NovelToon NovelToon
The Land Of Methera

The Land Of Methera

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: lirien

WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>

___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.

Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rius Panggung! Sang Kepala Sekolah

‧˚♪ 𝄞 :

...ᝰ.ᐟ...

“Saya keberatan, Guru Besar,” suara itu menggelegar dan segera menarik perhatian semua yang hadir.

“Jika benar Althea berasal dari Kerajaan Eamor, mengapa ada rumor yang mengatakan dia bukan darah bangsawan murni?” ucapnya dengan nada provokatif.

Kerumunan mendadak gaduh. Sorot mata tajam menatap ke arah Althea dan sang pembicara. Senyum Althea meredup. Alourra, yang tahu betul situasi ini, segera menggenggam tangan adiknya erat. “Ada aku,” bisiknya penuh keyakinan.

“Kalau benar dia darah bangsawan murni Kerajaan Eamor, mengapa rambutnya hitam? Sedangkan setiap generasi Kerajaan Eamor mewariskan rambut putih yang menjadi ciri khas Kerajaan Cahaya?” suara bisik-bisik menyebar semakin keras.

“Bahkan ada rumor bahwa dia adalah putri terkutuk dari Kerajaan Cahaya.”

“Berhenti berbicara seperti itu tentang adikku! Kau sudah keterlaluan!” teriak Alourra dengan amarah membara, tatapannya menusuk ke arah sang penggugat, sementara Althea menunduk menahan tangis.

“Hei, hei, tenanglah! Kau tak perlu berteriak, aku Yakin dia mendengarnya,” suara Putri Caelis mengalir sinis dengan senyum penuh kemenangan. Alourra hanya bisa meliriknya dengan marah yang dipendam.

“Saya keberatan, Guru Besar! Asal usulnya tidak jelas! Dia bukan darah bangsawan murni! Mungkinkah dia hanya rakyat jelata yang ingin menumpang hidup di kalangan bangsawan? Mana mungkin gelar itu pantas untuknya!”

"Huuuuuuuhuuuuhuuuu..."

Sorak penolakan bergema keras memenuhi aula.

“Cukup! Dia adikku! Aku berani bersumpah dia saudara kandungku, satu darah denganku! Dia darah murni Kerajaan Cahaya!” bentak Alourra dengan suara bergetar.

Di belakangnya, Althea tak mampu lagi menahan air matanya. “Kakak… tak apa-apa,” lirihnya lemah.

“Ada apa dengan kebisingan ini?”

Sebuah suara dalam dan berat memecah keheningan yang mencekam. Aura yang terpancar dari pemilik suara seketika menggetarkan seluruh aula.

Semua mata serentak menoleh. Seorang guru besar berseru kaget, “K-Kepala Sekolah! Bagaimana Anda bisa… ada di sini?”

Alourra menoleh cepat. Seketika tubuhnya tegang. Suara itu… adalah suara yang sangat jarang terdengar secara langsung.

Sosok berjubah gelap dengan bordir lambang Stevia berjalan pelan namun pasti ke tengah aula. Setiap langkahnya seolah menekan udara, membawa tekanan magis yang membuat siapapun di hadapannya sulit bernapas.

“Bagaimana bisa kalian sekacau ini,” gumamnya tenang namun menusuk. “Tak bisa membedakan mana yang baik... dan mana yang buruk.”

Ia berjalan melintasi hadirin yang terdiam membatu, hingga akhirnya berdiri di hadapan semua siswa Akademi Stevia.

“Siapa yang membuat keributan ini?”

Siswa yang tadi bersuara angkat tangan perlahan, menunduk. “M-maafkan saya, Kepala Sekolah.”

“Oh? Kamu rupanya.” Kepala Sekolah menatapnya tajam. “Ceritakan padaku.”

“Saya… saya hanya tak bisa menerima jika seseorang yang bukan darah murni bangsawan bersekolah di sini… Mana mungkin gelar kehormatan layak disematkan padanya?” Suaranya bergetar, namun cukup lantang untuk membuat Alourra mengepal kuat tangannya.

Tatapan Kepala Sekolah beralih kepada Althea dan Alourra.

Lalu, dengan tenang… ia menghentakkan ujung sepatunya ke lantai. Seketika lantai marmer di bawahnya retak berpendar cahaya, pecah secara teratur, lalu melayang—membawa tubuhnya naik perlahan ke udara. Semua mata terangkat, terpaku pada sosok Kepala Sekolah yang kini melayang di tengah aula megah itu.

“Dengarkan aku.”

Suaranya tak keras, namun menguasai ruang, seolah angin dan gema ikut membisikkan kata-katanya ke telinga setiap orang.

“Apakah kalian tahu… mengapa selama sepuluh tahun, tidak satu pun siswa berhasil mencapai tingkat Magna Graduate?”

Ia menatap tajam ke seluruh penjuru aula. “Karena hati kalian kotor.”

Suasana mendadak membeku.

“Hutan Kabur Peri tidak memilih sembarang orang. Ia hanya memilih apa yang pantas ia pilih dan Hanya menerima mereka yang berhati murni, tulus, jujur… yang bertekad untuk belajar karena ia suka, bukan orang-orang yang gila kemegahan, gila gelar, atau gila akan haus pujian.”

Setiap kata terasa seperti palu yang menghantam hati dan harga diri para siswa.

