NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 10 Menjauh

Happy reading

"Dira."

Dira urung membuka pintu kala mendengar suara Dariel memanggil namanya. Ia pun menoleh ke arah Dariel yang masih setia berdiri di sisi.

"Ya. Ada apa?" tanya yang terucap dari bibirnya.

"A-ku boleh bertanya?" Dariel terlihat ragu. Pandangan netranya tak lepas dari pahatan cantik yang tersaji di hadapan.

"Boleh. Mau tanya apa?" Dira menanggapi. Namun tanpa membalas pandangan netra Dariel.

Ia tidak ingin terhipnotis oleh pesona manik mata yang selalu menatapnya penuh makna dan membuat jantungnya berdesir.

"Kenapa, tadi makan mu sangat lahap? Bukannya kamu nggak terlalu suka nasi goreng?" Dariel bertanya dengan hati-hati, sebab ia tidak ingin membuat Dira tersinggung.

"Oh, itu karena aku sangat lapar. Dari tadi siang belum makan nasi. Makanya aku minta nasi goreng mu."

"Memangnya kenapa kalau makanku lahap?" Dira ganti bertanya.

"Nggak pa-pa, aku malah seneng."

"Ada yang mau ditanyain lagi?"

"Ada."

"Apa?"

"Kamu suka boneka Pooh nya 'kan?"

"Boneka Pooh?" Dira mengernyit dan tampak berpikir. Menelaah pertanyaan yang keluar dari bibir Dariel.

"Iya, Boneka Pooh yang aku titipin ke Mbok Milah."

Ucapan Dariel mengingatkan Dira pada boneka Pooh dan rangkaian kata yang dibacanya tadi pagi.

Bodohnya, tadi pagi ia tidak mengenali tulisan yang sebenarnya tidak asing.

"Owh, itu dari kamu?"

"Iya, aku menitipkannya pada Mbok Milah untuk kamu."

"Makasih ya. Tapi lain kali, jangan seperti itu."

"Kenapa?"

"Nggak pa-pa. Aku cuma nggak ingin kamu terlalu perhatian."

"Wajar kalau aku terlalu perhatian. Kita 'kan sahabat, Ra."

Dariel menarik kedua sudut bibirnya dan mengacak pelan rikma Dira, seperti yang sering dilakukannya. Sebagai wujud rasa sayang seorang sahabat. Ralat, sebagai wujud rasa cinta dan kasih sayang seorang pria pada wanitanya.

"Buruan masuk dan jangan lupa kunci pintu. Kalau perlu pintunya digembok, biar nggak ada penyusup masuk," tuturnya kemudian.

"Iya. Makasih, Riel. Pulanglah! Jangan mampir-mampir!"

"Siap, Dokter Dira." Dariel menerbitkan seutas senyum, lalu memutar tumit dan berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman rumah Dira.

Andai iman yang mereka yakini sama, mungkin Dira tidak akan menghempas setitik rasa yang dulu pernah singgah dan mengizinkan Dariel untuk menetap di kalbu.

Ia juga tidak akan memaksa Dariel untuk mengumandangkan janji suci persahabatan.

Dira memendam rasa yang indah itu dan tidak ada seorang pun tahu, kecuali dia dan Tuhan-nya.

Dira memilih diam dan menghempas. Ia sadar bahwa mereka tidak mungkin menjadi sepasang kekasih. Apalagi menyatu dalam ikatan suci pernikahan, sebab tembok yang menghalangi terlalu tinggi.

Bahkan mungkin tidak bisa diruntuhkan, terkecuali jika Illahi menghendaki.

Ya Allah, jaga hatiku. Meski aku seorang pendosa, jangan pernah tinggalkan aku.

Titik-titik air mulai menganak di kelopak mata, seiring rasa sendu yang memenuhi ruang kalbu.

Cukup lama Dira terdiam dan bersandar pada pintu.

Berulang kali dihirupnya udara dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan.

Jari lentik yang semula menjuntai, terayun pelan mengusap titik-titik air sebelum turun membingkai wajah.

Sendu yang dirasa perlahan menghilang.

Dira lantas mengunci pintu dan mulai membawa kakinya menapaki lantai keramik berwarna putih.

Ayunan kaki yang bersiap menginjak anak tangga terhenti kala terdengar suara Milah memanggil dan berjalan mendekat.

