Alya terpaksa menggantikan Putri yang menghilang di hari pernikahan nya dengan putra dari konglomerat keluarga besar Danayaksa. Pebisnis yang di segani di dunia bisnis. Pernikahan yang mengantarkan Alya ke dalam Lika - liku kehidupan sebenarnya. Mulai dari kesepakatan untuk bertahan dalam pernikahan mereka, wanita yang ada di masa lalu suami nya, hingga keluarga Devan yang tidak bisa menerima Alya sebagai istri Devan. Mampukah Alya melewatinya? Dengan besarnya rasa cinta dari Devan yang menguatkan Alya untuk bertahan mengarungi semua rintangan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Bersalah
*****
" Shit... Devan... Dia menjaga apa yang seharusnya dia jaga. Betapa bejat nya aku melakukannya dengan kasar dan tanpa kelemahlembutan."
Devan menggumam dengan sesal yang semakin menyesakkan. Dia menjambak rambut nya frustasi. Air mata Alya dan jeritan sakit nya kini memenuhi ingatan Devan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Devan langsung beranjak dari kamar Alya dan berpikir jika Alya pasti di dapur.
Namun saat dia ke dapur, dia tidak menemukan apapun. Dia memanggil - manggil Alya dengan perasaan yang resah.
" Alya ..." Panggil Devan.
Hening tidak ada jawaban.
" Alya... Alya..." Panggil Devan lagi.
Tetap tidak ada jawaban dan sahutan dari Alya.
Devan mencoba menghubungi nomor Alya, namun nomor ponsel wanita itu tidak aktif.
" Kamu di mana Alya?" Gumam Devan frustasi.
Mulai timbul kepanikan dalam diri Devan. Berpikir jika Alya telah pergi meninggalkannya setelah apa yang dia lakukan.
Dengan kepanikan yang semakin membelenggunya, Devan meraih kunci mobil nya dan berusaha untuk menuju apartemen Alya. Mungkin saja wanita itu di sana dan menangisi apa yang telah terjadi pada nya semalam.
*
*
*
Ternyata Devan pun tidak mendapati Alya di apartemen lamanya. Tangan nya gemetar, ketakutan itu semakin mencekiknya. Dia tidak ingin kehilangan Alya. Harus memperbaiki kesalahannya.
Devan pun memilih pergi ke kantor wanita itu sebagai satu - satunya harapan petunjuk atas keberadaan Alya.
Sebenarnya Devan tidak tahu jika gedung perkantoran itu memang milik perusahaan Alya keseluruhan atau perusahaan Alya hanya menyewa beberapa lantai.
Devan akhirnyanya memilih menuju resepsionis di lobby dan menanyakan perusahaan wanita itu.
" Selamat pagi."
" Selamat pagi Pak. Ada yang bisa saya bantu."
" Ya, Saya sedang mencari karyawan dari Aksara Pradiksa."
" Oh, jadi bapak mencari karyawan dari Aksara Pradiksa? Sebentar ya, saya hubungkan dengan hr-nya. Biasanya beliau akan menjemput tamu ke sini."
Devan hanya mengangguk dengan hati yang masih khawatir. Terus mengumpat diri nya sendiri yang menjadi pria brengs*k untuk istri nya.
Cukup lama dia menunggu, hingga seseorang datang menghampirinya dan memperkenalkan diri nya.
" Selamat pagi Pak. Ada yang bisa saya bantu? Saya Indira, HR Aksara Pradiksa."
" Saya ingin tahu apakah ibu Alya Nadira datang ke kantor hari ini?" Tanya Devan seperti pernah mendengar nama wanita di depan nya itu, namun dia tidak yakin.
" Ibu Alya ya? Boleh saya tahu, Anda siapa beliau?"
" Saya suami nya."
Tatapan Indira sedikit terkejut mendengar itu. Dia sedang berhadapan dengan suami dari sahabat nya.
" Ada apa dengan mereka? Apa mereka sedang bertengkar sehingga Alya tidak memberitahukan kepergiannya?" Bathin Indira.
Namun, sebelum sempat menjawab, ponsel Devan berdenting. Sebuah pesan masuk dari wanita yang sejak tadi memenuhi hati dan pikirannya.
( Mas, aku hari ini ada dinas ke Semarang dan Surabaya. Mungkin baru tiba di Jakarta malam. Aku ingin mengatakannya padamu sejak kemarin tapi kamu seperti tidak dalam kondisi mood yang baik.) Isi pesan dari Alya.
