NovelToon NovelToon
Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / CEO / Orang Disabilitas / Ibu Pengganti
Popularitas:93.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Kinara, seorang gadis berusia 24 tahun, baru saja kehilangan segalanya, rumah, keluarga, dan masa depan yang ia impikan. Diusir ibu tiri setelah ayahnya meninggal, Kinara terpaksa tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ia harus pergi karena usia. Tanpa tempat tujuan dan tanpa keluarga, ia hanya berharap bisa menemukan kontrakan kecil untuk memulai hidup baru. Namun takdir memberinya kejutan paling tak terduga.

Di sebuah perumahan elit, Kinara tanpa sengaja menolong seorang bocah yang sedang dibully. Bocah itu menangis histeris, tiba-tiba memanggilnya “Mommy”, dan menuduhnya hendak membuangnya, hingga warga sekitar salah paham dan menekan Kinara untuk mengakui sang anak. Terpojok, Kinara terpaksa menyetujui permintaan bocah itu, Aska, putra satu-satunya dari seorang CEO muda ternama, Arman Pramudya.

Akankah, Kinara setuju dengan permainan Aksa menjadikannya ibu tiri atau Kinara akan menolak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 9

Kinara melangkah masuk lebih dulu. Wajahnya pucat, napasnya masih memburu, tetapi matanya menyala begitu tajam, penuh perlindungan. Begitu ia melihat Aksa berdiri sendiri di tengah ruangan, dikelilingi tatapan orang dewasa yang menghakimi, dadanya terasa seperti diremas.

“Ini tidak benar,” lanjut Kinara tegas.

Belum sempat siapa pun menjawab, pria itu langsung menudingnya.

“Siapa kamu?” tanyanya ketus. “Pengasuh anak itu, ya?”

Beberapa orang tua lain mengangguk seolah sudah sepakat. Kinara melangkah maju, berdiri tepat di depan Aksa, tubuhnya seperti perisai. Dengan suara lantang dan bergetar oleh emosi, ia berkata,

“Dia anakku.” Ruangan itu membeku.

“Aku ibunya,” lanjut Kinara tanpa ragu, “bukan pengasuhnya.”

Bisik-bisik langsung pecah. Ibu anak itu tertawa sinis.

“Ibunya? Lalu di mana selama ini? Anak ini jelas tidak punya ibu!”

Kinara hendak membalas, namun suara gesekan roda kursi Arman di ambang pintu menghentikan semuanya.

Kursi roda Arman berhenti tepat di ambang pintu. Sosoknya tegak, rahangnya mengeras, wajahnya dingin seperti batu. Setelan mahal membalut tubuhnya dengan sempurna, dan tatapan kelamnya membuat ruangan yang sudah panas itu terasa semakin sesak.

Semua orang menoleh, tak satu pun berani lama-lama menatapnya. Aura Arman terlalu kuat dan juga begitu tenang, berbahaya, dan berkelas. Pria yang jelas terbiasa memberi perintah, bukan menerima penilaian.

Tatapan Arman langsung jatuh pada Aksa. Tanpa bertanya, tanpa mendengar penjelasan.

“Berapa kali?” suaranya rendah, dingin, dan menusuk.

“Kamu selalu membuat onar.”

Aksa menegang.

“Tidak pernah berubah,” lanjut Arman datar. “Selalu berkelahi dan selalu mencari gara-gara dengan orang lain.”

Kata-kata itu menghantam lebih keras dari hinaan siapa pun di ruangan itu. Aksa menunduk, tangannya mengepal. Rahangnya mengeras menahan sesuatu yang hampir pecah.

Kinara berbalik perlahan dan menatap Arman tidak suka.

“Cukup, Pak Arman.”

Semua orang terkejut, Kinara melangkah mendekati Arman, matanya berkilat marah dan terluka.

“Kamu datang ke sini bukan untuk mendengar apa yang terjadi,” katanya tajam, “tapi untuk langsung menyalahkan anakmu sendiri?”

