Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Lidah Mertua
Nabila begitu senang. Ia meletakkan baby Enzo di ranjang besar dan mulai memakaikannya pakaian dalam gegas. "Eh, letakkan saja di kasur. Nanti aku buka."
Mei meletakkannya sesuai permintaan Nabila, kemudian keluar.
Selesai memakaikan Enzo pakaian, Nabila segera mengitari ranjang untuk mendatangi paketnya. Dengan rasa penasaran ia membuka paket itu satu-persatu. "Ini kerudung ...." Ia membuka paket pertama yang berisi beberapa kerudung segi empat dengan beda warna. "Ini baju atasan ...." Sebuah pakaian ia keluarkan dari bungkusnya, dan beberapa yang lainnya. "Wah, aku coba, ah!"
Enzo yang terdiam dari tadi, matanya terus mengawasi Nabila. Wanita itu melepas kerudung lalu kemudian pakaiannya. Segera ia memakai baju yang telah ia pilih sekalian kerudungnya yang kebetulan berwarna senada. "Bagaimana, dedek Enzo? Bagus gak, Mbak pake ini?" Ia membungkuk menatap Enzo yang terbaring di ranjang. Nabila menegakkan punggung dan berputar di hadapan bayi itu. "Bagus ya?" Ia menatap Enzo dengan senyum lebar.
Tiba-tiba pintu terbuka. Hextor menatap Nabila yang telah berganti pakaian. "Ah, syukurlah, kamu telah ganti pakaian. Cepat ke bawah, bantu aku!"
Nabila terkejut. "Eh, Saya!? Saya bisa bantu apa, Pak?"
"Tolong bawa baby Enzo ke bawah. Ada mertuaku datang." Hextor tampak gelisah. Mengusap belakang kepalanya sambil melihat sekeliling. Ia melihat ranjang besar berantakan dengan paket dan plastik di mana-mana di samping Enzo. "Kenapa tempat tidur jadi berantakan begini?" Ia terperangah.
Nabila terkejut. Ia tahu, Hextor tak suka kamar Enzo berantakan. Cepat-cepat Nabila memunguti plastik bekas bungkus pakaian yang bertebaran dari atas ranjang. "Oh, maaf, Pak. Iya, Saya bersihkan."
"Eh, tidak apa-apa. Sudah, tinggalkan saja. Yang penting, kamu ke bawah sekarang! Bawa Enzo karena neneknya ingin bertemu!" ucap Hextor dengan suara tegas.
"Maaf, Pak." Nabila tampak panik dan terpaksa melepaskan plastik-plastik itu, lalu bergegas mengambil Enzo dalam pelukan. Hextor membukakan pintu lebih lebar hingga Nabila bisa lewat dengan mudahnya. Keduanya menuruni tangga secara beriringan, dan Hextor tampak berusaha relaks walau hatinya berdebar tak karuan.
Di lantai satu, tampak sepasang suami istri paruh baya tengah menanti keduanya turun. Yang pria tampak wajahnya seperti orang Indonesia asli, sedang yang wanita, bule dengan rambut pirang hingga Nabila akhirnya tahu, dari mana rambut pirang Enzo berasal.
"Ini baby Enzo sudah lebih besar sekarang," sahut Hextor pada orang tua Helena.
Awalnya, orang tua Helena memperhatikan Nabila karena berkerudung, tapi kemudian memperhatikan baby Enzo dalam gendongan Nabila.
Ibu Helena mengulurkan tangan. Sempat Nabila menoleh pada Hextor di mana pria itu mengangguk hingga Nabila berani melepaskan. Bayi itu tentu saja memperhatikan neneknya yang sudah pernah ia lihat.
"Oh ... Enzo. Malang benar nasibmu. Ibumu telah pergi mendahuluimu." Wajah sedih ibu Helena terlihat.
Ayah Helena tampak ikut terhanyut. Bagaimana tidak? Anak perempuan kesayangannya kini telah tiada. Melihat bayi itu, membuat air matanya kembali berlinang. Cepat-cepat ia menghapusnya sebelum mencapai pipi.
"Eh, sebentar. Aku ganti baju dulu." Hextor pamit, karena ia masih memakai piyama. Tentu saja, sebab kedua orang tua Helena terlalu pagi datang ke kediamannya. Entah apa maksud mereka datang pagi-pagi sekali dengan drama tangisan. Padahal mereka sudah bertemu kemarin di tempat pemakaman. Karena itu, ia harus bersiap dengan apa yang akan mereka utarakan, sebab ibu Helena sering tiba-tiba menuntutnya dengan hal-hal yang memusingkan kepala.
Ibu Helena menyerahkan kembali Enzo pada Nabila sebab sudut matanya mulai tergenang. Nabila mengambilnya dan Ibu Helena mulai menghapus sudut matanya dengan tisu yang ia bawa.
"Eh, ibu, bapak silakan duduk dulu," ucap Nabila dengan sopan.
"Terima kasih," ujar ayah Helena dan keduanya duduk.
Nabila duduk berseberangan dengan mereka berdua.
"Untung ada kamu, kalau tidak, mungkin Hextor akan kelimpungan karena Helena tidak mengajari baby Enzo minum sussu botol."
"Alhamdulillah, kebetulan Saya bisa," ucap Nabila merendah.
