TERJEBAK DI HALAMAN CINTA

Grepp.. dengan gerakan cepat Mei len menahan tangan nenek tua Mo yang akan menampar Chi lan.

"Apa yang kau lakukan pada bibi pengasuh ku nenek tua, ?" tanya Mei len dengan dingin.

Nenek tua Mo terpaku dengan pertanyaan itu, dia memandang Mei len dari atas hingga bawah, seakan-akan meremehkan penampilan Mei len, dan dengan kasar nenek tua Mo menepis tangan Mei len.

"Siapa kau gadis jelek, ? beraninya kau menghalangi ku, " tanya nenek tu Mo.

"Jangan hina nona muda ku, " teriak Chi lan dan dengan susah payah dia berusaha untuk berdiri tegap agar bisa melindungi Mei len.

"Nona muda, ? Hahahahahaa... kau pikir aku bodoh wanita pembawa sial, apa kau pikir aku mudah di tipu, apa kau pikir aku buta, ? semua orang yang ada disini dapat melihat sosok gadis yang kau bilang nona muda ini.. dia, lebih pantas di bilang gadis pengemis, " ujar nenek tua Mo panjang lebar menghina Mei len.

"Jangan semba..

plak... secepat kilat nenek tua Mo menampar Chi lan kembali, dan hal itu terlalu cepat hingga Mei len pun tak bisa menahan nya.

Namun detik berikutnya membuat semua orang melongo, dengan apa yang di lakukan Mei len.

"Plakk.. ini balasan tamparan dari bibi Chi lan, plakk.. ini balasan untuk mulut mu yang menghina ku, plakkk.. dan ini pelajaran untuk mu yang dengan seenak nya suka memukul dan menghina seseorang, " ujar Mei len sambil terus menampar nenek tua Mo.

"Aaahhhh... hentikan gadis jelek ini, hentikan dia, " teriak nenek tua Mo.

"Nona sudah nona, jangan kotori tangan mu nona, " ujar Chi lan sambil menarik Mei len agar menjauh dari nenek tua Mo.

Karna keributan itu mengundang kegaduhan, maka seseorang dengan cepat memanggil kepala desa.

"Ada apa ini.. mengapa pagi-pagi sekali kalian sudah membuat keributan, " teriak pak kepala desa Chu.

"Lihatlah kepala desa Chu, menantu ku yang tak berguna itu dia membawa gadis jelek ke rumah nya, dan lebih membela gadis jelek itu, dan gadis itu juga telah menampar ku, " ujar nenek gua Mo.

"Apakah benar itu Chi lan, " tanya kepala desa Chu dengan dingin, kepala desa Chu memang selalu bersikap kasar kepada Chi lan karna dia selalu di hasut oleh nenek tua Mo dan orang-orang yang membenci Chi lan.

"Bukan begitu kejadian nya kepala desa Chu, " jawab Chi lan.

"Lalu, ?" tanya kepada desa Mo.

"Apakah begitu sikap seorang kepada desa di desa hijau ini, ?" tanya Mei len yang sudah tak tahan melihat sikap orang-orang disana.

"Siapa kau, apa hak mu bertanya, ? kau bukan warga desa ini, " ucap kepada desa Chu dengan sinis.

"Kau bertanya siapa aku, apa kau yakin ngin tau, ?" tanya Mei len dengan terkekeh, kemudian Mei len mengambil plakat yang tergantung di sisi pinggang nya.

"Perkenalkan, aku adalah Mei len putri jenderal Max dari Kekaisaran angin, " ujar Mei len lagi dengan lantangnya. sontak saja pernyataan Mei len membuat semua warga yang menyaksikan keributan itu terkejut, apalagi kepala desa Chu dan juga nenek tua Mo, kini wajah mereka sudah berwarna pucat pasi.

"Ja.. jangan.. berbohong kau, " ujar kepala desa Chu terbata-bata.

"Lihatlah dengan jelas plakat ini kepala desa Chu, " ujar Mei len sambil memperlihatkan plakat khusus yang hanya di miliki keluarga jenderal Max.

