NovelToon NovelToon
Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: riena

“Pernikahan kita cuma sandiwara. Di depan keluarga mesra, di belakang orang asing. Deal?”
“Deal!”

Arman sudah punya kekasih, Widya ogah ribet. Tapi siapa sangka, hidup serumah bikin aturan mereka berantakan. Dari rebutan kamar mandi sampai saling sindir tiap hari, pura-pura suami istri malah bikin baper sungguhan.

Kalau awalnya cuma perjanjian konyol, kenapa hati ikut-ikutan serius?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Teguran dari Widya

Malam Hari, Kamar Mereka

Lampu kamar diredupkan. Widya sudah lebih dulu berbaring, sibuk dengan ponselnya. Arman masuk, masih dengan kaus santai, lalu menaruh ponsel di meja nakas.

Sejenak, hanya suara ketikan jari Widya yang terdengar. Arman naik ke ranjang, membaringkan diri di sisi lain, dengan guling kembali jadi pembatas.

“Besok kamu ngampus, kan?” tanya Arman tiba-tiba, menatap langit-langit.

Widya menoleh sebentar. “Iya. Emangnya kenapa?”

“Nggak… cuma nanya.”

Widya mendengus kecil. “Heh, jangan bikin kaget. Tumben kamu peduli jadwal kuliahku.”

Arman mengerling sebentar. “Aku kan harus tahu. Takutnya tiba-tiba ada keluarga yang datang, terus kamu nggak ada di rumah, malah aku yang disemprot.”

Widya terkekeh. “Oh, jadi intinya kamu waspada biar nggak kena marah, bukan karena perhatian?”

Arman ikut tersenyum tipis. “Ya bisa dibilang gitu.”

Hening sebentar. Widya mematikan ponselnya, lalu menatap langit-langit. “Mas, kamu sadar nggak… hidup kita sekarang mirip sinetron sore. Nikah karena dijodohin, serumah tapi ada drama rahasia, terus pura-pura mesra di depan keluarga.”

Arman memalingkan wajah ke arahnya, meski guling jadi penghalang. “Ya terus?”

Widya menoleh balik, mata mereka bertemu sekilas. “Ya aneh aja. Kadang aku mikir… apa jangan-jangan nanti beneran kebawa perasaan?”

Arman tercekat, jantungnya memacu sedikit lebih cepat. Tapi ia buru-buru menahan diri, menutupinya dengan nada dingin. “Kamu terlalu banyak nonton drama, Wid.”

Widya tersenyum kecil, lalu memutar badan membelakangi Arman. “Mungkin iya. Tapi siapa tahu?”

Arman terdiam, menatap punggung Widya. Kata-kata barusan menggema lama di kepalanya.

Beberapa menit kemudian, Widya sudah terlelap. Arman masih terjaga, menatap guling pembatas di antara mereka. Untuk pertama kalinya, ia merasa benda itu justru menghalangi sesuatu yang… entah apa.

*

*

Pulang dari kampus, Widya duduk di teras, menyapu pelan sambil sesekali melamun. Tiba-tiba ada suara yang memanggil dari pagar, membuat dia langsung menengadah.

“Wid! Lagi senggang, ya?” suara itu datang dari Sinta, teman kuliah yang rumahnya masih satu RT.

Widya tersenyum kecil. “Eh, Sint… iya, kebetulan lagi kosong.”

Sinta maju beberapa langkah, lalu duduk di kursi teras. Nada suaranya agak pelan tapi jelas:

“Aku… kemarin nggak sengaja lihat, hmmm. Itu… kayaknya mas Arman sama cewek. Boncengan motor. Mereka belok ke arah jalan ke cafe kecil gitu.”

Sinta berhenti sebentar, terus nyengir tipis. Ia merasa tidak enak hati menyampaikan hal seperti itu pada Widya.

“Oh, iya?”

Sinta sedikit bingung dengan respon temannya. “Wid… aku jadi nggak enak ngomong. Soalnya… kamu kan pengantin baru. Apa… apa suamimu selingkuh?” tanyanya hati-hati.

Widya menghela napas pendek, senyumnya tetap santai. “Santai aja, Sint. Kalau mas Arman mau ketemu orang lain, aku bisa apa? Tugas aku kan di sini, ngejalanin rumah tangga ini sesuai koridor. Lagi pula, orang pacaran dulu kan memang nggak langsung bisa ilang jejaknya.”

Sinta kaget. “Loh, jadi kamu beneran tahu?”

Widya menoleh, tatapannya tenang. “Aku nggak buta, Sint. Tapi aku juga nggak mau capek-capek mikirin. Kita nikah karena dijodohin, bukan karena jatuh cinta. Jadi, ya… aku jalani sesuai porsiku aja. Urusan hatinya mas Arman, itu dia yang tanggung.”