" Terima kasih Bu Indira. Saya sudah mendapatkan jawabannya. Saya permisi." Pamit Devan lalu meninggalkan Indira.
Devan tergesa meninggalkan gedung. Dia pun berusaha menghubungi nomor Alya, namun nomor wanita itu sudah kembali berubah menjadi tidak aktif. Jantung Devan masih bertalu dengan keras.
Alya masih mengiriminya pesan mengabarkan keadaannya, padahal Devan yakin hati wanita itu sedang hancur karena diri nya. Wanita itu masih mengingat posisi nya sebagai seorang istri yang harus mengabari suami nya di mana pun dan kapan pun walau keadaan hati nya sedang hancur.
Memikirkan itu membuat Devan meringis dan meremas dadanya terasa sakit.
( Alya... Aku minta maaf tentang semalam. Kita perlu bicara.)
( Aku jemput kamu di bandara nanti.)
( Kamu landing jam berapa?)
( Hati-hati Alya. Aku menunggu kamu.)
Kehampaan kembali menyelimuti Devan. Pria itu membenturkan kepalanya ke setir mobil sambil mengumpati diri nya sendiri atas apa yang dia lakukan.
" Bodoh kamu Devan. Kamu sangat bodoh. Kamu tidak bisa mengendalikan emosi kamu hingga melukainya." Umpat Devan pada diri nya dengan sesak yang begitu menyiksanya.
Dia butuh melihat Alya. Berbicara dengan wanita itu dan memastikan wanita itu baik - baik saja.
Wanita itu entah pergi jam berapa. Padahal semalam dia pulang jam 11.00 lalu melakukan hal itu pada Alya dan Alya harus bekerja dengan memiliki perjalanan dinas ke dua kota. Pasti sangat melelahkan untuk wanita itu secara emosi dan juga fisik.
Bagaimanapun itu adalah yang pertama untuk Alya. Dan Devan melakukan kesalahan sangat fatal. Rasanya dia ingin segera merengkuh Alya dan memohon ampun. Dia tidak ingin kehilangan wanita itu.
( Alya... Aku stand by di bandara jam 06.00 sore ya. Kabari aku jika kamu sudah sampai.)
( Tolong balas pesan aku, Alya.)
Devan terus saja mengirimkan pesan kepada Alya. Namun tidak satupun pesan dari Devan yang Alya balas.
Devan langsung menegakkan badannya saat pesan-pesan yang sejak tadi pagi dia kirim, telah di baca oleh istri nya. Dan kini istri nya itu sedang mengetik balasan.
Rasanya Devan tidak pernah segugup ini menunggu balasan pesan seseorang. Perutnya terasa mulas dengan helan nafas yang berat. Alya benar - benar sudah mengguncang dunia nya.
( Aku landing jam 10.00 malam, mas. Tidak perlu menjemput. Ada jemputan dari kantor yang akan mengantarku.)
Balasan dari Alya membuat Devan meringis. Kemungkinan wanita itu menghindarinya atau merasa tidak enak merepotkannya karena sifatnya selama ini Devan tahu.
( Pulang denganku saja ya. Aku akan menunggu di bandara. Di terminal kedatangan 3.)
( Besok juga weekend. Aku ingin menjemputmu. Aku akan datang sebelum kamu landing. Jangan pulang dengan sopir ya. Pulang dengan ku saja.)
Setelah membaca pesan terakhir dari Devan, Alya pun segera membalasnya.
( Baik lah.)
Balasan dari Alya menambah kehampaan hati nya. Alya membalasnya sangat singkat. Dan Devan tidak bisa merasakan keramahan yang selama ini menyentuh hati nya. Dia tidak tahu bagaimana keadaan dan perasaan Alya atas apa yang terjadi semalam.
*
*
*
Devan sudah tiba di bandara sejak jam 08.00. menunggu dengan hati yang gelisah dan sesekali mengecek ponsel nya. Devan berharap ada pesan dari Alya yang sangat di nantikan oleh nya.
Alya tidak memberitahukan dia menggunakan pesawat apa dan tepat nya landing jam berapa. Sehingga saat jam istirahat siang, dia kembali ke kantor wanita itu untuk bertemu dengan Indira dan meminta jadwal penerbangan Alya.
Menunggu dengan hati yang terus gelisah dan rasa bersalah itu membuat Devan rasa nya tersiksa. Dia terus menatap jauh pada pintu kedatangan domestik, berharap bisa segera melihat Alya. Detik demi detik yang berlalu terasa begitu lambat.
tetep semangat nulis thor 💪
lanjut Thor...