Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergok
"Aaakk!" Mia berteriak panik saat tubuhnya basah kuyup karna disiram Noura.
Noura justru tertawa kecil, menikmati kekacauan yang terjadi. Banyak pasang mata langsung tertuju pada mereka, bisik-bisik mulai terdengar.
Suasana menjadi semakin tegang ketika tiba-tiba Darrel keluar dari kamarnya. Wajahnya pucat, dengan langkah yang terhuyung, namun tetap saja dia langsung mendekati Mia.
“Mia,” suara Darrel terdengar serak. "Kamu nggak apa-apa?"
Mia hanya mengangguk pelan, meski matanya masih menunjukkan keterkejutan.
Darrel kini beralih ke Noura, sorot matanya tajam, penuh amarah.
“Apa yang kamu lakukan pada Mia, Noura?” Bentaknya keras.
Noura hanya tersenyum sinis, seolah menikmati situasi ini. “Aku hanya mengabulkan permintaannya. Bukankah dia yang selalu ingin jadi bully?” Ucapnya santai, seolah menantang Darrel.
Darrel mendekat dengan wajah merah padam. “Noura, kamu keterlaluan!” Suaranya menggema, membuat ruangan yang semula gaduh kini hening.
Noura tak sedikit pun gentar. Ia memutar bola matanya malas sambil melipat tangan di depan dada.
“Oh, pastinya sekarang kamu udah sembuh kan. Kamu bisa keluar dengan santai. Kalau begitu urus aja dia.” Sinis Noura seraya melirik Mia.
"Darrel aku nggak apa-apa kok.." Mia berusaha mendekat untuk menenangkan Darrel, tapi Noura hanya melambaikan tangan seolah tak peduli.
“Aku pulang dulu,” gumam Noura, lalu berbalik meninggalkan mereka.
“Noura, tunggu!” Darrel berusaha menghentikannya, tapi langkahnya terhenti oleh Mia.
"Darrel ayo ke kamar dulu kan kamu lagi sakit.. Maaf buat kamu keluar gini." Ucap Mia dengan manja.
Noura hanya melirik sekilas dari balik bahunya, lalu melangkah keluar tanpa berkata apa-apa.
"Taksi!"
Di dalam taksi, Noura menatap keluar jendela, senyumnya semakin lebar. Ia membayangkan keberanian yang baru saja ia tunjukkan, merasa puas dengan dirinya sendiri.
“Ini baru permulaan,” gumamnya pelan. “Aku akan menghancurkan kalian semua, satu per satu.”
...***...
Di sisi lain, Zayn sedang berada di kantornya. Ia duduk di kursi besar, memperhatikan layar laptop dengan serius.
Di layar, sebuah video viral sedang diputar. Video itu menunjukkan Noura yang menyiram Mia dan memperlakukan Darrel dengan sikap dingin.
Zayn tersenyum kecil. "Apakah ini yang namanya sayang Noura? Aku sangat ragu kalau kamu mencintai anakku." Gumamnya pelan, sambil tertawa kecil.
Sekretarisnya, John, yang berdiri di sebelahnya, mencuri pandang. Wajahnya menunjukkan sedikit kekhawatiran.
"Apakah Anda baik-baik saja, Pak Presdir? Dia membawa nama keluarga Scott, ini bisa menjadi masalah besar."
Zayn melambaikan tangannya dengan santai. "Tidak perlu khawatir. Urus saja agar video ini dihapus dari media sosial. Aku yakin kamu bisa melakukannya, John."
"Siap, Pak Presdir," jawab John sigap.
Zayn menyeringai sambil menyandarkan tubuhnya. "Aku tidak sabar bertemu dengannya di rumah," gumamnya pelan.
Beberapa jam kemudian, di rumah...
Noura duduk di kamarnya, menatap lembaran kertas dengan ekspresi puas. Ia baru saja menyelesaikan dokumen tugas untuk Darrel.
“Akhirnya selesai,” katanya sambil meregangkan badan.
BRAK!