Sinta masih sedikit tidak paham. “Tapi kan, Wid… orang bisa ngomong macam-macam kalau tahu.”

Widya terkekeh pelan. “Justru itu, makanya aku santai. Kalau aku kelihatan ribut, makin seru deh bahan omongan tetangga. Biarin aja orang ngomong, aku nggak rugi apa-apa.”

Sinta diam, lalu menatap Widya sedikit kagum. “Aku kira kamu bakal meledak-ledak, ternyata malah adem banget jawabnya.”

Widya menepuk tangan Sinta pelan. “Kalau aku meledak, yang dapet luka siapa? Aku juga. Jadi mending begini. Lagian…” Widya berhenti sebentar, lalu menatap ke halaman, “…siapa tahu nanti hatinya balik sendiri. Kalau nggak ya… berarti memang bukan jodoh.” jawab Widya enteng.

*

*

Pintu depan berbunyi, dan Arman masuk. Langkahnya pelan, jaket masih tergantung di tangan. Badannya masih agak lelah, wajahnya menunjukkan kepenatan setelah seharian bekerja.

Widya duduk di sofa, wajah tenang tapi matanya menatap Arman penuh arti. Ia memegang buku yang baru dibacanya, namun tatapannya tak lepas dari sosok yang berada di depan pintu.

Arman meletakkan jaket, tersenyum canggung. “Wid… aku pulang.”

Widya menutup bukunya, menatapnya tanpa ekspresi berlebihan. Nada suaranya datar tapi menusuk sedikit.

“Tolong jaga muka aku ya, Mas.”

Arman mengernyit. “Eh? Maksudmu…?”

Widya meletakkan buku di meja, bersandar santai tapi matanya tetap tajam. “Kalau kamu mau pacaran, ya… bisa nggak sembunyi-sembunyi? Nggak harus diumbar ke siapa pun. Aku nggak mau orang-orang tahu suamiku main mata sama cewek lain di jalan. Apalagi di depan tetangga.”

Arman menelan ludah. “Aku… aku juga nggak mau. Aku cuma… kemarin spontan, dia maksa sarapan bareng.”

Widya mengangkat satu alis, suara tetap santai tapi ada sedikit nyinyir. “Spontan? Kamu serius ngomong kayak itu? Spontan tapi kelihatan banget ke orang lain?”

Arman menghela napas, duduk di sofa di seberangnya. “Aku ngerti, Wid. Aku nggak bakal bikin masalah lagi. Janji.”

Widya menoleh ke luar jendela sebentar, kemudian menatapnya balik. “Baguslah kalau gitu. Aku cuma pengen jelas aja. Kita udah sepakat main peran di depan orang, tapi… jangan bawa urusan pribadi kalian ke sekitarku.”

Arman mengangguk, suaranya pelan tapi penuh penyesalan. “Iya, Wid. Aku ngerti.”

Widya mengangguk. “Bagus. Aku nggak suka drama nggak perlu.” tegas Widya.

Arman tersenyum kecil, setengah lega, setengah malu. Ia menatap Widya beberapa saat, merasakan kesejukan di tengah rasa bersalahnya.

Hening sebentar. Widya kemudian meraih remote TV, menyalakan acara lama yang mereka berdua suka, seolah-olah percakapan tadi itu cuma hal ringan yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Arman duduk di samping sofa, menatap layar TV tapi pikirannya masih berkutat di Priya dan nada santai tapi menusuk Widya tadi.

Widya mencondongkan tubuh sedikit ke belakang sofa, menatapnya sekilas, lalu menggeleng pelan. “Ya ampun, Mas… biasa aja, aku cuma mengingatkan, jadi jangan tegang gitu.” ucap Widya sambil tertawa kecil.

Arman hanya tersenyum canggung, lalu memalingkan wajah ke arah TV. Suasana kembali hening. Hanya terdengar suara TV dan detak jam di dinding.

Tetap terlihat seperti pasangan muda yang sederhana dan santai. Tapi di antara mereka, ada garis tipis kode yang tak bisa diabaikan. Kode yang mengingatkan Arman, bahwa meski ia masih punya Priya, Widya bukan orang yang bisa diabaikan begitu saja.

*

*

Pagi Hari

Udara pagi masih segar. Arman sudah menunggu di motor, sementara Widya keluar sambil merapikan jilbab, wajahnya agak mengantuk.

“Cepet naik, Wid. Nanti telat,” ucap Arman, menyalakan motor.

Widya mendengus pelan. “Iya, iya.” Widya segera naik ke boncengan, berusaha menjaga jarak. Tangannya tak berani memegang bahu Arman, hanya menggenggam tas erat-erat.

Motor baru melaju sebentar, ponsel Arman bergetar dari saku jaket depan. Ringtone khas Priya langsung terdengar.

