Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Ingatan Kembali
Bibi Dini terus berusaha melakukan panggilan telepon pada Mark. Meski bisa tersambung, tapi cukup lama bibi Dini berusaha melakukan panggilan itu. Mark tak juga menerimanya.
"Pak Mamat, bagaimana ini. Tuan tidak mengangkat panggilan teleponnya?" kata bibi Dini panik.
Tangan wanita paruh baya itu bahkan terlihat sangat gemetaran. Dia takut kalau dia terlambat mengurus administrasi maka akan menjadi masalah bagi nyonyanya.
Pak Mamat juga terlihat bingung.
"Kirim pesan bi, siapa tahu tuan sedang rapat dan tidak bisa menerima panggilan telepon. Kalau dia melihat pesan pasti masih bjsa. Cepat bi!" kata pak Mamat.
Bibi Dini segera mengangguk. Dia mengetik pesan dengan cepat di ponselnya. Lalu mengirimkan pesan itu pada Mark.
Bibi Dini masih menunggu. Sampai ponselnya berdering setelah lima menit berlalu.
Wajah bibi Dini yang melihat siapa yang telah menghubungi itu terlihat begitu lega.
"Tuan, tuan menelepon pak Mamat. Aku angkat..." bibi Dini sangat bersemangat.
Pak Mamat juga segera mengangguk, dan terlihat sangat antusias.
"Halo tuan..."
[Dia masih hidup?]
Bibi Dini terlihat shock mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh tuannya itu.
"Tu... tuan, kondisi nyonya..."
[Dia masih hidup kan? kalau begitu jangan ganggu aku. Aku sedang meeting]
Tut Tut Tut
"Tu... tuan..."
Air mata bibi Dini mengalir begitu saja. Kenapa rasanya sakit sekali mendengar tuannya berkata seperti itu. Jika dia saja merasakan perasaan sakit seperti ini, bagaimana kalau sampai nyonyanya yang mendengar sendiri suaminya berkata seperti itu tadi.
"Bibi, bagaimana?" tanya pak Mamat.
Bibi Dini menyeka air matanya. Dia segera menunjukkan wajah serius ke arah pak Mamat.
"Kamu benar pak Mamat, tuan sedang meeting. Tuan sangat sibuk. Pak Mamat, tolong tunggu disini. Tolong tunggu Nyonya. Aku akan ke bagian administrasi!" kata bibi Dini.
Pak Mamat yang melihat bibi Dini sedih. Sepertinya sudah tahu apa yang dikatakan tuannya. Tak ingin membuat bibi Dini lebih sedih lagi. Pak Mamat pun mengangguk patuh.
"Iya bi".
Bibi Dini segera pergi ke bagian administrasi. Dia bahkan tidak tahu usia dari nyonyanya itu.
"Kok bisa tidak tahu? ibu ini siapanya pasien?" tanya petugas administrasi.
"Saya pelayannya. Suaminya sedang sangat sibuk bekerja" jawab bibi Dini.
"Kalau begitu nyonya ibu ini. Pasti punya.karti identitas kan? tolong di bawa saja kemari!" kata petugas itu.
Bibi Dini ingat, nyonyanya pernah bilang kalau kartu identitasnya ada pada Mark. Mark yang menahan semua kartu identitas itu. Karena memang Mark yang membuat kartu itu.
"Apa tidak bisa begini saja mbak, pakai identitas saya. Saya yang bertanggung jawab, tolong mbak. Tolong nyonya saya, nanti kalau dia sudah sadar, dia akan memberikan semua informasinya. Tolong mbak" bibi Dini sampai menangis memohon pada petugas itu.
Petugas administrasi itu menghela nafas panjang. Dia jadi ingat pada ibunya di rumah.
"Baiklah, tolong berikan kartu identitas ibu!" kata petugas itu.
Bibi Dini menghela nafas lega. Dia segera memberikan kartu identitasnya pada petugas itu.
Setelah hampir satu jam, dokter yang menangani Alisa keluar. Dan mengatakan Alisa harus segera melakukan operasi. Dan biayanya tidak kecil.
"Berapa dok?" tanya bibi Dini.