Mendadak suara pintu depan yang terbuka keras membuatnya tersentak.
"Siapa itu?" Gumam Noura, merasakan detak jantungnya bertambah cepat. Ia ragu-ragu turun dari kursi, tapi rasa penasaran mendorongnya ke pintu.
Saat menengok dari tangga, ia melihat Darrel berdiri di sana, mengenakan jaket dengan wajah penuh amarah. Tatapannya tajam, membuat Noura merasakan hawa dingin di punggungnya.
“Sial, seharusnya aku nggak turun,” bisik Noura pelan, tapi sudah terlambat.
“NOURA!” suara Darrel menggema di rumah itu.
Refleks, Noura berbalik dan berlari naik ke lantai atas. Darrel yang sadar langsung mengejarnya dengan langkah-langkah berat.
"Kemari kau sialan!" Bentak Darrel.
Noura mencapai kamarnya dan mencoba menutup pintu, tapi ia lupa bahwa engsel pintu itu rusak.
Brak!
Darrel menerobos masuk dengan mudah dan ia langsung menarik Noura lalu, mendorongnya ke dinding.
“Kamu gila, Darrel? Apa-apaan ini?” seru Noura panik, berusaha melepaskan diri.
Darrel mencengkeram leher Noura dengan kuat. "Nggak! Kamu harus dikasih pelajaran. Kemarin kamu kasih aku makanan anjing, sekarang kamu nyiram Mia?! Apa kamu udah nggak waras?!"
“Darrel… lepaskan! Aku nggak bisa bernapas!” Erang Noura, wajahnya memerah akibat kekurangan oksigen.
"Aku mau kamu minta maaf ke Mia!" Bentak Darrel lagi.
'Aku bisa mati lagi kalau gini terus..' Batin Noura mencari cara.
Noura lalu mengangkat kakinya dan menendang tepat ke titik vital Darrel.
“AAARGH!” Darrel terjatuh sambil memegangi tubuhnya yang kesakitan.
Kesempatan ini dimanfaatkan Noura untuk mengambil ponselnya dan melarikan diri.
Noura berlari ke tangga, meski lehernya terasa sakit dan tubuhnya limbung.
Darrel yang marah berhasil bangkit dan mengejarnya lagi. Ketika Noura mencapai lantai bawah, ia menyelinap masuk ke salah satu kamar dan mengunci pintu dengan cepat.
“Ini satu-satunya tempat aman,” gumamnya panik. Noura bersembunyi di kamar Zayn yang aman.
Noura mengeluarkan ponselnya dengan tangan gemetar, ia menekan nomor Zayn, lalu mendekatkan telepon ke telinganya.
“Daddy… bisakah kamu ke sini? Tolong…” Suaranya bergetar, disertai isak tangis kecil.
Zayn, yang sedang berada di kantornya, langsung merasakan firasat buruk. “Apa yang terjadi, Noura?” Tanyanya dengan nada serius.
“Darrel… dia mengamuk,” jawab Noura terisak.
“Bertahanlah. Aku akan segera ke sana,” ucap Zayn dingin sebelum menutup telepon.
Pria itu lalu berdiri dengan gerakan cepat, menendang kursi di depannya hingga terbalik.
John, yang mendengar kegaduhan itu, mendekat dengan wajah cemas. “Pak Presdir, Anda mau ke mana? Rapat akan dimulai sebentar lagi.”
“Batalkan semuanya,” jawab Zayn singkat. “Ada urusan yang lebih penting.”
Zayn bergegas ke parkiran dengan langkah besar, meninggalkan kantornya tanpa menoleh lagi.
...***...
Noura terduduk di lantai kamar Zayn, punggungnya bersandar pada pintu yang terkunci.
Tubuhnya gemetar, tangan memeluk lututnya erat, berusaha menahan isak yang hampir pecah. Suara Darrel dari luar terdengar jelas, memanggil namanya dengan amarah yang meledak-ledak.
“Noura! Dimana kamu! Kamu pikir bisa sembunyi dariku?” Teriakan Darrel terus memenuhi seisi rumah.