Arman menatapnya dingin. “Dia memang salah.”

“Tidak!” suara Kinara meninggi. “Dia diserang! Dihina! Disebut anak dari orang yang cacat! Disebut tidak punya ibu!”

Arman terdiam sesaat, namun wajahnya tetap keras.

“Alasan apa pun tidak membenarkan kekerasan.”

Kinara tertawa pahit. “Kamu bilang begitu karena kamu tidak pernah mendengarnya.”

Kinara menoleh pada Aksa, lalu kembali menatap Arman.

“Anak ini tidak nakal tetapi dia terluka.”

Ruangan kembali senyap, semua orang menyaksikan seorang ayah yang dingin dan terjebak masa lalu, dan seorang wanita yang baru datang, namun sudah memilih berdiri di sisi anak itu tanpa syarat.

Dan jarak antara Arman dan Aksa baru saja terlihat oleh semua orang. Lalu, Kinara berbalik. Tatapan matanya mengunci pria yang sejak tadi berdiri pongah di hadapannya ayah dari anak yang terluka itu. Wajah Kinara tak lagi pucat, melainkan dingin dan tajam, seperti pisau yang siap menusuk tepat ke sasaran.

“Siapa Anda,” ucapnya pelan namun menggetarkan ruangan, “berani sekali mengatakan anak saya harus dikeluarkan dari sekolah ini?”

Pria itu menyeringai meremehkan.

“Kami membayar mahal di sekolah ini,” lanjut Kinara, suaranya meninggi penuh tekanan. “Dan bisa dipastikan...”

Kinara melirik Arman sekilas,

“Suami saya sudah membayar jauh lebih mahal sejak awal.”

Arman menatap Kinara sekilas. Bukan terkejut. Tapi, sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Pria itu tertawa kasar. “Uang tidak bisa menutupi fakta kalau anakmu...”

Dorongan itu terjadi begitu cepat, tangan pria itu mendorong bahu Kinara dengan kasar. Tubuh Kinara terhuyung ke belakang, kehilangan keseimbangan, di saat itu juga Kinara terjatuh tepat di atas pangkuan Arman.

Untuk sepersekian detik, waktu seperti berhenti. Tangan Arman refleks menahan tubuh Kinara. Jarak mereka begitu dekat dan bahkan kini terlalu dekat. Wajah Kinara tepat di hadapannya, napas mereka saling bersinggungan. Mata Kinara melebar, Arman menegang.

Pandangan mereka bertemu, dingin Arman runtuh sejenak. Dan Kinara melihatnya bukan pria lumpuh, bukan CEO, melainkan seorang lelaki yang selama ini sendirian.

Namun tatapan itu hanya bertahan sesaat. Arman langsung mengangkat wajahnya, mata hitamnya berubah tajam ke arah pria yang mendorong Kinara. Rahangnya mengeras. Tangannya hendak mengangkat interkom kecil di kursi rodanya.

“Rudi...”

Belum sempat Arman menyelesaikan kalimatnya, Kinara sudah bangkit dengan tergesa. Wajahnya merah oleh amarah yang tak lagi bisa ditahan.

Ia berbalik dan kembali meledak.

“Berani sekali kamu menyentuhku!” bentaknya.

“Dan lebih berani lagi kamu menghina suamiku!”

Ruangan berguncang oleh suaranya.

“Suamiku mungkin duduk di kursi roda,” lanjut Kinara dengan suara bergetar namun penuh kekuatan, “tapi dia seribu kali lebih bermartabat dari pria pengecut sepertimu!”

Semua orang terdiam.

“Dan anakku,” Kinara menunjuk Aksa yang berdiri gemetar, “adalah anak yang kuat. Bukan karena ayahnya berdiri atau duduk, tapi karena dia diajarkan untuk bertahan!”

