Damian pemuda urakan, badboy, hobi nonton film blue, dan tidak pernah naik kelas. Bahkan saat usianya 19 tahun ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Gwen, siswi beasiswa. la murid pindahan yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah milik keluarga Damian. Otaknya yang encer membuat di berkesempatan bersekolah di SMA Praja Nusantara. Namun di hari pertamanya dia harus berurusan dengan Damian, sampai ia harus terjebak menjadi tutor untuk si trouble maker Damian.
Tidak sampai di situ, ketika suatu kejadian membuatnya harus berurusan dengan yang namanya pernikahan muda karena Married by accident bersama Damian. Akan tetapi, pernikahan mereka harus ditutupi dari teman-temannya termasuk pihak sekolah atas permintaan Gwen.
Lalu, bagaimana kisah kedua orang yang selalu ribut dan bermusuhan ini tinggal di satu atap yang sama, dan dalam status pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Damian!"
Gwen berseru, ketika tiba-tiba suaminya berada di sana, dan kini tengah mencekal lengannya berbarengan dengan Axel.
"Ikut gue."
Axel mencoba menghempaskan tautan tangan si berandalan sekolah dari lengan Gwen, namun cekalan Damian pada lengan si ketua kedisplinan itu terlalu kuat.
"Lepasin, Gwen. Dia mau balik sama gue."
"Gue ada urusan sama dia," ujar Damian denga nadanya yang dingin.
"Mau ngapain lo sama Gwen? Sorry, Dam. Lo udah nggak ada urusan sama Gwen lagi, 'kan? Gwen sudah bukan lagi tutor lo. Jadi, Please jangan gangguin dia." Axel kembali mencoba mendorong Damian agar si tampan itu menjauh. Namun dasarnya Damian itu keras kepala dan egois, ia tak mau melepaskan tautan tangannya di lengan sang istri. Apalagi Gwen itu istrinya, dan pemuda di depannya ini tak ada hak untuk melarangnya membawa Gwen.
Tidak mau ada keributan, bahkan pertumpahan darah di sini, Gwen segera melepaskan tangan Axel. "Xel, lo balik duluan deh."
Axel mengkerutkan dahi, melihat Gwen justru menyuruhnya pergi. "Tapi, lo mau balik bareng gue, kan?"
"Lain kali aja deh, Xel. Gue ada urusan sama Damian."
"Tapi, Gwen."
Damian lalu mendorong Gwen ke belakang, tepatnya di belakang tubuhnya yang tinggi menjulang. Meskipun Gwen itu memiliki tinggi tubuh yang mumpuni, namun tetap saja masih kalah jauh dari Damian.
"Dia mau balik bareng gue, kuping lo belum budek, 'kan? Udah sono lo balik sendiri."
Gwen sebenarnya tak enak dengan Axel. Melihat pemuda itu kini menatapnya sendu. "Gwen lo ya-"
"Dia yakin seratus persen, udah lo sono balik. Dicariin Nyokap lo, bocil nggak boleh keliaran, hus, hus" Damian mengibaskan tangannya beberapa kali untuk mengusir Axel.
"Nggak usah ngusir, gue juga mau pergi," ucap Axel ketus. Axel melirik Gwen, hanya sekilas, lalu berbalik dan menaiki motornya.
"Xel, maaf ya," ujar Gwen. Namun ia langsung mendapat pelototan tajam dari Damian.
"Nggak usah minta maaf segala, ngapain? bukan lagi hari raya. Udah lo ikut gue, urusan gue sama lo belum kelar".
Damian menyeret lengan Gwen menjauh dari area sekolah, sedangkan Axel hanya bisa mencengkeram stang
"Si Damian pasti udah ngancem Gwen, duh kasihan si Gwen. Nggak bisa dibiarin nih."
Axel baru saja ingin mengikuti Damian yang menyeret Gwen keluar dari area sekolah, namun ponselnya lebih dulu berbunyi.
"Hallo, iya Ma."
Axel mengangguk mengerti mendengarkan ucapan ibunya di seberang line telepon.
"Iya, aku pulang sekarang," ujar Axel yang kemudian menghidupkan mesin motornya, dan berlalu dari area sekolahnya.
Tak jauh dari sana, Gwen kemudian menghempaskan tangan Damian yang masih tertaut di lengan.
"Lepasin gue, nggak usah lo seret-seret juga kali."
Gwen mendengus sembari mengusap-usap lengannya yang memerah akibat dicengkeram Damian terlalu kuat.
"Biar lo nggak kabur."
"Emang gue mau kabur ke mana? Ada-ada aja sih lo.
Terus maksud lo nyeret gue di depan Axel tuh apa? Lo mau kita ketahuan?" sungut Gwen. Hari ini emosinya dipermainkan oleh si kampret Damian.