Noura memejamkan matanya erat, ingatan tentang masa lalunya menyeruak—kenangan saat ia selalu terjebak dalam lingkaran ketakutan yang sama.
Selalu melarikan diri, bersembunyi, hingga tubuhnya lemas, tanpa kekuatan untuk melawan. Namun, kali ini ada sesuatu yang berubah dalam dirinya.
"Aku nggak mau terus sembunyi," gumamnya lirih, sambil menatap tangannya yang masih gemetar.
Noura menarik nafas dalam, mencoba menguatkan diri.
Perlahan, Noura bangkit. Ia membuka pintu kamar dengan hati-hati.
Noura mengendap-endap ke dapur dan bisa melihat Darrel berdiri di ruang tamu, berteriak-teriak sembari menatap ke segala arah.
"Istri sialan! Dimana kau?!" Teriak Darrel lagi.
“Hei, suami sialan!” Teriak Noura dengan lantang dari arah dapur.
Darrel berbalik cepat, wajahnya terkejut melihat sesuatu yang dipegang Noura.
Noura memegang mangkok, gelas, dan piring beling yang terlihat berbahaya.
“Noura, kita bisa bicara baik-baik,” kata Darrel dengan nada lembut yang terdengar palsu.
Noura mengabaikan ucapannya. Dengan tangan yang cekatan, ia melemparnya piring dan mangkuk beling ke arah Darrel.
Prang!
“Sekali kamu mendekat, aku buat kepalamu bocor!” Ancamnya dengan nada penuh amarah.
Piring pertama meleset, menghantam dinding di dekat Darrel. Pecahan kaca beterbangan di lantai. Darrel terdiam sejenak, lalu mulai mendekat dengan langkah hati-hati.
Darrel terlihat ketakutan, “Noura, sayang. Jangan—“
Prang!
Piring kedua dilemparkan, kali ini hampir mengenai kepalanya.
“Aku bilang jangan mendekat!” Teriak Noura dengan suara gemetar, tangannya tetap menggenggam piring terakhir.
Tetapi Darrel terus mendekat, tangannya terangkat seolah ingin menghentikan Noura.
Saat pria itu cukup dekat, Noura membungkuk cepat, mengambil pecahan kaca dari lantai, dan mengarahkan ujung tajamnya ke depan.
“Berhenti! Aku nggak main-main, Darrel,” katanya dengan mata berkilat penuh emosi.
Air mata mulai mengalir di pipinya, tetapi tangannya tetap teracung, menggenggam pecahan kaca erat-erat.
“Noura, tolong. Letakkan itu. Kamu bisa melukai dirimu sendiri,” kata Darrel dengan nada yang terdengar putus asa.
“Aku nggak peduli!” Noura menjerit, lalu melangkah mundur dengan panik.
BRAAK!
'Zayn..' Noura bisa menebak siapa yang datang. Ia langsung menaruh kedua tangan di punggung dan menyayat sendiri lengannya dengan beling.
"Ack.." Lirih Noura perih lalu membuang pecahan kaca itu ke dekat Darrel.
"Noura kamu kenapa?" Darrel berupaya mendekat.
Suasana semakin tegang ketika pintu depan mendadak terbuka. Zayn berdiri di ambang pintu, matanya langsung menyapu kekacauan di ruangan itu.
Pecahan kaca berserakan, suara Noura terisak, dan Darrel berdiri dengan wajah gelap, tangannya terangkat seolah hendak mendekati Noura.
“Noura!” Zayn berseru, langkahnya cepat mendekati wanita itu.
“Daddy, tolong aku!” Noura mengangkat tangannya yang terluka, menunjukkan goresan kecil di lengannya.
Zayn menatap Darrel dengan pandangan penuh kebencian. "Apa yang kamu lakukan pada Noura?!" Bentak Zayn pada Darrel.
Darrel merasa bingung, "Dia bohong ayah! Dia yang melukai dirinya sendiri!" Darrel merasa panik karna tiba-tiba dituduh.
