Kesedihan Rara mencapai puncak hanya dalam waktu satu hari.
Setelah orang tuanya batal menghadiri acara wisudanya, Rara malah mendapati kekasihnya berselingkuh dengan sepupunya sendiri.
Rara mendapati kenyataan yang lebih buruk saat ia pulang ke tanah air.
Sanggupkah Rara menghadapi semua cobaan ini?
Ig : Poel_Story27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poel Story27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akibat Dari Kesalahan
Kini hanya tinggal Sean seorang diri di dalam kamarnya, ia tersenyum sendiri mengingat cinta satu malamnya, dengan gadis yang diyakini sedang mengandung anaknya saat ini, gadis yang Sean sendiri bahkan tidak tahu namanya.
"Aku akan mencarimu, aku akan menikahimu," janji Sean pada diri sendiri.
Sean mencoba mengingat kembali wajah gadis itu, tapi ia gagal. Saat itu kondisi Sean juga tengah mabuk, ditambah lagi ia hanya bertemu satu kali dengan gadis tersebut.
Tanpa diminta ayahnya pun Sean pasti bersedia menikahi gadis itu, karena Sean mendapati gadis itu masih suci. Sayangnya, sekuat apapun Sean mencoba mengingat wajah gadis itu, ia tetap gagal.
Ada satu hal yang tak mungkin Sean lupakan, gadis konyol itu mengira pria kaya raya seperti Sean adalah gigolo. Sean membuka dompetnya, ia megeluarkan beberapa lembar uang berjumlah seribu euro, yang diberikan gadis tersebut.
Sean tidak membelanjakan uang itu, tidak juga menaruhnya di tempat lain, atau mungkin membuangnya, seperti sebuah kehendak hati, Sean membiarkan uang tersebut, tersimpan begitu saja di dalam dompetnya.
***
Rara memasuki ruang kerja Luna, ia melihat sahabatnya itu masih sibuk membuat desain sebuah gaun, padahal hari sudah memasuki jam makan siang.
"Lun, udah siang lho! Kita makan siang dulu yuk, lanjutin nanti aja," seru Rara.
Beberapa hari ini Luna terlihat memporsir pekerjaannya, bahkan Luna juga membawa desainnya saat mereka pulang ke apartemen
"Bentar, Ra. Ini juga udah mau selesai kok," sahut Luna. "Kamu ingatkan, minggu ini kita ikut partisipasi di fashion show. Dan gaun yang aku kerjakan sekarang ini, pesanan dari keluarga terkenal. Makanya aku berusaha buat desain sebagus mungkin, kalau mereka puas, nama butik kita pasti langsung melejit, dan kita bakal punya pelanggan besar," lanjut Luna dengan semangat.
Rara tersenyum senang mendengar semangat yang di miliki sahabatnya itu, Rara mendudukkan diri di sofa, menunggu Luna menyelesaikan pekerjaannya.
Setelah Luna selesai dengan pekerjaannya, mereka pergi menuju sebuah restoran untuk makan siang. Sekali lagi Luna merasa heran melihat Rara, Rara melahap habis 2-menu yang ia pesan, dan bukan kali ini saja, sudah seminggu ini Rara terus makan dengan porsi yang sangat banyak.
Padahal seingat Luna, Rara selalu menjaga pola makannya, Rara adalah seorang gadis yang sangat menjaga bentuk tubuhnya.
"Ra, kamu nggak merasa ada yang aneh?" tegur Luna.
"Aneh apanya?" Rara menjawab sambil menyantap hidangan penutup dengan Lahap.
"Porsi makan kamu! Ini nggak biasanya, kamu nggak takut gemukan sekarang," sahut Luna.
Wajah Rara langsung berubah panik, seperti orang yang baru saja mendapat kesadarannya, ia pun segera menjauhkan makanannya, yang membuat Luna semakin keheranan.
"Astaga ... Berat badanku!" panik Rara konyol seperti anak-anak.
Luna menatap jengah sahabatnya itu, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Rara meraba perutnya sendiri, yang mulai membesar. Dan itu membuat Rara semakin panik.
"Lun kita harus ke dokter sekarang, aku harus minta resep diet."
Tanpa menunggu respon Luna, Rara langsung berdiri dari tempat duduknya, ia bergegas keluar dari restoran. Rara bahkan lupa membayar makanan meraka.
Luna mengeleng kesal melihat tingkah aneh sahabatnya itu, Luna menghampiri kasir untuk membayar makanan, sebelum menyusul Rara ke parkiran.