"Nyokap gue telepon, kita suruh ke rumah sore ini, bawa Ibu dan Adek lo juga suruh ke rumah."
Gwen langsung menatap sang suami dengan dahi berkerut. "Ada acara apaan?" tanyanya.
"Nyuruh gue kawin lagi mungkin."
Srett.
"Aduh, aduh!" serunya, saat telinganya menjadi korban dari Gwen. Gadis itu menarik daun telinga sang suami, hingga si empunya meringis.
"Lo kalau ngomong yang bener, kampret. Gue emang nikah paksa sama lo, tapi gue ogah dimadu. Meskipun gue nggak cinta sama lo, tetep aja kalau ada cewek lain di rumah tangga kita, gue hawanya pen ngehajar lo dan istri kedua lo," tutur Gwen. Masih dengan posisi menjewer telinga Damian.
"Gue bercanda, anjir. Percayaan banget sih lo, punya istri satu model lo aja udah bikin gue frustasi. Apalagi dua istri, masa depan gue beneran suram, sekarang lepasin tangan lo. Bisa-bisa telinga gue putus. Lo mau gue budek, terus kalau lo manggil gue suamiku tersayang gue nggak deng...."
Duag!
Sekali lagi, Gwen menendang lutut Damian yang bicaranya sungguh absurd bin ngawur itu.
"Busyet, sakit njirr!" teriaknya.
"Rasain tuh, makannya tuh mulut direm. Buruan balik deh, lama-lama di sini lo kesambet setan tukang halu." Gwen melepaskan tangannya dari telinga sang suami, lalu bergegas masuk ke dalam mobil setelah memastikan keadaan aman. Takut saja jika genk Alicia masih berada di kawasan sekolah, dan memergokinya bersama Damian. Bisa viral dia nanti satu sekolahan.
Damian sendiri juga berjalan memutar untuk masuk
ke dalam mobil di sisi kanan, tepatnya di kursi kemudi masih dengan mengusap telinganya yang panas.
Sialan memang, sungguh punya istri model Gwen ini lama-lama ia babak belur.
***
"Eh, Chris, Ton. Kalian berdua ngerasa nggak kalau si Damian tingkahnya makin aneh akhir-akhir ini?" ucap Jason.
Mereka sekarang tengah nongkrong di caffe dekat sekolah, sembari bermain game di ponsel.
Chris mengalihkan atensinya dari layar ponsel, guna menoleh pada sahabatnya yang selalu update masalah gosip ini.
"Aneh gimana maksud lo? Biasa aja tuh dia."
"Aneh tau, lo berdua tuh yang nggak peka sama tingkah Damian."
Axton menaruh ponselnya di atas meja, ia meminum milk shakenya yang tinggal setengah, lalu menatap Jason. "Apanya yang perlu dipekain. Lah emang Damian pacar lo, aneh lo. Biasa aja sih menurut gue, lo aja yang selalu melebih-lebihkan."
Jason mendengus malas. Menyambar minuman milik Chris, dan ia minum hingga habis.
"Hei, punya gue tuh."
"Bodo amat, habis lo pada kagak peka sih. Apa cuma gue yang ngerasa Damian jarang nongkrong sama kita bertiga. Apa jangan-jangan emang dia itu udah nikah, guys."
Axton hampir saja memuntahkan minumannya yang sudah berada di dalam perut, mendengar penuturan Jason.
"Ngaco lo, mana mungkin ah?" ujar Chris.
"Gue ngomong gitu juga pakai penerawangan tahu, Cina sipit. Mungkin aja emang si Damian itu dipaksa nikah sama Nyokapnya, dan kenapa Damian jarang nongkrong sama kita-kita, itu karena...." Jason bukannya melanjutkan ucapannya justru memasang wajah horor, yang membuat kedua temannya ini semakin penasaran saja.
"Apaan, Jas. Jangan bikin orang penasaran, bego."
"Dia dinikahin sama anaknya Pak Rt komplek rumahnya Damian, yang hobi ngemil kemenyan itu."
Chris dan Axton hanya bisa memutar jengah kedua bola matanya. "Temen lo makin parah halunya, Chris. Perlu dibawa ke dukun nih keknya."
"Heh, gue nggak kesurupan, njirr."
"Omongan lo suka ngawur. Mana ada Damian dinikahin sama anaknya Pak Rt yang aneh itu, ngadi-ngadi aja lo. Dia aja ogah nikah." Axton bersungut-sungut.
"Kali aja, soalnya dia sering balik duluan, dan susah diajak nongkrong. Lagipula, dia udah jarang ngebully orang. Mungkin dia disuruh jaga lilin sama makan menyan."
Dukk.
Axton memukul kepala belakang Jason cukup keras, hingga si empunya mengaduh.