Ibu Helena bisa melihat, bayi Enzo terlihat akrab dengan Nabila. Padahal Nabila berkerudung. Kalau saja ingin memisahkannya dari Nabila, rasanya tidak mungkin karena Enzo tidak bisa sussu botol. Kalau mencari ibu sussu lainnya, apa bisa? Apa cocok? Mungkin butuh waktu lama untuk menemukan yang cocok. Apalagi, sulit mencari ibu sussu karena ini tidak umum. "Padahal Enzo baru bertemu denganmu. Sungguh aneh." Ia memandangi Nabila dengan wajah heran.
"Itu pun Saya hampir gak percaya. Kalau tidak, mungkin Saya tidak mendapatkan pekerjaan ini," sahut Nabila dengan senyum kecilnya.
"Tapi wanita ini sopan. Sangat mungkin mempekerjakannya dalam jangka panjang. Cara bicaranya pun sepertinya bukan orang biasa. Seperti orang yang berpendidikan. Hanya dia tidak berdandan saja." Batin ibu Helena memperhatikan wajah Nabila. "Jadi, gajimu berapa?"
"Apa? Gaji?" Nabila terkejut. Ia baru menyadari, ia tidak tahu digaji berapa oleh Hextor. "Maaf, tapi aku tidak tahu."
"Masa tidak tahu. Aneh!" Ibu Helena mengerut dahi, curiga.
"Iya, benar, Bu. Saya tidak tahu, karena waktu itu ...."
"Aku menggajinya tiga juta per bulan. Kenapa?" Hextor datang sambil merapikan kemeja putihnya. Tangan bajunya yang panjang, ia lipat hingga dekat siku.
"Oh, Hextor. Aku tahu kamu sibuk. Alangkah baiknya kamu menyerahkan saja hak asuh Enzo padaku."
Hextor mengerut dahi. Ia berdiri di hadapan ibu mertuanya. "Maaf, Bu, tapi bukankah ibu juga sibuk dengan segala arisan sampai ke luar negeri? Aku hanya pergi bekerja sebentar. Itu juga takkan sampai setiap hari. Jadi, biarkan saja Enzo tinggal di rumahnya sendiri." Hextor kemudian duduk di samping Nabila.
"Tapi, Hextor ...."
"Enzo masih punya orang tua," jawab Hextor tegas. Pandangannya tajam pada ibu mertua. Ia kesal, tapi ia tidak bisa melampiaskannya karena wanita itu adalah ibu Helena. Wanita itu dulu pernah memintanya pindah agama, tapi pada akhirnya, Helena dan dirinya menikah dengan tetap menganut agama masing-masing. "Dan aku amat peduli pada Enzo. Walaupun Enzo punya ibu sussu, tapi aku tetap akan memperhatikan segala kebutuhannya."
"Bagaimana kalau suatu hari kamu menikah?"
Hextor terkejut. Terlihat dari bola matanya yang melebar lalu memejamkan mata sejenak sambil menghela napas panjang. "Aku baru saja kehilangan istriku yaitu putrimu. Kenapa kamu tega bicara itu sekarang?"
"Tapi laki-laki ...," ucapan ibu Helena terhenti ketika tangan suaminya menyentuh lengannya. Ia menoleh. "Ayah, ini ...."
"Sudahlah ... dia benar. Enzo masih punya orang tua dan tidak mentelantarkannya."
"Tapi aku tak bisa. Mungkin sekarang dia peduli. Bagaimana kalau dia menikah lagi. Pasti Enzo ...."
"Kamu berpikir, seolah-olah AKU YANG MENGKHIANATINYA! BAGAIMANA KALAU SEBALIKNYA!?" Saking geramnya, Hextor bicara keras hingga urat-urat dilehernya menonjol. Wajahnya pun memerah karena marah.
"Apa!?" Kedua wajah orang tua Helena tampak syok.
Begitu juga Nabila. Nabila yang mendengar pertengkaran mereka, jadi ikut kaget. "Istrinya mengkhianatinya? Maksudnya selingkuh, gitu? Jadi, sebenarnya apa yang terjadi?"
Namun, tiba-tiba Enzo gelisah. Ia mulai merengek.
Hextor melirik Nabila. "Kamu kembalilah ke kamar. Kerjakan tugasmu." Suara berat pria itu terdengar.
"Eh, iya." Dengan sedikit membungkuk, Nabila pamit melewati Hextor, sedang pria itu masih menghadapi kedua mertuanya.
"Hextor, jangan sembarangan menuduh! Fitnah itu namanya! Bukankah Helena sudah menyerahkan hidupnya untukmu!" sanggah ibu Helena tak mau kalah.
"Lalu, bagaimana caranya ibu menerangkan kepergiannya, di saat Enzo masih butuh menyussui, bahkan tanpa bilang apa pun padaku?"
Bersambung ....
😀😀😀❤❤❤😘😍😙
😍😙😗😗❤❤❤
ngeriiiu...
😘😍😍😙😗❤❤❤❤❤
satang Enzo tapi salah strategi..
😀😀❤❤😘😍😙
😀😀😀❤❤😘😍😙😙
❤❤❤😘😙😗😗
❤❤❤😘😍😙😙
jangn2 lani naruh serbuk gatal do pakaian Enzo..
untung Hextor tau lani melakukan sesuatu di lwmari anknya ..
jadi gak bisa nuduh nabila..
😀😀❤❤❤😍😙😗
❤❤😍😙😗
karena dia ingin hextir jadi miliknya...
😀😀😘😍😙😗❤❤❤😡