NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Namun ketenangan itu hanya bertahan sebentar. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Satu pesan singkat muncul dari nomor yang sudah ia kenal:

‘Ada waktu sebentar? Saya ingin bicara, nanti selepas jam kantor."

Nindya menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya membalas singkat

"Baik, nanti saya kabari lag"

Kopi tiam dekat kantor sore itu cukup sepi. Hanya ada aroma kopi yang masih hangat tersisa di udara. Andrew sudah duduk di dekat jendela, mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku. Penampilannya tetap rapi meski jelas terlihat lelah setelah seharian rapat dengan klien.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Andrew ketika Nindya masuk. Senyumnya mengembang, bukan senyum formal seorang atasan, melainkan lebih personal, seolah mereka sudah lama saling mengenal.

Nindya menaruh map di meja kecil diatas meja

“Ada yang ingin Anda sampaikan, Pak?” Nada suaranya netral, berusaha menjaga jarak.

Andrew tidak langsung menjawab. Ia menatap cangkir kopinya sejenak, lalu berkata pelan,

“Kalau di luar panggil Andrew saja, maaf kalau lancang jujur saya ingin mengenalmu lebih jauh, Nindya.”

Kalimat itu membuat dada Nindya berdegup kencang. Ia segera merapikan ekspresi wajahnya agar tidak terlihat goyah.

"Andrew mengenal seperti apa ya?."

"Lebih dari sekdar atasan dan bawahan." Tegas Andrew tanpa tedeng aling aling.

Nindya terlihat ragu untuk menjawab.

Andrew tersenyum kecil, seolah sudah menduga jawabannya.

“Itu yang saya kagumi darimu, kamu berbeda Nindya."

Ucapan itu membuat ruang kopitiam tiba-tiba terasa lebih sempit. Nindya ingin berkata sesuatu, tapi lidahnya kelu. Ia hanya bisa menunduk, menatap jemarinya sendiri.

Andrew melanjutkan, suaranya lebih lembut. “Saya tidak memaksamu untuk menjawab apa pun sekarang. Saya hanya ingin kamu tahu, kamu istimewa.”

Nindya menatap Andrew, kali ini lebih lama. Wajah pria itu teduh, tapi matanya menyimpan sesuatu yang tidak mudah ditebak mungkin kesepian, mungkin juga keinginan yang lebih dari sekadar makan malam.

“Andrew .. saya menghargai keterus teranganmu, tapi saya punya trauma dari masa lalu saya." Ucap Nindya akhirnya. Suaranya bergetar sedikit, meski ia berusaha terdengar tegar.

Andrew mencondongkan tubuh, tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk menunjukkan kesungguhannya.

“Justru itu yang membuat saya ingin mengenalmu lebih jauh. Saya juga punya masa lalu yang rumit. Mungkin kita bisa saling memahami.”

Ada jeda hening di antara mereka. Hanya suara mesin pendingin yang terdengar. Nindya menarik napas panjang, lalu berkata,

“Saya akan pikirkan, dulu ya .”

Andrew mengangguk, menerima jawaban itu tanpa tekanan.

“Itu sudah lebih dari cukup. Terima kasih, Nindya.”

Malam harinya, di rumah peninggalan Armand , Nindya menatap layar laptop tanpa benar-benar membaca dokumen yang terbuka. Kata-kata Andrew terus terngiang di kepalanya.

Ia menutup laptop, bersandar di kursi, dan menatap foto kecil anaknya yang terpajang di meja. Senyum polos anak itu seakan mengingatkan dirinya pada alasan mengapa ia tidak boleh gegabah. Ia tidak ingin anaknya kembali terluka karena keputusan yang salah.

Namun di balik semua logika yang ia bangun, ada bagian kecil dalam hatinya yang diam-diam penasaran seperti apa sebenarnya hidup jika ia memberi kesempatan pada Andrew?

Pertanyaan itu terus menghantuinya hingga ia terlelap malam itu.

Keesokan harinya, suasana kantor berjalan normal. Namun, Nindya bisa merasakan tatapan Andrew beberapa kali tertuju padanya saat rapat.

Tidak mengganggu, tapi cukup membuatnya sadar bahwa percakapan di kopitiam kemarin bukanlah hal sepele.

Di sela kesibukan, Andrew mengirim pesan singkat lagi

‘Tolong jangan buat saya menunggu terlalu lama Nindya."

Nindya membaca pesan itu dengan jantung berdegup. Kali ini, ia tidak langsung membalas. Ia hanya menaruh ponsel di meja, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Namun jauh di lubuk hati, ia tahu sesuatu sedang berubah—perlahan tapi pasti.

Hari-hari berikutnya berjalan dalam ritme yang berbeda bagi Nindya. Ia masih menjalankan tugas sebagai staf dengan disiplin, tapi di sela rutinitas, Andrew selalu menemukan celah untuk mendekat.