"Mbak Dira baru pulang?" Milah sekedar menyapa.

"Iya, Mbok. Kenapa Simbok belum tidur?"

"Simbok menunggu Mbak Dira pulang."

"Kalau Simbok sudah mengantuk, lebih baik tidur saja. Besok-besok nggak usah menunggu aku."

"Simbok ndak akan bisa tidur kalau Mbak Dira belum pulang."

Ucapan Milah mencipta seutas senyum di bibir Dira. Terlihat sekali jika wanita paruh baya itu teramat mengkhawatirkan nya.

"Kenapa Mbak Dira baru pulang? Sudah lewat jam sebelas malam lho."

Dira melirik mesin waktu yang melingkar di pergelangan tangan. Rupanya sudah menunjuk pukul dua puluh tiga lebih lima belas menit.

Benar kata Milah.

"Tadi aku lembur, Mbok. Dan mampir makan di warung Mie Jawa Pak Man bersama Dariel."

Jawaban yang diberikan oleh Dira membuat Milah sedikit lega. Namun yang mengganjal, kenapa Dira bersama Dariel.

Jangan-jangan mereka kembali melakukan khilaf yang mungkin membuat candu.

Milah segera menepis pikiran buruk itu.

"Mas Dariel nggak ngapa-ngapain Mbak Dira lagi 'kan!" Milah memberanikan diri bertanya sesuatu yang ambigu dan membuat Dira menghela napas panjang.

"Enggak, Mbok. Dia cuma mentraktir aku," jawabnya jujur.

"Alhamdulillah, Mbak. Simbok khawatir kalau Mas Dariel kembali a-nu --"

"Sudah, Mbok. Jangan membahas itu lagi."

"Maaf, Mbak. Simbok ndak bermaksud --"

"Sudah malam, lebih baik Simbok segera tidur. Aku mau mandi dan langsung istirahat." Dira menginterupsi, lalu kembali mengayun langkah dan menaiki anak tangga.

Suara derit pintu kamar yang ditutup mengiringi helaan napas dalam.

Dira ingin segera berendam di dalam air hangat untuk melepas rasa lelah dan menjernihkan pikiran.

Setelah satu persatu kain yang membalut tubuhnya terlepas dan tergeletak di lantai, Dira lantas merebahkan tubuhnya di dalam bathtub yang berisi air hangat dan memejamkan mata.

Rikma yang panjang terurai dibasahi nya. Berharap pikiran yang terasa penat akan kembali fress dan lelah yang dirasa akan berkurang, bahkan menghilang.

Namun adegan ter-larang yang pernah dilakukannya bersama Dariel dengan lancangnya hadir dan memaksa Dira untuk segera membuka mata.

Kecu-pan, sentuhan lembut, jari jemari yang bermain nakal, dan desakan di bagian Marwah, semua terekam jelas dalam ingatan.

Dira menghembus napas kasar dan merutuki diri sendiri.

Tak semestinya adegan ter-larang di malam itu kembali hadir dan membuatnya serasa gila.

Gila karena merindukan sentuhan yang membuat candu.

"Aku harus menjauh dari Dariel. Harus. Tapi bagaimana caranya? Aku nggak terbiasa jauh darinya. Bahkan, aku selalu membutuhkan dia." Dira bermonolog lirih, lalu segera menyudahi ritual mandi dan membalut tubuh dengan handuk kimono. Kemudian berjalan menuju meja rias.

Ia duduk di depan cermin dan menatap pantulan wajah yang terlihat sendu.

"Riel, aku harus bagaimana?" Dira kembali bermonolog.

Otak cerdasnya masih dipenuhi satu nama yang akhir-akhir ini membuatnya serasa tak tenang.

Rindu kini terkadang hadir menghantui. Setitik cinta yang dulu berhasil dihempas, tumbuh kembali setelah malam itu.

Dira memang merasa berdosa dan hancur. Namun, ia tidak bisa memungkiri jika sentuhan dan perlakuan Dariel membuatnya candu.

Gila! Ini gila!

Dira merutuki diri dan menundukkan wajah.

Setengah jam ia duduk terdiam dan berpikir.

Fiks, dia harus menjauh dari Dariel. Entah bagaimana caranya.