"Sakit, bego! Lo main pukul aja."
"Lo kebanyakan nonton sinetron, Jas. Lo pikir si Damian babi ngepet."
"Dia ketularan Nyokapnya, Ton." Chris menimpali.
"Kok lo tahu, Nyokap gue demen nonton sinetron kolosal?" tanya Jason, merasa penasaran. Dari mana temannya ini tahu jika ibunya itu maniak sinetron. Pernah Jason memergoki ibunya menangis di depan televisi, ia pikir ibunya saling baku hantam dengan ayahnya. Ternyata ibunya menangisi tokoh wanita yang tidak diberi nafkah suaminya, dan ternyata suaminya berselingkuh dengan tetangganya.
"Gue sering nginep di rumah lo, ya gue tahu lah."
"Oh ya, lo kan emang jiwa kismin tukang cari penginepan gratis."
Plakk.
Sekali lagi, Jason menjadi korban pemukulan, dan kali ini, Chris lah pelakunya. "Ngomong gitu lagi gue hajar lo, dan dugaan lo ini kalau Damian sampai tahu bisa babak belur lo."
Jason mendengus, tapi ia sangat yakin jika memang ada yang aneh dengan Damian, jika dua temannya itu tak percaya. Maka, ia akan menyelidikinya sendiri.
***
Gwen langsung masuk ke kamarnya setelah sampai di rumah. Ia menelpon Dirly terlebih dahulu, agar adiknya itu bersiap-siap karena ibu mertuanya menyuruh ia datang sore ini.
"Mending gue langsung mandi deh, udah jam empat sore, entar Bu Jessica nunggu lama lagi," gumamnya setelah ia selesai menelpon sang adik.
Tak mau berlama-lama, Gwen akhirnya masuk ke kamar mandi. Tidak seperti kebiasaannya di rumah yang selalu membawa pakaian ganti ke kamar mandi. Di sini ia hanya membawa handuk saja, toh kamar mandinya berada di dalam kamar, jadi siapa yang mau mengintipnya. Di sini hanya ada dia, dan Damian.
Lagipula, Damian tak akan mungkin masuk ke kamarnya, karena ia yakin sudah mengunci pintu kamarnya.
Sepuluh menit berlalu, Damian keluar dari kamarnya. Ia sudah segar dengan pakaian casual, yang membuatnya tampil lebih tampan dari saat dia memakai seragam sekolah.
"Tuh cewek badak udah siap-siap belum, ya? Awas aja kalau belum. Paling males gue kalau nunggu cewek makeupan," gerutunya.
Dia berjalan ke arah kamar Gwen, memutar handle pintunya, dan karena tak terkunci Damian langsung menyelonong masuk dan duduk di atas ranjang.
Ia asyik bermain game di ponselnya. Lebih baik daripada nonton film biru, karena semua koleksi videonya sudah dihapus oleh ibunya.
Sampai ia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan sosok Gwen dengan balutan handuk sebatas paha, dan hanya menutupi bagian dada, juga bahu yang terbuka.
Gwen masih bersenandung, tak menyadari jika Damian ada di sana.
'Busyet, tubuh si cewek badak mulus banget.' Damian membatin, sembari menelan ludahnya paksa.
Gwen masih belum sadar, ia sibuk mengusap rambutnya yang baru selesai keramas dengan handuk. Ia berjalan ke arah lemari, dan Damian mengendap-endap mendekati istrinya yang sibuk berkutat di depan lemari, guna mencari baju yang pas.
Damian berdiri tepat di belakang tubuh sang istri. Sialan, otaknya sudah traveling ke mana-mana.
Sampai ketika, saat Gwen agak menunduk guna mengambil celana panjang miliknya. Ia merasa ada sesuatu di belakangnya.
Tubuhnya meremang, dengan cepat ia menoleh ke belakang. Sampai tak sadar ikatan handuknya lepas, tepat saat ia menghadap Damian, membuat keduanya sontak melotot bersamaan.
"Anjirr, mulus beut," ucapnya.
Gwen menatap horor sang suami, mengerti keadaannya sekarang. Ia langsung berteriak. "Damian! Keluar lo! Dasar cabul!" teriak Gwen yang langsung menutupi tubuhnya dengan handuk.
Damian menelan ludahnya kepayahan, sampai celana panjang milik Gwen yang baru diambil dari lemari melayang ke wajahnya beberapa kali, memaksa Damian keluar dari kamar itu.
Brakk.
Pintu dibanting dari dalam oleh Gwen, saking malunya.
"Apaan tadi?" gumam Damian di luar pintu. Melirik ke bawah, si tampan itu mendesah. "Ngapain lo malah bangun sih," desahnya. "Dasar baperan."
...***Bersambung***...