“Keluar dari rumah ini, sekarang!” Tegas Zayn, suaranya bergema di seluruh ruangan.
Darrel menatap Zayn dengan tatapan tajam, tetapi ia tau bahwa ia tidak punya pilihan.
Dengan gerakan enggan, Darrel berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, ia menoleh ke arah Noura, lalu menggerutu.
“Istri sialan.”
Zayn berjalan melewati pecahan kaca dengan hati-hati, mendekati Noura yang berdiri lemas.
Zayn meraih tangan wanita itu, memeriksa luka kecil yang ada di sana.
“Dia benar-benar keterlaluan,” gumam Zayn dengan nada marah, rahangnya mengeras.
Noura menggeleng pelan. “Aku tidak apa-apa, Daddy. Terima kasih sudah datang.”
Zayn menatapnya dengan penuh kekhawatiran. “Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi.”
'Baiklah rencanaku berhasil' Batin Noura merasa lega.
Noura juga sadar jika ia butuh Zayn untuk melindunginya, untuk menjadi tameng yang bisa ia manfaatkan.
Untuk saat ini, Zayn adalah senjata terkuatnya. Dan Noura tidak akan membiarkannya pergi.
...***...
“Duduk dulu di sofa. Aku akan mengobati lukamu,” ujar Zayn dengan nada tegas namun lembut. Ia menggenggam tangan Noura dan menuntunnya menuju sofa di ruang tamu.
Noura duduk perlahan, tubuhnya masih terasa gemetar akibat ketegangan sebelumnya.
Zayn mengambil kotak P3K dari meja kecil di sudut ruangan, membuka isinya, dan mengambil antiseptik serta perban.
“Darrel benar-benar anak yang keras, dia harus diberi pelajaran nanti.” Gumam Zayn sambil membersihkan luka di tangan Noura dengan kapas.
Noura diam, tak tau harus menjawab apa. Luka di tangannya perih saat disentuh kapas, membuatnya menarik nafas tajam.
“Ah... pelan-pelan, Daddy,” keluhnya lirih, matanya menatap Zayn dengan ekspresi kesakitan.
“Oh, shit. Maaf, pikiranku malah kemana-mana,” ucap Zayn, buru-buru melonggarkan tekanan tangannya.
Noura mengernyitkan dahi, menatap pria itu dengan alis terangkat. “Daddy selalu saja berpikiran kotor, ya,” candanya, mencoba mengurangi ketegangan.
Zayn terkekeh, senyumnya begitu santai seakan candaan itu benar adanya. “Kalau aku jujur, aku tak akan menyangkal,” balasnya sambil kembali berkonsentrasi mengobati luka Noura.
Setelah beberapa saat, Zayn selesai membalut luka di tangan Noura dengan rapi.
“Lukamu ini mungkin akan meninggalkan bekas untuk sementara waktu,” kata Zayn pelan. “Tapi kalau kamu mau cepat sembuh, aku tau sebuah cara.”
Noura mengerutkan kening, bingung. “Maksud Daddy?”
Zayn mendekatkan tubuhnya, tangannya yang besar dan hangat meraih wajah Noura. “Aku yakin ini akan membantu,” ucapnya dengan nada rendah, hampir berbisik.
Sebelum Noura sempat menyadari apa yang terjadi, Zayn mulai mendekat ke bibir Noura.
“MISI, PAK!”
Tiba-tiba suara keras memecah keheningan. Keduanya tersentak, Zayn langsung menjauhkan tubuhnya dari Noura.
Seorang pria berdiri di pintu dengan wajah canggung sambil membawa alat-alat servis. “S-saya tukang servis pintu, Pak,” ucapnya dengan suara kecil.
"Maaf tadi pintunya terbuka jadi saya langsung masuk." Lanjutnya.
Wajah Noura langsung memerah seketika, begitu pula dengan Zayn yang berdehem mencoba menguasai situasi.
'Kita di pergok tukang servis' Batin Noura merasa malu.