NovelToon NovelToon
MAS BERONDONG, I LOVE YOU

MAS BERONDONG, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Berondong / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Enemy to Lovers
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nanadoongies

Orang bilang Abel yang jatuh cinta duluan dengan gombalan-gombalan itu, tapi Abi juga tahu kalau yang rela melakukan apa saja demi membuat Abel senang itu Laksa.
.
Berawal dari gombalan-gombalan asbun yang dilontarkan Abel, Laksa jadi sedikit tertarik kepadanya. Tapi anehnya, giliran dikejar balik kok Abel malah kabur-kaburan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18

Abel sempat menyipitkan mata. Benar saja, Laska tengah basah kuyup tak jauh dari gerbang sekolah mereka. Lantas, seperti punya ikatan khusus, tubuhnya refleks berdiri. Berbalik dengan terburu-buru sampai Bian bingung sendiri.

“Mau ke mana?”

“Turun sebentar.”

Bian mengekori Abel. Dengan gerakan serampangan itu seharusnya Bian tahu kalau Abel tengah khawatir setengah mampus. Oh, telinganya tidak salah dengar kalau Abel baru saja menyebutkan nama Laksa, ‘kan?

“Mau ke mana lo? Udah dicariin gitar malah mau kelayapan lagi,” tanya Anjani.

“Payung. Pinjem payung.”

“Mau ke mana sih?”

“Pinjem bentar. Lo sama anak-anak ke atas dulu, nanti gue nyusul.” Abel langsung melesat, tidak sadar telah membuat Bian sebal setengah mati.

“Dia mau ke mana, Bi?”

Bian kembali berbalik, nada bicaranya berubah jadi dingin. “Ajak anak-anak buat naik. Kita tunggu Abel di sana.”

“Ini perasaan gue doang atau hujan di luar bikin Bian jadi beku?”

Menerobos hujan, menginjak genangan air sampai sepatunya basah, semua dilakukan demi mendatangi Laksa yang entah kenapa justru tidak ada di sana. Bahkan setelah berjalan ke sana kemari, Abel tetap tidak menemukannya juga.

“Gue nggak mungkin halusinasi, ‘kan?” tanyanya.

Di saat yang sama, Bian mengamati pergerakan Abel dari atas sana. Oh, rasa sakitnya berlomba dengan derasnya hujan saat itu. Menyedihkan? Memang. Alhasil dia hanya bisa terkekeh nanar sebelum duduk membelakangi jendela.

“Kalau gue bener-bener halusinasi gara-gara citrus doang, beneran gila sih gue.”

“Ngapain?”

Laksa muncul dari dalam pos satpam yang tak lagi terpakai dengan jas hujan yang kini membalut tubuhnya. Dingin. Datar. Kini malah menatap Abel dengan raut wajah tidak suka, mungkin karena penampilan Abel sekarang terlihat cukup memprihatinkan.

“Hah, kirain gue tadi halusinasi.” Abel berhenti di hadapan Laksa dengan senyum mentereng. “Ngapain libur-libur main sampai sini? Udah gitu hujan-hujanan lagi.”

“Kepo.”

“Mau jemput gue yang baru pulang dari survey, ya? Aihh, romantisnya. Cowok fiksi juga kalah ijo kalau lo kayak gini bentukannya.”

“Jangan deket-deket. Lengan lo basah.”

“Oh, iya. Kayaknya payungnya kekecilan makanya lengan gue basah.” Abel berdiri merapat pada dinding, berjarak satu lengan dengan Laksa. Padahal kedinginan setengah mampus, tapi ia tidak bisa sekonyong-konyong minta peluk pada Laksa, ‘kan?

Keduanya terdiam cukup lama. Sampai akhirnya Laksa pergi tanpa mengatakan apa-apa. Abel kira, ia akan ditinggalkan seorang diri, tahu-tahu Laksa masih kembali dengan kemeja flannel di tangan. Mungkin itu kemeja favorit, sebab Laksa sering kali memakainya.

“Ngerepotin,” ujarnya.

“Dipinjemin ke gue?” Abel kontan mengangkat kepala.

“Gue ogah sampingan sama gembel.”

“Ahaha, sial.”

Ketika dipakai, panjangnya jadi seukuran paha. Belum lagi ujung jarinya harus tenggelam karena terlalu kebesaran. Hangat? Pasti. Tapi Abel jadi terlihat begitu kecil gara-gara kemeja ini. Lalu, aroma citrus—yang ia kira jadi penyebab halusinasi— lagi-lagi tercium dengan lebih pekat. Ah, bau petrichor jadi harus beradu dengan citrus milik Laksa. Tapi kalau harus memilih, mungkin citrus lebih dari segalanya.

“Ngapain ke sini?”

“Iseng aja soalnya tadi lihat lo kehujanan.” Abel kembali menoleh. Membawa kehangatan itu lebih dekat dengan menyilangkan tangan. “Begitu disamperin eh udah pakai jas hujan aja. Padahal gue udah rela menembus genangan air yang super duper becek itu sampai sepatu gue basah cuma buat bawain lo payung.”

“Nggak ada yang nyuruh.”

“Emang. Tapi kalau lihat lo kehujanan kayak tadi, bawaannya pengen sayang-sayang lo mulu. Jadi gue harus gimana dong?”

Laksa terdiam. Pikirannya mulai terbang ke awang-awang.

“Habis nganterin pesenan?” sambungnya. “Dito bilang nyokap lo jualan risol mayo yang paling nikmat seantero semesta. Yang pernah lo kasih ke gue itu, ya?”