“Sepuluh generasi telah berlalu… dan belum ada satu pun dari kalian yang layak. Karena apa? Karena kalian sibuk dan saling ingin menjatuhkan satu sama lain. Sibuk memburu gelar kehormatan dan hanya gila reputasi… bukan belajar, atau tergerak untuk berbuat kebaikan.”

Beberapa siswa mulai menunduk dalam diam, wajah mereka pucat.

“Kalian bahkan buta. Tak lagi mampu melihat siapa yang sungguh baik… dan siapa yang buruk.”

Hening. Tak ada yang berani berbicara.

“Kalian sadar… Dimana letak kesalahan kalian?” tanyanya dingin.

Tak satu pun bersuara. Bahkan langkah semut pun bisa terdengar kini.

"Kalian tahu kenapa selama ini aku tidak pernah hadir dalam acara seperti ini, karena ini semua bukan berasal dari dalam hati kalian!"

"Sungguh memalukan, Etika, tata Krama sudah banyak yang kalian pelajari. Tapi menghargai dan membantu seseorang pun kalian tak mampu?!"

"ini benar-benar sudah keterlaluan"

“Aku tak ingin melihat kejadian seperti ini lagi. Jika sampai kudengar hal semacam ini terjadi lagi… seluruh kelas akan tidak naik tingkat.”

Tersentak. Gumaman panik mulai terdengar. Itu ancaman yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Sementara itu, Alourra yang sedari tadi siaga, akhirnya sedikit mengendurkan kewaspadaannya. Ia bahkan telah bersiap membawa Althea pergi dari tempat ini, jika keadaan semakin memburuk.

Kemudian, Kepala Sekolah menunjuk siswa yang tadi membuat keributan.

“Dan kamu.” Suaranya mengeras. “Kamu… secara khusus… dinyatakan tidak naik tingkat.”

Sontak siswi itu membatu, wajahnya pucat pasi. “M-mohon ampun, Kepala Sekolah… s-saya hanya…”

Dari kejauhan, Putri Caelis membeku. Raut wajahnya berubah panik.

“Jangan… jangan katakan… kumohon,” bisiknya panik dalam hati.

Namun terlambat.

“Saya… saya hanya diperintah oleh Putri Caelis. Dialah yang menyuruh saya mengatakannya,” teriaknya putus asa, tak ingin dihukum sendirian.

Gema kejut menyebar. Semua mata kini beralih pada Putri Caelis. Kepala Sekolah menghentikan langkahnya. Aula membeku kembali.

“Sudah kuduga… ini ulahnya,” desis Arzhel lirih dari tempat duduknya.

Caelis seketika berlari maju. “I-itu… itu bohong! Saya tak pernah menyuruh siapapun! Saya tak berpikir seperti itu, sungguh… saya tak pernah…”

Suaranya bergetar, tubuhnya gemetar.

Namun Kepala Sekolah hanya menoleh dingin.

“Cabut plakat Kategori Terpintar miliknya. Serahkan pada yang pantas.”

“Baik, Kepala Sekolah,” jawab salah satu guru besar yang sedari tadi memandu acara.

Guru itu mendekati panggung, membungkuk sopan di hadapan Caelis.

“Permisi, Tuan Putri, saya akan mengambil kembali plakatnya.”

“Tidak! Ini milikku! Jangan ambil! Aku pantas mendapatkannya!” Caelis meronta histeris, tubuhnya bergetar hebat.

Kepala Sekolah mendekat. Ia mencondongkan tubuh ke telinga Caelis dan berbisik:

“Jangan pernah mencoba membohongiku… atau membodohiku. Ini Akademi Stevia. Akulah yang mengawasi segalanya. Bahkan seekor semut yang memakan temannya pun… aku tahu.”

“Bersyukurlah… aku tidak membuatmu tinggal kelas, Tuan Putri yang gila kehormatan.”

Lalu ia berdiri, membalikkan tubuh, dan berjalan menjauh.

Caelis terdiam membatu. Tangan yang menggenggam plakat melemas, jAtuh ke tanah. Guru besar dengan mudah mengambilnya.

Alourra melangkah maju. “Kepala Sekolah… terima kasih,” ucapnya tulus.

Althea mengikuti dari belakang, menunduk, suaranya bergetar, “S-saya juga… sangat berterima kasih…”

Kepala Sekolah hanya menoleh sambil menyunggingkan senyum tipis.

“Dasar… gadis-gadis sok kuat.”

Sekilas cahaya samar muncul di sekeliling tubuhnya — dan dalam sekejap, ia menghilang.

Guru besar mendekati Alourra. “Putri Alourra… maafkan kami. Ini adalah penghargaan yang seharusnya memang menjadi milikmu.”

Alourra menerima plakat itu dengan penuh wibawa.

Sorak sorai dan tepuk tangan membahana, memenuhi aula kembali. Semangat dan harapan kembali mengalir dalam ruangan megah itu.

Sementara itu, Caelis, yang kini terduduk lemas, terisak diam. Beberapa guru besar menghampiri, menuntunnya turun dari panggung, takut jika mentalnya benar-benar terguncang.

...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...

1
anggita
like👍 iklan👆, moga novelnya lancar.
anggita
iri 😏
anggita
visualisasi gambar tokoh dan latar belakang tempatnya bagus👌
Nanachan: wah trimakasih banyak kak, jadi makin semangat 🫰🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!