Beberapa guru menelan ludah, tak ada yang berani menyela. Namun istri pria itu mendengus sinis.

“Faktanya tetap sama,” katanya tajam. “Aksa memang anak dari pria yang cacat.”

Plak!

Satu tamparan keras melayang, suara itu menggema di seluruh ruangan. Kepala wanita itu terlempar ke samping. Pipinya memerah seketika, ruangan membeku total.

Kinara berdiri tegak, napasnya naik turun, tangannya masih gemetar. Matanya berkaca-kaca, namun sorotnya tidak goyah.

“Jaga mulutmu,” katanya rendah dan berbahaya.

“Kamu tidak pantas menyebut ayah anakku dengan cara apa pun.”

Arman menatap punggung Kinara, untuk saat ini ia tidak melihat Kinara sebagai wanita yang datang karena uang. Wajah pria itu memerah saat melihat istrinya menutup pipi yang ditampar Kinara.

“Kurang ajar!” bentaknya sambil menarik istrinya ke belakang. “Kamu berani memukul istri saya?!”

Ia melangkah maju, jarinya menunjuk Kinara dengan gemetar penuh amarah.

“Saya akan laporkan ini ke polisi! Penyerangan di lingkungan sekolah anak-anak!”

Beberapa guru langsung saling berpandangan. Wajah mereka berubah tegang.

“Dan bukan cuma itu,” lanjut pria itu dengan suara keras dan mengancam. “Saya juga akan mencabut donatur perusahaan saya dari sekolah ini! Kita lihat masih bisa bertahan atau tidak tanpa dana kami!”

Ucapan itu seperti bom. Guru TK itu langsung pucat. Kepala sekolah yang baru masuk ruangan tampak panik dan langsung menghampiri pria tersebut.

“Tuan, tolong … mohon dipertimbangkan kembali,” ucap kepala sekolah dengan suara bergetar. “Perusahaan Mission Bar adalah salah satu donatur terbesar kami. Jika Tuan menarik dana...”

“Justru karena itu kalian harus tahu diri!” potong pria itu kasar. “Saya tidak mau anak saya bersekolah di tempat yang membiarkan istri saya ditampar begitu saja!”

Kinara hendak membuka mulut, namun Arman mengangkat satu jari pelan dengan isyarat halus agar Kinara diam. Tatapan Arman kini tenang, dan bahkan terlalu tenang.

Belum sempat siapa pun bicara lagi, pintu ruangan terbuka.

Rudi masuk dengan langkah mantap. Wajahnya serius, map hitam di tangan. Sorot matanya menyapu ruangan dengan cepat, lalu berhenti pada Arman dan Kinara.

Pria itu menoleh, lalu tersenyum sinis begitu melihat Rudi.

“Oh,” katanya mengejek. “Untuk apa Anda ke sini, Pak Rudi? Datang untuk membela kami, kan?”

Ia melangkah mendekat, penuh percaya diri.

“Pasti karena anak saya terluka dan istri saya ditampar, ya? Anda datang sebagai perwakilan perusahaan untuk membela kami. Bagus sekali, saya ingin perusahaan tahu bahwa...”

Rudi tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju, berdiri di samping kursi roda Arman. Tubuhnya tegak, dan wajahnya hormat.

Pria itu mengerutkan kening. Rudi lalu menoleh sedikit ke arah Arman.

“Tuan,” ucapnya tenang, “saya sudah melihat rekaman CCTV dari awal kejadian.”

Ruangan membeku.

Pria itu tertawa kecil. “Tuan,” ulangnya meremehkan. “Anda memanggil siapa, Tuan? Dia?” Ia melirik Arman dari ujung kepala sampai kaki, tatapannya penuh penghinaan.

“Pria ini?” lanjutnya sinis. “Hanya duduk di kursi roda?”

Rudi menatap pria itu datar, tatapan yang membuat senyum pria itu perlahan memudar.

“Benar,” kata Rudi.