"Kamu tuh kenapa sih, Ra! Masa iya, kamu makan banyak selama seminggu, tapi baru sadar sekarang," Luna mencecar Rara yang bertingkah aneh.
"Aku nggak tahu, Lun! Kalau nggak kamu ingatin, aku juga nggak bakal sadar, yang aku tahu akhir-akhir ini, aku jadi cepat lapar."
Luna menggeleng, "Aneh, emangnya ada ya, orang yang amnesia melihat makanan!"
Rara melajukan mobil menuju tempat praktek dokter kecantikan, Rara langsung mengkonsultasikan dirinya dengan dokter tersebut.
Dokter tersebut tertawa geli, setelah Rara menceritakan dirinya yang secara tidak sadar, makan dengan porsi berlebihan akhir-akhir ini.
"Nona tidak usah panik, karena berat badan Anda yang bertambah secara signifikan. Dan porsi makan Nona yang bertambah itu adalah hal yang wajar, Nona silahkan menemui dokter obgyn untuk melakukan pemeriksaan lanjutan," jelas dokter tersebut, ia sudah memperhatikan perut Rara yang terlihat membesar, dan itu bukanlah karena tumpukan lemak.
"Dokter obgyn!" seru Rara dan Luna serentak.
"Ini bukan bidang saya, saya hanya menilai ini secara awam, karena saya juga pernah mengalami hal seperti ini, di awal-awal kehamilan. Apa yang Nona alami sekarang, kemungkinan besar adalah gejala kehamilan, seperti yang saya alami dulu."
"Hamil ...," lirih Rara pelan, sementara itu Luna menatap tidak percaya pada Rara.
"Baiknya Nona segera memeriksakan diri ke dokter obgyn, agar semuanya lebih jelas," saran dokter.
"Baik, Dok! Terima kasih," sahut Rara dengan perasaan yang tak menentu.
Rara pergi meninggalkan klinik tersebut, ia melajukan mobilnya menuju sebuah rumah sakit. Luna sangat penasaran, setahu Luna, Rara bukanlah gadis yang hidup di pergaulan bebas.
Rara belum mau menjawab pertanyaan Luna, ia Ingin memastikan kebenarannya terlebih dahulu, tapi ia berjanji akan menceritakan semuanya, saat mereka pulang nanti.
Rara tiba di rumah sakit, ia mencari dokter kandungan, untuk memeriksakan dirinya.
Dokter obgyn melakukan prosedur cek-up. Setelah selesai, ia mempersilahkan Rara duduk untuk memberikan penjelasan.
"Selamat Nona! Anda sedang mengandung, usia kandungan Anda sudah berumur 11-minggu. Tidak ada masalah pada janin Anda, tapi saya sarankan untuk trimester pertama seperti ini, Anda jangan bekerja terlalu lelah, dan jangan terlalu banyak pikiran, karena itu bisa berakibat pada kesehatan janin Anda."
Rara tertengun mendengar penjelasan dokter. Ia tidak tahu harus apa. Rara segera mengajak Luna kembali ke apartemen.
"Itu anaknya Rian?" tanya Luna begitu tiba di apartemen.
Rara mengelengkan kepala. "Kamu tahukan, Lun. Aku nggak pernah mau di ajak Rian melakukan hal itu."
"Lalu kenapa kamu bisa hamil?" cecar Luna.
"Kesalahan satu malam, Lun!" Luna menghela napas berat.
Rara pun mulai menceritakan kejadiannya, ia pergi ke club, di hari ia menangkap basah Rian yang selingkuh, di sana ia bertemu pria sewaan, lalu menghabiskan malam panjang bersama pria itu.
Luna mendesah berat. "Semuanya sudah terjadi, Ra. Nggak bisa diulang lagi, jadi sekarang rencana kamu apa?"
"Aku nggak tahu Lun! Nggak mungkin juga, aku nyari ayah dari anak ini. Lagian ini bukan salah dia!" Rara tertunduk menyesali perbuatannya malam itu.
Rara memijat keningnya yang terasa pusing, ia sama sekali tidak mengingat wajah pria di club itu. Yang ia ingat, pria itu tampan, dan pandai merayu.
Kalaupun ia berhasil mencari keberadan pria sewaan itu, tidak mungkin juga pria itu akan bertanggung jawab.
'Maafin mama, Sayang! Bukan mama tidak menyayangi kamu, tapi kamu hadir di saat yang tidak tepat,' batin Rara sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.
Rara merasa jalan terbaiknya adalah menggugurkan kandungan ini, ia tidak siap menanggung malu, karena melahirkan anak yang tidak memiliki seorang ayah.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan Like, Vote, dan Koment ya!
Terima kasih!