“Hm.”

“Keren! Kapan-kapan gue beli risol ke nyokap lo deh, tapi extra cinta dan perhatian, ya? Soalnya yang kemarin masih kebanyakan gengsi.”

“Tokonya udah tutup.”

“Ahahah, kenapa sih? Orang tuh kalau dapat pembeli malah senang, lo doang yang langsung bilang kalau tokonya udah tutup. Kalau gue yang beli, bakal dapat banyak benefit tau. Extra pat-pat, extra perhatian, extra kasih sayang pula. Emangnya lo nggak mau nyoba?”

“Gue nggak fakir kasih sayang.”

Begitu hujan reda, Abel segera mengembalikan kemeja ke pemiliknya. Tidak tega jika harus menahan Laksa lebih lama di sana. Bisa-bisa malah masuk angin karena tadi sempat basah kuyup.

“Pulangnya hati-hati, tudung jas hujannya jangan lupa dinaikin siapa tau nanti hujan lagi. Meskipun lo nggak gitu peduli sama kegiatan gue, tapi gue cuma mau kasih tau kalau habis ini gue masih harus rapat lagi.” Abel melambai dengan senyum mentereng. “Oh, iya. Bau parfum lo, gue tetep suka. Bahkan sekarang berhasil menggeser bau petrichor yang sebelumnya jadi favorit gue.”

Abel melangkah dengan bebas, meninggalkan Laksa yang kini tengah mengusap wajah dengan gerak frustasi.

“Bisa-bisanya gue kehujanan sampai sini.”

“Halo, teman-teman.” Abel mengintip lewat celah pintu. Senyumnya begitu lebar, wajahnya kelewat berseri-seri. Mirip orang yang sedang ketiban rezeki nomplok.

“Dari mana aja lo? Orang tuh, ya, kalau hujan begini pada neduh dan cari kehangatan, lo doang yang kelayapan kayak toddler yang lagi demen-demennya bangun proyek ruangan.”

“Love languange-nya Dito itu ... ngomel-ngomel.” Abel menunjuk Dito dengan wajah mengejek. “Aslinya lo khawatir setengah mampus karena takut gue bakal hujan-hujanan terus masuk angin dan nggak mampu edarin surat izin buat anak-anak, ‘kan? Ngaku aja lo. Sikap tsundere lo tuh nggak berlaku buat gue. Coba praktekkin ke Jani, siapa tau langsung luluh.”

“Sekate-kate aja ini kembang goyang. Duduk. Kita tuh nggak jadi rapat karena nungguin lo.”

“Emang iya? Aduh, maaf-maaf. Hampura, ya, semuanya.”

“Hampura, hampura, muka lo tuh kayak tempura.”

Abel memeluk Anjani dengan gemas, niatnya untuk meminta maaf, tapi celetukan Anjani berhasil membuat semua orang jadi memperhatikannya.

“Bentar. Bentar. Kok badan lo jadi bau citrus sih? Lo habis pelukan sama Laksa?”

“HAH?”

Oh, setelahnya Abel jadi bulan-bulanan mereka gara-gara bau parfum Laksa menempel di tubuhnya.

***

Senin sore, setelah kegiatan belajar-mengajar berakhir, Bian dan kawan-kawan mulai mengumpulkan kelas 10 terkait rencana kemping yang akan dilaksanakan selama tiga hari dua malam.

“Bagi temen-temen yang ngga diizinkan untuk mengikuti kegiatan ini, diwajibkan mengembalikan edaran surat paling lambat hari Rabu beserta alasan dan tanda tangan orang tua,” ujar Abel lewat pengeras suara.

“Kak, nanti ada jurit malam juga nggak?”

“Ada. Katanya, Kak Dito mau nyamar jadi pocong.”

“IHHH! JANGAN DOOONG!”

“Iye, terus lo yang nyamar jadi kuntinya, Bel.”

“Abel mah nggak nyamar jadi kunti pun, kelakuannya udah sebelas dua belas sama kunti. Ngikik mulu kerjaannya apalagi kalau udah ketemu sama Laksa,” ujar Anjani.

“CIEEEEE~”

“Eh, lo jangan membongkar hubungan gue sama Laksa gitu dong. Ceritanya, ‘kan, mau backstreet sampai lulus nanti. Iya, nggak, Lak?”

“Stres.”

“Halah, halah, backstreet apaan? Orang tiap habis pelukan parfumnya langsung nempel ke badan,” ujar Dito. Semua orang jadi bersorak karenanya.

“UHUYYYY!”

“Jangan-jangan bukan cuma pelukan doang tuh?”

“Hayolohhh.”

Abi kontan melotot.

“Heh, lo pelukan sama Abel? Kapan, Coy?!”

“Hoax doang.”

“Kalau cuma hoax doang, gimana ceritanya parfum lo bisa nempel di badan Abel?”

“Kalau nggak percaya, ya, udah.”

“Lah, emang nggak percaya.” Abi mepet-mepet dengan mata menyipit. “Lo pacaran sama Abel di belakang gue, ya?”

Laska hanya berharap, dia bisa menghilang sekarang juga.

1
ren_iren
kok aneh, padahal laksa liat Abel diikat sm tutup matanya masih aja dimarahin...
ren_iren: nanti bucin mampus sampe keurat2 nadi kapok lo sa.... 🤭
total 2 replies
Nanadoongies
kritik dan saran sangat amat dianjurkan, ya. jadi jangan sungkan buat ngoceh di kolom komentar.
Nanadoongies
Jangan lupa tinggalkan jejak, teman-teman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!