Dengan takut kepala desa Chu memperhatikan plakat itu, dan.. deg. tamatlah sudah riwayatnya, begitupun orang-orang yang telah menyinggung Chi lan dan Mei len tadi, karna kini kepala desa Chu sudah tau pasti orang di depannya.

Bruukk.. dengan gerakan cepat kepala desa Chu bersujud, dan dia mengkode yang lain nya agar mengikuti dirinya.

"Maafkan saya nona, maafkan saya.. saya benar-benar bodoh dan buta karna tak dapat mengenali nona muda, " ujar kepala desa Chu sambil terus membenturkan kepala nya ke tanah yang kering.

"Maaf kan juga warga desa ini, yang malah membiarkan nenek tua Mo menghina anda, " ujar kepala desa Chu lagi. dia tak mau ada kesalahan pahaman dengan anak jenderal Max, karna di Kekaisaran angin ini siapa yang tak tau tentang jenderal Max.

"Bibi ayo kita kembali, dan masalah ini.. aku tak kan membiarkan nya berlalu begitu saja, " ujar Mei len, dia akan menakut-nakuti warga desa hijau terutama untuk orang-orang yang berani menyakiti bibi Chi lan nya.

"Nona ampun nona, " ujar kepala desa Chu dengan panik. namun Mei len tak menghiraukannya dia pergi membawa bibi Chi lan untuk pulang ke gubuk reot bibi Chi lan.

"Semua ini gara-gara nenek tua Mo, " bibi Gu berbisik.

"Ya dia selalu bertindak seenaknya, " timpal bibi Hu.

"Pulanglah kalian semua ke rumah masing-masing, dan untuk kau nenek tua Mo.. jika nanti ada orang dari pihak jenderal Max kesini, maka kau harus bertanggung jawab, " ujar kepala desa Chu dengan sinis. baru sekarang ini dia merasa menyesal ketika membela nenek tua Mo, dan kini hatinya di landa kepanikan, tak bisa dia bayangkan kalau saja masalah ini di perpanjang.

………

"Bibi apakah dia mertua mu itu, yang telah merampas semua barang mu, ?" tanya Mei len setelah berada di gumuk Chi lan. dan Mei len sudah mengetahui semua yang di alami Chi lan, karna Chi lan sudah menceritakan nya.

"Benar dialah ibu mertua bibi, " jawab Chi lan dengan menunduk.

"Apa selama ini mereka selalu bersikap begitu kepada bibi, ?" tanya Mei len, dan Chi lan hanya mengangguk saja.

"Keterlaluan, lihat saja aku akan membuat perhitungan, " ujar Mei len dengan marah.

"Jangan nona, " ujar Chi lan.

"Bibi tak akan bisa melarang ku, " jawab Mei len, sambil berlaku meninggalkan Chi lan, dia pergi ke dapur untuk memasak, karna menurut nya pasakan Chi lan terasa hambar.

"Ya Tuhan.. apa aku akan bisa memasak di tempat ini, dan hanya bahan-bahan ini yang ku masak, ? aahhh seandainya saja semua yang ku miliki ada disini, aaawww, " ujar Mei len yang Akhirnya dia meringis karna tersayat pisau ketika memotong kangkung.

Tampa Mei len sadari darah dari kuka nya itu mengenai gelang yang dia pakai, sebenarnya gelang itu tak terlihat karna gelang itu gelang tak kasat mata yang di berikan oleh nenek-nenek yang telah Pina tolong dulu,

"Aww silaunya" ujar Mei len yang merasa silau dari cahaya yang keluar di bagian tangan nya.

"Ini dimana.. apakah aku bermimpi, ?" gumam Mei len yang kaget, karna kini dia berada di suatu tempat, dan lebih kagetnya lagi dia berada di tempat yang seperti nya dia kenal.

"Ini.. Ini.. bukan nya ini swalayan ku, " gumam Mei len lagi.

"Aahhh ternyata aku benar-benar mimpi, " lanjut Mei len lagi.

"Selamat datang Nona..

UDAHAN DULU YA NEXT TIME KITA KETEMU DI BAB SELANJUTNYA.