Arman melirik spion. “Wid… bisa tolong ambilin HP di saku depan?”

Widya langsung kaku. “Hah? Saku depan? Aku?”

“Iya. Aku lagi nyetir. Kalau aku yang ambil, bisa oleng,” jawab Arman datar.

Widya menggigit bibir, ragu. Tangannya terangkat sedikit, tapi cepat ia tarik lagi. “Tapi… itu kan di—”

Arman menghela napas, sedikit mendesak. “Widya, serius. Nggak usah mikir aneh-aneh. Ambilin aja.”

Dengan gerakan hati-hati, Widya akhirnya menyelipkan tangannya ke saku jaket depan Arman. Sentuhan singkat pada kain jaket membuat wajahnya merona. “Ya Allah… ribet banget,” gumamnya, berhasil mengeluarkan ponsel.

Arman menahan senyum kecil saat melihat dari spion, ekspresi Widya yang jelas-jelas salah tingkah. “Cepet angkat.”

Widya melotot dari belakang. “Aku? Nggak salah? Itu kan cewekmu.”

“Makanya kamu angkat, biar nggak curiga aku lagi nyetir. Nanti aku telpon balik.”

Dengan canggung, Widya akhirnya menekan tombol hijau. “H-helo?” suara Widya sedikit bergetar.

Dari seberang, terdengar suara Priya. “Man? Kok bukan kamu yang angkat?”

Widya menelan ludah, mencoba terdengar tenang. “Ehm… Mas Arman lagi nyetir. Jadi aku yang angkat.”

Arman cepat-cepat menimpali, separuh berbisik. “Bilang nanti aku telpon balik.”

Widya menuruti, “Kata Mas Arman… nanti dia telpon balik kamu.”

Priya terdiam beberapa detik, lalu suaranya dingin. “Kamu… Widya, ya?”

Widya menahan napas. “Bukan, cewek lain.” jawab Widya ketus.

“Wid, jangan bikin ribut.” sela Arman.

“Habisnya, pacarmu cerewet.”

“Heh….. Suruh dia telepon aku setelah ini,” ujar Priya berang dari seberang sana, lalu bip. Panggilan terputus.

Widya buru-buru menekan tombol merah, lalu mengembalikan ponsel ke saku Arman. “Udah. Jangan suruh aku lagi, nanti pacarmu bisa gantung diri karena marah-marah.”

Arman hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Widya lalu melipat tangan, memalingkan wajah, menghindari bersitatap dengan Arman lewat kaca spion.

Arman menahan senyum, diam-diam geli melihat sikap Widya yang kikuk tapi keras kepala.

Di seberang sana, Priya sudah misuh-misuh tidak jelas.

********

1
Enisensi Klara
Udah makin ada kemajuan nih mereka tinggal unnoxingan 🤣🤣
Enisensi Klara
Makin gencar nih Arman 🤣🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Beugh ..Arman modus ya bilang mo istirahat dirumah bareng Widya ..padahal emang mau dekat2 Widya 🤣🤣
Enisensi Klara
Pegang aja tuh tangan Widya ga usah ragu dan malu lah Arman 🤣🤣
Enisensi Klara
Beugh ..Arman beliin Widya gelang biar Widya gampang di cari pas dikeramaian padahal modus aja ,biar bisa belikan Widya 🤣🤣jgn cuma gelang lucu beli juga gelang emas dong 🤣🤣
Enisensi Klara
Cieeh ..Arman mulai gombalin Widya hihihi 🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Cieee...udah mulai nih saling kasih minuman ke pasangan pake sendok bekas pakai 🤗🤗🤗
Enisensi Klara
Arman gandeng dong tangan Widya 🤣
Enisensi Klara
Takut ada copet Widya jadi pegang erat tasnya 😇😇
Enisensi Klara
Yeaay 🥳🎉🎉🥳 up lagi maaci kak Rie 🤗🤗🤗
emillia
priya....priya...dengan kamu memprovokasi begitu semakin arman muak sama kamu
Safitri Agus
hubungan mereka sudah maju beberapa langkah kedepan, semoga bisa saling menerima satu sama lainnya 😊
Yani Hendrayani
ceritanya ga pernah gagal luar biasa
Mam AzAz
terimakasih Up nya 😊
Mam AzAz
cieee cieee😄😄😄
Safitri Agus
Widya malu-malu nih ciee🤭
Safitri Agus
ya nda papa toh man sudah halal kok
Enisensi Klara
Cieeh ..Arman yg curi2 pandang ke Widya lewat kaca spion 😇😇😇
Enisensi Klara
Cieee ..yg gak bisa jauhan hihihi 🤣🤣🤣itu udah cinta namanya Arman 🤣🤣
Enisensi Klara
Karena kamu sebenarnya punya rasa yg sama kyk Arman Wid ,makanya ga bisa marah sama Arman 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!