, Liora hanya bisa menunduk, menahan gejolak. Astaga… aku harus berhadapan lagi dengannya. Dan kali ini, di depan Elvara. Bagaimana aku bisa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?
Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah di pusat kota. Pilar-pilarnya kokoh, cat putihnya memantulkan cahaya lampu jalan. Bagi Liora, bangunan itu hanya tampak megah. Tapi bagi Elvara, rumah ini adalah segalanya.
Begitu roda melewati gerbang, mata Elvara sudah berkaca-kaca. Dan saat mobil benar-benar berhenti, tangisnya pecah. “Tiga tahun, Lio… akhirnya aku bisa balik lagi ke rumah ini. Rumah tempat aku lahir, rumah tempat semua kenangan aku dan Kak Daichi…”
Liora hanya bisa menatap, ikut terhanyut oleh emosi sahabatnya. Jadi ini rumah masa kecil mereka. Tak heran Elvara sangat emosional.
Sosok tinggi sudah berdiri menunggu di teras. Dengan kemeja putih bersih dan celana panjang krem, auranya berbeda jauh dari bayangan Liora tentang lelaki berlumur darah. Senyum itu… lembut, nyaris malaikat.
“Kak Daichi…” suara Elvara pecah. Ia berlari, langsung melompat memeluk kakaknya erat. Tangisnya pecah semakin keras, tubuh mungilnya bergetar. “Aku nggak percaya, Kak. Kita bisa kembali lagi ke sini…”
"Iya, mulai sekarang kamu bisa tinggal lagi di sini. "
Daichi mengusap rambut adiknya dengan penuh kesabaran. Senyumnya hangat, matanya teduh. Pemandangan itu membuat Liora tercekat. Apa aku sedang berhalusinasi? Lelaki yang aku lihat kemarin… dingin, brutal. Tapi sekarang… dia benar-benar terlihat seperti sosok kakak ideal yang selalu diceritakan Elvara.
Tak lama, tatapan hitam itu beralih. Tepat menembus Liora yang berdiri kaku di samping mobil. Senyumnya masih terjaga, tapi sorot matanya seolah membawa pesan lain yang hanya ditujukan pada gadis itu.
“Apakah dia temanmu yang bernama Liora?” tanya Daichi ringan pada adiknya, seolah baru pertama kali mendengar nama itu.
“Iya, Kak!” Elvara segera meraih tangan Liora, menariknya mendekat. “Ini sahabatku, Liora. Dia yang selama ini nemenin aku di apartemen. Aku sering cerita, kan? Akhirnya kamu bisa ketemu langsung.”
Liora memaksa tersenyum. “Senang bertemu denganmu, Kak Daichi.” Suaranya terdengar normal, tapi jantungnya berdegup kencang.
Daichi mengangguk sopan, masih tersenyum kalem. “Aku juga. Terima kasih sudah menjaga adikku selama ini.”
"Cih, pandai juga bersandiwara."
Seolah tidak ada yang aneh. Seolah pertemuan mereka semalam—ciuman, ancaman, bahkan darah di tangannya—tidak pernah ada.
Liora menunduk, menyembunyikan wajahnya. Dia benar-benar bisa berubah seolah punya dua wajah. Malaikat bagi Elvara… iblis baginya.
"Kak, soal dulu Elvara salam kirim pesan. Kamu tidak mempermasalahkan nya bukan? Elvara canggung bertemu denganmu gara-gara itu," sela Elvara tiba-tiba.
Sontak saja Liora memerah wajahnya, bisa-bisanya Elvara kembali mengingatkan itu.
"Tidak apa-apa," jawab Daichi tersenyum manis. " Yuk masuk, aku sudah memasakkan makanan untuk kalian," timpalnya.
"Hore! Aku sudah kangen banget sama masakan Kak Daichi!" Pekik Elvara antusias.
Meja makan malam itu tersaji rapi. Aroma masakan rumahan yang kaya bumbu memenuhi ruang makan.
Suapan pertama membuat matanya terbelalak. Dagingnya lembut, bumbunya meresap, bahkan nasi hangat itu berpadu sempurna dengan kuah gurih.
Ini gila. Aku selalu yakin masakan Elvara yang paling enak. Kalau saja aku tidak melihat sisi gelap Kak Daichi bisa jadi aku langsung jatuh cinta padanya.
Elvara terkikik, puas dengan ekspresi sahabatnya. “Tuh kan, aku nggak bohong. Kak Daichi memang jago banget masak. Bahkan dulu, Mama lebih sering minta Kak Daichi yang turun tangan kalau ada acara keluarga.”
Daichi hanya tersenyum kecil, tangannya luwes merapikan piring adiknya. Sekilas, sosok itu terlihat seperti kakak ideal yang hanya ingin membahagiakan keluarga. Tapi Liora tahu… di balik wajah tenang itu tersimpan sisi mengerikan yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Usai makan, suasana hangat perlahan mereda. Daichi menatap adiknya serius. “El, mulai malam ini kamu tinggal di rumah ini. Sudah saatnya kita kembali, ini rumah kita. Apalagi…” ia menunduk sesaat sebelum melanjutkan, “sebulan lagi aku harus kembali ke Italia.”
Air mata Elvara nyaris jatuh lagi, tapi ia tersenyum sambil mengangguk. “Iya, Kak. Aku ngerti.”
Liora yang duduk di samping hanya bisa menggenggam sendok erat. Ada sesak yang merayap di dadanya. Sebulan. Artinya aku harus berpisah juga. Selama ini, meski hatinya benci dan takut, keberadaan Daichi seperti magnet yang sulit diabaikan. Kini, hanya sebulan lagi.
Elvara menoleh, meraih tangan Liora dengan hangat. “Hei, jangan sedih. Kita kan masih bisa ketemu di kampus. Kalau malam juga bisa main bareng. Jadi nggak ada yang berubah, oke?”
Liora memaksa tersenyum, padahal pikirannya masih penuh bayangan wajah dingin Daichi semalam. “Iya… aku tahu.”
Daichi, di ujung meja, hanya memperhatikan mereka. Senyumnya tipis, sorot matanya sulit ditebak. Seolah ada sesuatu yang hanya ia dan Liora pahami—sebuah rahasia gelap yang tak boleh terungkap di hadapan Elvara.
semoga sehat selalu
gemes deh bacanya