"Perkiraan sekitar 20 juta! tapi itu hanya perkiraan..."
"Iya dok, lakukan saja!" kata bibi Dini.
Dokter itu mengangguk paham.
"Baiklah, silahkan ibu melakukan deposit. Kami akan mengatur operasinya!"
"Baik dok!"
Pak Mamat yang masih mendampingi bibi Dini, segera menghampiri bibi Dini.
"Bi, bagaimana kalau kita ke kantor tuan saja?" tanya pak Mamat.
Bibi Dini yang masih mengingat dengan jelas bagaimana, tuannya tadi tampak begitu tidak perduli kepada Alisa. Menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tidak usah pak Mamat. Aku ada uangnya, itu tabungan hari tuaku. Tapi tidak lebih daripada nyawa nyonya..."
"Bibi" pak Mamat terlihat begitu terharu.
"Aku akan ke deposit sekarang, pak Mamat tunggu di sini ya"
"Bi, aku juga ada 5 juta. Belum aku kirimkan ke kampung. Aku akan kirim ke bibi"
Bibi Dini terharu sekali. Dia mengangguk dan berterimakasih pada pak Mamat.
Sudah 3 jam berlalu, akhirnya dokter yang mengoperasi Alisa keluar dari ruangan operasi.
"Operasinya berhasil, pasien sudah melewati masa kritisnya. Sebentar lagi kami akan memindahkannya ke ruang perawatan!"
Bibi Dini mengusap wajahnya lega. Dari pagi sampai sore ini. Dia benar-benar cemas tadi.
"Bi, aku bawakan makanan. Kita makan dulu!" kata pak Mamat yang sudah membawa nasi bungkus untuk keduanya.
Bibi Dini mengangguk. Setelah memastikan Alisa baik-baik saja. Bibi Dini dan pak Mamat kembali ke kediaman Austin.
Dan mereka mendapatkan amukan dari Berta. Meski bibi Dini dan pak Mamat sudah menjelaskan semuanya. Tetap saja mereka disalahkan, dan mereka mendapatkan hukuman potong gaji selama tiga bulan.
Bibi Dini meminta maaf pada pak Mamat. Tapi pak Mamat tak merasa bibi Dini harus minta maaf.
"Jangan minta maaf bi, kita orang kecil, orang susah. Tapi kita punya hati. Tidak seperti mereka, yang katanya orang kaya, tapi miskin hati. Anakku juga sudah bekerja di pabrik bi, tenang saja. Tidak masalah kok. Kalau hanya tidak mendapatkan gaji selama tiga bulan" ujar pak Mamat yang malah membuat bibi Dini merasa semakin sedih.
Sementara itu di rumah sakit. Lewat tengah malam, Alisa membuka matanya perlahan. Bola matanya bergerak perlahan melihat ke arah langit-langit di atasnya.
"Rumah sakit" gumamnya pelan.
Hingga beberapa saat kemudian, dia merasa kepalanya berdenyut. Dan beberapa ingatan terlintas di kepalanya.
'Nona muda'
'Perusahaan multinasional Helmith menjadi satu-satunya perusahaan yang bisa masuk pasar dagang Internasional'
'Paula, dia sepupumu. Jangan seperti itu!'
'Nona Paula'
"Agkhh!" Alisa memegang kepalanya yang terasa begitu sakit.
Hingga kemudian dia melebarkan matanya mengingat apa yang terjadi satu tahun yang lalu.
"Aku ingat, aku ingat.... " ucapnya yang merasa kalau dia sudah kembali mengingat semuanya.
Alisa menekan tombol emergency. Dan seorang perawat datang ke ruangan itu.
"Ada apa? apa ada yang terasa tidak nyaman?" tanya perawat itu.
"Bisa pinjamkan aku ponsel?" tanya Alisa.
Perawat itu memberikan ponselnya pada Alisa. Alisa segera menghubungi seseorang.
[Halo, ini siapa? bagaimana kamu tahu nomor pribadiku?]
"Joyce, ke rumah sakit Medika di kota B sekarang!"
[Nona Paula!]
***
Bersambung...
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/