Meski seorang pendosa, Dira sungguh tidak ingin mengorbankan keyakinan demi meruntuhkan tembok penghalang, supaya bisa hidup bersama Dariel.

Itu tidak mungkin!

Sejak saat itu, Dira selalu berusaha menjauh dari Dariel.

Setiap berangkat dan pulang dari rumah sakit, ia kembali mengendarai Scoopy yang sudah lama tersimpan di dalam gudang.

Dira tetap bersikukuh mengendarai kuda besi kesayangannya, walau Firman dan Nisa melarang.

Keduanya melarang putri mereka mengendarai sepeda motor bukan tanpa alasan.

Mereka melarangnya karena Dira pernah mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa saat terakhir kali mengendarai Scoopy.

Pagi itu, Dira berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya.

Naas, sepeda motor yang membawanya tertabrak dan terseret cukup jauh, hingga membuat Dira kritis dan meninggalkan rasa trauma bagi kedua orang tuanya.

"Ra, Ayah belikan mobil saja ya? Ayah tidak bisa membiarkan mu mengendarai sepeda motor tiap berangkat dan pulang dari rumah sakit. Apalagi kalau kamu pulang sampai larut malam."

"Iya, Ra. Kami khawatir dan trauma." Nisa menimpali ucapan suaminya.

"Ayah dan Bunda nggak usah khawatir. Toh, kecelakaan itu terjadi atas kehendak-Nya. Dira janji akan selalu berhati-hati. Untuk saat ini, Dira belum membutuhkan mobil. Lagi pula, pengeluaran Ayah dan Bunda 'kan sangat banyak. Setiap bulan, Ayah dan Bunda harus mengirim uang untuk nenek. Selain itu, ada puluhan anak yatim piatu yang harus Ayah dan Bunda cukupi kebutuhannya. Ditambah kebutuhan keluarga kita sendiri yang nggak sedikit," tutur Dira menanggapi perkataan Firman dan Nisa, diiringi sebaris senyum yang membingkai wajah.

"Ra, kalau cuma membelikan kamu mobil, uang Ayah lebih dari cukup."

Dira menggeleng pelan. Ia tetap menolak niat baik ayahnya. "Terima kasih, Yah. Bulan depan, insya Allah Dira bisa membeli mobil sendiri," ucapnya.

Firman dan Nisa menghela napas panjang, lalu saling melempar tatap.

Keduanya menyerah dan hanya bisa berdoa untuk Dira. Semoga Illahi selalu menjaga dan melindungi putri semata wayang mereka.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Hikari Puri
dtgu up nya lg thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Najwa Aini
karya yg bagus. dikemas dengan tatanan bahasa yg apik, rapi, enak dibaca dan mudah dipahami..
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
Ayuwidia: Uhuk, makasih Kakak Pertama
total 1 replies
Najwa Aini
Dariel aja gak tau perasaannya senang atau sedih, saat tau Dira putus dgn Aldi.
apalagi aku..
Najwa Aini
perusahaan Dejavu??
itu memang nama perusahaannya..??
Ayuwidia: Iya, anggap aja gitu
total 1 replies
Najwa Aini
Ayah bundanya Dira kayak sahabatnya ya
my heart
semangat Thor
Machan
simbok aja tau klo Dariel lebih sayang timbang Aldi😌
Machan: amiiin


berharap🤣🤣
Ayuwidia: Dari Gold jadi diamond ya 😆
total 6 replies
Najwa Aini
ooh jadi Dira itu seorang dokter ya..
wawww
Ayuwidia: huum, Kak. Ceritanya gtu
total 1 replies
Najwa Aini
Amiin..
aku aminkan doamu, Milah
Najwa Aini
kalau dari namanya sih, kayaknya mang lbh ganteng Dariel daripada Aldi
Najwa Aini
ooh..jadi gitu ceritanya..
ya pastilah hasratnya langsung membuncah
Ayuwidia: uhuk-uhuk
total 1 replies
Najwa Aini
Tapi tetap aja keliatan kan Riel
Najwa Aini
omah kenangan yg asri banget itu ya
Najwa Aini
jadi ceritanya Dira lupa dengan ritual naik turun Bromo semalam gitu??
Machan
🤭🤭🤭
Machan
aku tutup mata, tutup kuping, tutup hidung juga😜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!