NovelToon NovelToon
GELAP

GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa / Bad Boy / Gangster / Office Romance / Chicklit
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: @nyamm_113

Masa putih abu-abu mereka bukan tetang pelajaran, tapi tentang luka yang tak pernah sembuh.


Syla tidak pernah meminta untuk menjadi pusat perhatian apa lagi perhatian yang menyakitkan. Di sekolah, ia adalah bayangan. Namun, di mata Anhar, ketua geng yang ditakuti di luar sekolah dan ditakdirkan untuk memimpin, Syla bukan bayangan. Ia adalah pelampiasan, sasaran mainan.


Setiap hari adalah penderitaan. Setiap tatapan Anhar, setiap tawa sahabat-sahabatnya adalah duri yang tertanam dalam. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika Anhar mulai merasa gelisah saat Syla tak ada. Ada ruang kosong yang tak bisa ia pahami. Dan kebencian itu perlahan berubah bentuk.


Syla ingin bebas. Anhar tak ingin melepaskan.


Ini tentang kisah cinta yang rumit, ini kisah tentang batas antara rasa dan luka, tentang pengakuan yang datang terlambat, tentang persahabatan yang diuji salah satu dari mereka adalah pengkhianat, dan tentang bagaimana gelap bisa tumbuh bahkan dari tempat terang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SENJA TANPA WARNA

HAPPY READING

Jangan lupa follow akun

Instagram author

ya @rossssss_011

Bel tanda pulang sudah lama berbunyi, tapi halaman SMA Merah Putih justru tampal lebih padat dari biasanya. Hujan deras mengguyur deras sejak beberapa menit lalu, memaksa para siswa tertahan di koridor dan bawah atap sekolah.

Air hujan jatuh menghantam genteng, menimbulkan suara gemuruh yang bercampur dengan teriakan dan tawa para siswa. Beberapa anak berlarian sambil menutupi kepala dengan tas, nekat menembus derasnya air untuk segera pulang. Ada juga yang berdiri di tepi kelas, menatap jalanan yang mulai tergenang, ragu untuk melangkah keluar.

Namun, di antara keramain itu, ada tatapan-tatapan yang tersembunyi. Ada yang menunggu seseorang, ada yang sengaja berdiam diri dengan pikiran yang tak kalah deras dari hujan di luar sana.

Seorang gadis berdiri di halte bus memeluk erat tas sekolahnya, pikirannya begitu penuh dengan kejadian di rooftop. Larut dalam pikirannya hingga tak menyadari sosok laki-laki sedari tadi memanggilnya.

“Kak Syla,” panggilnya sekali lagi.

“KAK SYLA!”

Syla tersadar, tatapannya terkunci pada tubuh bocah yang memakai baju hujan cream menutupi seluruh tubuhnya, tak lupa tangan kanannya memegang payung hitam.

“Astaga Dion, kakak udah bilang nggak usah dijemput.” Syla berdiri dan menarik Dion ke sebelahnya.

Halte bus itu hanya diisi Syla, serta Dion yang baru saja tiba untuk menjemput kakaknya. Karena hujan yang begitu deras, Dion pikir menunggu bus atau angkutan umum lainnya bisa membuat kakaknya pulang terlambat karena jalanan macet.

“Heheh, aku adik yang baikkan? Jarang-jarang loh jemput kak Syla di sekolah.”

Syla hanya menggeleng, niat baik Dion memang tidak salah. Namun Syla khawatir Dion akan sakit setelah ini, tapi dia tetap berterima kasih pada adiknya.

“Terima kasih udah jemput,” katanya tulus mengambil alih payung yang dipegang Dion.

“Kak, kata ayah tadi…”

“Lembur lagi?” tebak Syla, membuat Dion mengangguk.

Dua bersaudara itu kemudian meninggalkan halte bus bersama derasnya hujan yang tak memiliki tanda-tanda untuk redah, yang ada hanya semakin deras.

Dari kejauhan, Syla atau pun Dion tak menyadari jika mereka ditatap oleh mata tajam yang selalu terlihat penuh perhitungan di seberang jalan tak jauh dari halte bus.

