NovelToon NovelToon
SAYAP PATAH MARIPOSA

SAYAP PATAH MARIPOSA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil
Popularitas:274
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Seharusnya di bulan Juni, Arum tidak menampakkan dirinya demi mendapatkan kebahagiaan bersama seseorang yang di yakini bisa mengubah segala hidupnya menjadi lebih baik lagi. Nyatanya, sebelah sayapnya patah. Bukan lagi karena hujan yang terus mengguyurnya.

Sungguh, ia begitu tinggi untuk terbang, begitu jauh untuk menyentuhnya. Dan, begitu rapuh untuk memilikinya...

Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TAK LAGI SAMA

SATU BULAN KEMUDIAN...

Pagi menyeruak perlahan, menyibak cuaca cerah yang hangat dan menenangkan. Cahaya matahari menumpah masuk melalui setiap jendela, menyelinap di celah-celah tirai yang setengah terbuka. Sinarnya membentuk garis-garis keemasan di lantai, dinding, dan sudut-sudut ruang, seolah menggambar ulang isi rumah dengan nuansa baru.

Udara pagi terasa segar, membawa aroma embun yang masih tertinggal. Cahaya itu menyentuh perabot dengan lembut—memantul di permukaan meja, merayap di bingkai jendela, dan menghangatkan ruang yang semalam dipenuhi keheningan. Di sela-sela cahaya, debu-debu halus tampak menari pelan, menciptakan kesan hidup yang tenang.

"Ma, aku pergi dulu." Kata Langit, menuruni anak tangga melewati ruang makan dan Laura yang tengah melahap sarapan paginya bersama beberapa lembar roti tawar itu.

"Langit, tunggu!"

Mendadak, Langit menghentikan langkahnya. Ia terpaku di tempat lalu berbalik menghadap Laura yang perlahan beranjak, kemudian bergerak mendekatinya. "Apalagi si, Ma... Aku udah telat!" Gumamnya sambil menatap jam di lengannya.

"Apa kamu bilang?" Tanya Laura memicingkan sebelah alisnya. "Telat?"

Langit menelan saliva sejenak, rahangnya mengeras tipis. Ia berpaling dari tatapan ibunya, menatap lurus ke depan seolah mencari kata-kata yang tepat. Ada jeda singkat—cukup lama untuk menunjukkan bahwa ia sedang menahan sesuatu.

"Bukankah ini hari libur kuliah kamu?!" Tanya Laura. Sorot matanya tajam, mulai menginterogasi. "Kenapa akhir-akhir ini kamu sering keluar di luar jadwal kuliah kamu, Langit? Dan satu lagi, Mama lihat buku tabungan kamu berkurang. Uangnya kamu pakai buat apa?"

"Mama masuk ke kamar aku tanpa permisi?"

"Udah Langit, jawab aja...?" Desak Laura. "Uang yang semula puluhan juta itu Mama lihat berkurang, kamu pakai buat keperluan apa?!"

Langit merapatkan bibir, lalu menoleh kembali, menatap ibunya dengan keberanian yang baru ia kumpulkan.

"Jawab, Langit...? Buat apa?!"

"Ma." Kata Langit kemudian. "Lagipula, uang itu, uang dari pemberian Papa. Uangku!"

Laura menelan saliva. "Mama heran sama kamu, akhir-akhir ini kamu banyak berubah. Kamu bukan Langit yang Mama kenal dulu. Ada apa si, sebenarnya?!"

Langit membisu.

"Langit, jawab Mama?!" Desak Laura. Nadanya nyaris setengah meninggi.

"Gak ada apa-apa kok, Ma. Apa yang berubah?" Tanggap Langit menggeleng. "Enggak ada, Ma. Aku Langit yang sama yang Mama kenal."

Laura membisu. Matanya yang tadi menyiratkan banyak Tanya kini menatap Langit lebih dalam—cari tahu apakah di balik kalimat itu memang tak ada yang berbeda… atau ia hanya terlalu takut untuk mengakuinya.

“Aku… pergi dulu,” Ujar Langit kemudian, suaranya tenang, namun nada itu membawa ketegasan yang tak bisa lagi disangkal.

Laura masih terdiam beberapa detik, menahan apa yang ingin keluar dari mulutnya—ungkapan kekhawatiran, pertanyaan, bahkan kemarahan yang tak sempat terucap. Heningnya panjang, hanya terdengar suara napasnya yang terbalut semua perasaan itu.

Langit mengalihkan pandangannya perlahan, lalu berjalan menuju pintu dengan langkah yang tak tergesa namun mantap. Sempat ia menoleh, sekilas menatap sang ibu yang masih terdiam, penuh pertanyaan tak terucap.

Namun dalam keheningan itu, Laura yang cukup lama terpaku sampai memastikan Langit telah pergi, mulai melangkah cepat menuju meja makan. Di atas permukaannya yang dingin, ponselnya tergeletak begitu saja, seolah menunggu untuk digenggam. Tanpa ragu, ia meraih benda tipis itu. Jemarinya bergerak cekatan, sedikit gemetar, menekan nama yang sudah ia hafal di luar kepala.

Layar ponsel menyala. Nada sambung terdengar, memecah keheningan rumah yang kini terasa semakin sunyi. Laura menghela napas pendek, matanya menajam—ada tekad dan kecemasan bercampur di sana.

Panggilan itu berdering. Sekali, dua kali...

"Halo, bos?"

"Sekarang!" Perintah Laura, tegas dan menusuk.

"Siap, Bos!"

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!