Tidak pernah dengan cara terang-terangan yang mencolok, melainkan lewat perhatian kecil yang konstan.

Suatu pagi, misalnya, Andrew datang lebih awal ke kantor. Saat Nindya tiba, ia mendapati secangkir kopi hangat sudah ada di mejanya.

Tidak ada catatan, hanya kopi dengan aroma khas favoritnya. Ketika ia menoleh ke arah ruang kaca Andrew, pria itu hanya melambaikan tangan singkat seolah berkata, “Nikmati saja.”

Di lain waktu, ketika Nindya tampak kewalahan dengan dokumen rapat yang menumpuk, Andrew tiba-tiba muncul di sampingnya.

“Biar saya bantu jelaskan bagian ini pada klien. Kamu fokus pada laporan yang lain.” Ucapannya singkat, tapi sikapnya menunjukkan bahwa ia benar-benar memperhatikan bebannya.

Nindya sering kali merasa risih dengan perhatian itu. Ia tidak ingin rekan kerja lain salah paham, apalagi memberi gosip tambahan.

Namun, hatinya tidak bisa sepenuhnya menolak. Ada sesuatu yang berbeda pada cara Andrew menunjukkan perhatiannya—tidak hanya sekadar basa-basi, tapi tulus dan konsisten.

Suatu sore setelah jam kantor, Andrew kembali mengajaknya bicara. Mereka berada di lobi gedung, suasana sudah mulai sepi. Andrew berdiri dengan kedua tangan di saku celana, ekspresinya santai namun penuh maksud.

“Nindya,” panggilnya.

“Saya tahu kamu sengaja menjaga jarak, apa kamu tengah dekat dengan orang lain?."

Nindya menatapnya waspada.

“Saya tidak sedang dekat dengan siapapun, saya tidak ingin mengulang trauma."

Andrew tersenyum tipis, lalu menghela napas.

“Saya juga punya trauma Nindya, bukan hanya kamu.” Timpal Andrew.

Kalimat itu menghantam Nindya seperti gelombang. Ia terdiam beberapa saat, lalu akhirnya berkata lirih,

“Andrew .. hidup saya tidak mudah saya punya anak, kamu tahu kan maksud saya?.”

"Saya paham... tentu kamu dan anak kamu adalah bagian tidak terpisahkan."

Andrew menatapnya dalam, seolah ingin meyakinkan tanpa kata.

“Justru itu alasannya saya ingin ada di sisimu.”

Nindya menelan ludah, merasa dinding pertahanannya mulai retak. Ia tidak langsung menjawab, hanya mengangguk singkat lalu pamit. Namun sepanjang perjalanan pulang, kata-kata Andrew terus berputar di kepalanya.

Malam itu, Nindya duduk di ruang tamu rumahnya sambil menatap anaknya yang tertidur pulas di kamar. Ia mencoba menimbang segala kemungkinan. Rasanya tidak masuk akal membuka hati pada pria yang jelas memiliki kisah rumit di belakangnya.

Tapi di sisi lain, Andrew berbeda dengan Armand. Ia tidak memaksa, tidak meremehkan, hanya hadir dengan cara yang konsisten.

Ia teringat bagaimana Andrew selalu memperhatikan detail kecil kopi yang pas di lidahnya, bantuan ketika ia kewalahan, bahkan sekadar senyuman di sela rapat yang menegaskan bahwa ia tidak sendirian.

Perhatian-perhatian kecil itu, yang mungkin bagi orang lain sepele, bagi Nindya terasa seperti udara segar setelah bertahun-tahun terjebak dalam hubungan penuh tekanan.

Nindya menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia tahu dirinya mulai goyah.

Hari Jumat sore, Andrew kembali melangkah lebih jauh. Usai rapat mingguan, ia mendekati Nindya yang sedang membereskan meja.

“Ada rencana akhir pekan ini?” tanyanya ringan.

Nindya menoleh, berusaha tetap tenang. “Hanya bersama anak ,tidak ada yang spesial.”

Andrew mengangguk, lalu tersenyum.

“Kalau saya ingin menghabiskan waktu bersama kalian apa diizinkan?.”

Nindya terbelalak. Itu pertama kalinya Andrew menyebut anaknya dalam percakapan pribadi.

“Andrew, anakku tidak mudah dekat dengan orang asing.”

Andrew menatapnya serius.

“Serahkan sama saya, kalau dalam waktu satu jam anak kamu,tidak bisa akrab dengan saya saya menyerah.” ucap Andrew dengan nada percaya diri

Kata-kata itu membuat hati Nindya bergetar. Ia mencoba mencari celah logika untuk menolak, tapi bagian dalam dirinya justru merasa tersentuh.

“Baiklah, we will see” jawabnya menyerah

Andrew tersenyum hangat, kali ini tanpa kepura-puraan.

"Challange accepted”

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!