“Lo nggak akan bisa lolos.”

&&&

Ting.

Ting.

Yoyo yang sedang melahap makanannya pun merasa terganggu dengan notifikasi dari ponselnya, sepertinya dia menerima pesan. Dengan kesal dia meraihnya dari balik jaket kulit kebanggaannnya, membuka kata sandi, lalu melihat siapa yang mengirim pesan.

“Nomor siapa sih?” tanyanya kesal, nomor yang tak dikenal mengirimkan dua pesan yang belum dia lihat.

“Siapa? Gebetan lo?” Jaguar menatap Yoyo seakan mencurigai sahabatnya memiliki gebetan lagi.

“Bukan, nomor iseng… tunggu.”

Ting.

Sekali lagi pesan masuk dari nomor yang sama, Yoyo menyipitkan kedua matanya saat melihat kalimat terakhir dari pesan yang diterimanya. Ia membuka pesan itu, dan…

Yoyo melihat Anhar yang duduk di sofa kebesarannya, sebaliknya Anhar juga menatap Yoyo dengan wajah dingin.

“Galaksi nantang Reapers,” lirihnya, namun terdengar begitu jelas di ruangan yang hanya berisi enam orang.

“Yang benar lo,” sentak Vino, merebut ponsel dari tangan Yoyo dan melihat isi pesan itu. “Yaelah, nantangin duluan, ujung-ujungnya juga bakalan kalah lagi,” lanjutnya.

“Dia marah karena Vino ngalahin Devan?” Haikal berpikir keras, biasanya Galaksi selalu mencari aman dari Reaper. Tapi ini, sangat aneh.

“Bisa iya, bisa juga ada udang di balik batu,” papar Yoyo. “Gimana?” tanya Yoyo menatap Anhar.

Anhar menatap kedua telapak tangannya, sudah lama ia tak memakai tenaga dalamnya untuk menghabisi lawannya. Dengan suasana hati yang belum membaik, mungkin jika melampiaskannya pada geng Galaksi, dia akan jauh lebih baik.

“Hubungi anak-anak, Sebagian aja.”

“Siap!”

&&&

Udara di dalam markas terasa dingin, tapi bukan itu yang membuat semuanya diam. Bukan hujan, bukan udara. Melainkan kata-kata Anhar yang baru saja menggema.

Ia berdiri dengan jaket hitamnya yang masih basah di pundak, rambutnya menetes, matanya tajam menusuk ke arah lingkaran sahabatnya. Meja kayu di depannya bergetar saat ia mengepalkan tangan, suara dentumannya bercampur dengan suara hujan di luar.

“Galaksi itu licik, bukan berarti kita balas lebih licik,” ujar Anhar, suaranya menggema disetiap sudut ruangan.

Hening sesaat, tak ada yang keluar barisan. Bahkan mereka seolah takut menarik napas dalam ruangan ini, Anhar terlihat menakutkan dari hari-hari sebelumnya.

“Sore ini, kita nggak lagi sekedar main atau jaga nama,” seru Anhar pecah, berat, dan penuh bara. “Kita berhadapan langsung sama Galaksi.”

Sunyi. Tak ada yang berani menyela. Bahkan suara kursi berdecit pun terdengar seperti ledakan di telinga mereka.

Anggota inti Reapers berdiri di belakang Anhar, mereka adalah tameng untuk semua anggota Reaper. Sedangkan Anhar berdiri tepat di depan mereka, wajah mereka sudah terlalu siap menghadapi Galaksi yang kekuatannya jelas di bawa mereka.

“Kalau ada yang mundur, mundur sekarang. Karena begitu kita melangkah, nggak ada lagi kata berhenti. Entah kita bertahan… atau jatuh di jalan.”

Saat-saat seperti ini, Anhar akan lebih banyak berbicara. “Paham?!”

“YA!”

Dada mereka sama-sama bergemuruh. Markas itu, yang biasanya jadi tempat istirahat, sore ini berubah menjadi ruang sidang tak kasat mata, tempat sumpah setia dipertaruhkan.