“Karena beliau adalah CEO Mission Bar.”

Detik itu juga, darah di wajah pria itu surut. Ruangan hening total dan Guru-guru membeku. Kepala sekolah ternganga, Arman Pramudya, yang sejak tadi duduk diam di kursi roda, mengangkat wajahnya perlahan. Tatapan dinginnya menembus pria itu tanpa ampun.

“Dan,” lanjut Rudi dengan nada resmi, “Anda adalah salah satu manajer di perusahaan kami. Sayangnya … Anda belum pernah cukup penting untuk bertemu langsung dengan beliau.”

Pria itu mundur setengah langkah, Arman akhirnya membuka suara.

“Mulai hari ini,” katanya, “Anda di-nonaktifkan.”

Semua orang tercekat.

“Dan mengenai donatur sekolah...” Arman menoleh ke kepala sekolah. “Mission Bar akan tetap mendukung sekolah ini. Dengan satu catatan.”

Arman mengarahkan pandangannya ke pria itu.

“Anak saya … tidak boleh disentuh, dihina, atau diancam oleh siapa pun.”

Aksa memegang erat tangan Kinara, wanita ini menatap Arman dengan senyum tipis di wajahnya.

1
vivinika ivanayanti
semangat Kinara.....hati hati ada ulet bulu mau deketin suami mu🤭🤭
Yasmin Natasya
lanjut thor 🙏🤗
dyah EkaPratiwi
enmn Hama mulai datang
Dartihuti
Diiih enteng x ingin ketemu kuntu loncat ...pergi sk hati datang ingin mengulang kenikmatan yg gk di dapat dr yg diharapkan smp tega meninggalkan anak suami
Tri Handayani
haduwww...si parasit mulai beraksi setelah tau orang yg dlu d tinggalkan sekarang sukses.
yulithong
mulai dtg ulat bulu
Siti Amyati
nyesel tu Amira ,ayo Arman dan Kinara buktiin kalau kalian memang di takdirkan bersama saling melengkapi dan menyayangi lanjut kak
Asyatun 1
lanjut
iqha_24
sang penggoda mulai nii aksinya
rikautami
haduhh jauh jauh deh kumann🙏
Ani Basiati: lanjut thor
total 1 replies
vivinika ivanayanti
Asal kalian tahu Kinara lah sekarang yg menjadi perempuan di samping Arman 🤭🤭
sryharty
uget2 mau menggatal tuh
minta balikan lagi sama Arman
nanti pasti Aksa yg di jadikan alat
Lusi Hariyani
waduh jgn sampe arman kmbli sm amira...kiara km jujur sm arman aja
Kimo Miko
kok bisa ya suaminya dalam keadaan terpuruk karena akibat kecelakaan istrinya lari meminta cerai mengejar cinta masa lalunya. bener bener tega padahal ada anak yang harus ditinggalkan. jika sekarang tahu kalau suaminya sudah punya istri dan istri arman adqlah kinara apa yang akan dilakukan amira?
iqha_24
waduuh, ini bakalan buat rusuh si Amira
Teh Euis Tea
dan asal km tau amira, kinara istri sah arman jd jgn coba2 km merusak kebahagiaan arman aska dan kirana
Ariany Sudjana
aduh ini pelakor muncul, begitu tahu Arman sukses dan jadi konglomerat. waspada Kinara, jangan sampai pelakor menghancurkan rumah tangga kamu dan Arman
Helen@Ellen@Len'z: terjawab sudah kan knp rome sebegitunya memanggil kinara dtg kan tau2 ketemu mantan istri arman🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Yensi Juniarti
mulai ijo matanya kalau dengar kata sukses dan duit...
dasarrrr orang 🤣🤣
Valen Angelina
jiwa pelakorny pasti lagi meronta-ronta....menyesal saja kau sana ...Arman Uda ada Kirana wkwkkw
Valen Angelina
wkkwkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!