Dan di antara detik-detik sunyi itu, mereka semua tahu satu hal. Sore ini, Bandung tidak akan lagi sama.

“Kita berangkat,” perintah Anhar.

‘*Reapers, dasar pengecut*!’

‘*Kalau berani, besok sore kita tunggu di lapangan kosong belakang Stasiun Bandung*.’

‘*Jangan banyak alasan, tunjukin siapa yang paling kuat! Reapers, lo pecundang*!’

Kira-kira seperti itulah isi pesan yang Yoyo terima dari kubu sebelah, pesan yang sebentar lagi akan menentukan siapa yang paling kuat, siapa yang paling cocok disebut pecundang. Harga diri akan dipertaruhkan masing-masing geng ini.

&&&

Gerimis masih turun, membasahi aspal yang licin. Kedua geng berdiri saling berhadapan, tak ada yang ingin mundur. Semua mata tertuju pada dua orang di depan, Anhar, ketua Reapers, dan Refan, ketua Galaksi.

“Lo cuma punya anggota segini?” tanya Ramon terselip nada meledek. “Lo akan kalah, Anhar.”

“Jangan banyaj omong, lo bakal nyesel karena berani nyentuh wilayah kami.” Yoyo berdiri di sebelah Anhar.

Ramon terkekeh, suara tawanya menusuk telinga. “Wilayah? Bandung ini bukan punya lo semua, dan kalian tau sendiri, gue nggak akan mundur. Pertarungan ini cuma soal waktu.”

Anhar mengepalkan tangan, napasnya berat, penuh amarah yang ditahan. “Kalau begitu… kita akhiri sekarang.”

“Gue yakin, kalian semua bakal kalah lagi. Nggak kapok-kapok, ha?” lontar Vino mulai merenggangkan otot-ototnya.

“Sebelum Reapers tunduk, gue nggak akan pernah kapok.” Ramon menekan setiap kalimatnya, tatapannya tak kalah tajam dari Anhar.

Tatapan mata saling menusuk, penuh dendam yang tak terucap. Suasana begitu hening, hanya suara hujan yang menetes di atas kap mesin motor dan detak jantung yang semakin cepat.

Tangan-tangan para remaja mengepal, udara seolah membeku, namun ketegangan di dada masing-masing terasa membara. Mereka bukan sekedar berdiap bertarung, mereka sedang mempertaruhkan harga diri, gengsi, dan nama geng yang mereka bawa sore itu.

“SERANG!”

Dan saat langkah pertama diambil, dunia seakan runtuh ke dalam ledakan. Jeritan, benturan, dan suara saling mengumpat beradu memenuhi lapangan sore itu.

“Mati lo, Anhar,” desis Ramon saat Anhar sudah ada di depannya.

“Lo yang akan mati, sialan,” lirihnya, namun setiap kalimatnya terasa menusuk.

Bugh

Satu pukulan kuat mendarat di wajah Ramon hingga mundur beberapa langkah. “Sialan,” desisnya kesal.

“Salam hangat dari gue,” ledeknya. Anhar tersenyum sinis saat melihat Ramon mulai terbawa emosi, ini yang dia inginkan.

Hujan tak lagi dingin, melainkan menjadi tabir peperangan. Keributan meledak, terjangan, teriakan, dan dentuman tubuh yang beradu memenuhi udara, menjadikan sore itu bukan sekedar hujan biasa, melainkan hujan darah dan dendam.

“Lo nggak usah jambak rambut gue, sialan!” pekik Yoyo memukul wajah lawannya tanpa ampun, kesal karena rambut liarnya dijambak dengan kuat.

“Pukulan lo kayak banci!” Jaguar menangkis dengan santai serangan dua orang di depannya.

KAYAK BIASA YA BESTIE😌

KOMENNYA JANGAN LUPA, LIKENYA JANGAN KETINGGALAN JUGA YA, KARENA SEMUA ITU ADALAH SEMANGAT AUTHOR 😁😉😚

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN DAN TERIMA KASIH BANYAK KARENA MASIH TETAP BETAH DI SINI😗😗🙂🙂

SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👇👇👇

PAPPAYYYYY👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!