"Setelah bertahun-tahun diabaikan dan diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri, senja Aurelie Wijaya anak kandung yang terlupakan memutuskan untuk bangkit dan mengambil alih kendali atas hidupnya. Dengan tekad dan semangat yang membara, dia mulai membangun dirinya sendiri dan membuktikan nilai dirinya.
Namun, perjalanan menuju kebangkitan tidaklah mudah. Dia harus menghadapi tantangan dan rintangan yang berat, termasuk perlawanan dari keluarganya sendiri. Apakah dia mampu mengatasi semua itu dan mencapai tujuannya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ariyanteekk09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 34
Setelah berjalan cukup jauh, meninggalkan rumah yang penuh kenangan pahit di belakang mereka, Sekar berhenti. Ia merasakan kelelahan fisik dan mental. Ia menoleh ke belakang, memastikan semua anaknya mengikutinya. Kemudian, ia menatap keempat anaknya satu per satu, mencari jawaban atas pertanyaan yang tersirat dalam tatapan mereka.
"Ini kita mau ke mana?" tanya Sekar, suaranya lembut, namun terdengar sedikit ragu. Pertanyaan itu bukan hanya ditujukan kepada anak-anaknya, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Ia belum memiliki rencana pasti. Ia hanya mengikuti arus, hanya ingin menjauhi rumah itu, menjauhi Rudy, menjauhi Caca. Ia belum memikirkan masa depan, belum memikirkan tempat tinggal baru, belum memikirkan bagaimana mereka akan bertahan hidup. Namun, ia yakin, ia dan anak-anaknya akan mampu melewati semua ini. Mereka akan saling mendukung, saling menguatkan. Mereka akan bersama-sama menghadapi tantangan yang ada di hadapan mereka. Mereka akan membangun kehidupan baru, kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia. Ia percaya, mereka akan mampu. Mereka harus mampu. Demi masa depan anak-anaknya.
"Abang juga gak tahu, Mi. Kan selama ini kita gak punya rumah lain," ucap Raka, suaranya terdengar lesu. Ia merasa putus asa. Kehilangan rumah berarti kehilangan tempat berteduh, kehilangan kenyamanan, kehilangan segalanya.
"Kita juga sudah tidak punya uang sekarang," lanjut Radit, menambahkan keputusasaan yang dirasakan kakaknya. Realitas kehidupan yang keras tiba-tiba menghantam mereka. Mereka harus mulai dari nol.
"Masak malam ini kita tidur di bawah jembatan?" Galih bertanya, suaranya terdengar sedikit panik. Bayangan tidur di jalanan yang dingin dan berbahaya mulai menghantui pikirannya. Kehidupan yang selama ini mereka nikmati, tiba-tiba lenyap seketika.
Senja, yang melihat keputusasaan yang meliputi ibunya dan kakak-kakaknya, segera mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi seseorang, seseorang yang selama ini menjadi tempatnya bergantung. Ia akan meminta bantuan. Ia ingat akan rumah pemberian mendiang kakeknya. Rumah mewah yang berada di komplek elit.
"Tenang, Kak. Aku udah hubungi seseorang. Kita akan tinggal di rumahku. Rumah pemberian Kakek," kata Senja, suaranya tenang dan menenangkan. Ia berusaha untuk tetap tegar, menjadi kekuatan bagi keluarganya. rumah yang di hadiah kan kakeknya saat berumur 12 tahun..
*******
Mobil yang menjemput mereka berhenti di depan sebuah rumah besar, megah, dan mewah. Sekar, Galih, Raka, dan Radit tertegun. Mereka saling pandang, tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Rumah itu sangat berbeda dari apa yang mereka bayangkan. Rumah itu tidak kalah mewah nya dengan rumah mereka.
"Ini... ini rumahmu, Senja?" tanya Sekar, suaranya bergetar tak percaya. Ia menatap Senja dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kekaguman, kebingungan, dan juga sedikit rasa bersalah karena selama ini mereka tidak pernah tahu tentang keberadaan rumah mewah ini.
Galih, Raka, dan Radit juga tak kalah terkejutnya. Mereka tercengang melihat kemegahan rumah itu. Mereka tak pernah menyangka Senja memiliki rumah semewah ini. Selama ini, mereka mengira Senja tinggal di rumah yang sederhana bersama mereka. Mereka merasa sedikit iri, tapi lebih banyak rasa kagum dan tak percaya.
"Iya, Mi. Ini rumah pemberian Kakek," jawab Senja, tersenyum lembut. Ia melihat raut wajah keluarganya yang terkejut dan tak percaya. Ia mengerti perasaan mereka. Ia juga tak menyangka akan tinggal di rumah semewah ini. Ia hanya ingin memberikan tempat tinggal yang layak bagi keluarganya.
Mereka melangkah masuk ke dalam rumah, terpukau oleh keindahan dan kemewahannya. Rumah itu jauh melampaui apa yang pernah mereka bayangkan. Mereka merasa seperti berada di dalam mimpi. Namun, ini adalah kenyataan. Ini adalah rumah baru mereka. Rumah yang akan menjadi tempat mereka memulai kehidupan baru. Rumah yang akan menjadi saksi bisu kebahagiaan dan persatuan keluarga mereka.
keheningan hanya sesekali diselingi oleh isakan haru Sekar. Begitu sampai di depan rumah mewah tersebut, keheningan itu berubah menjadi bisikan-bisikan tak percaya dari Galih, Raka, dan Radit.
"Gak percaya, gue... rumah Senja semegah ini?" gumam Galih, masih tertegun menatap rumah tersebut. Ia mengusap wajahnya, seolah tak percaya apa yang dilihatnya. Rumah itu jauh melebihi apa yang pernah ia bayangkan.
Raka mengangguk, "Gue juga. pantes Selama ini senja gak pernah sedih meskipun kita mengabaikan nya karena dia punya rumah yang sangat nyaman. . Kok bisa punya rumah kayak gini?" Ia masih merasa bingung dan sedikit iri. Ia tak menyangka adiknya menyimpan rahasia sebesar ini. Namun, rasa iri itu segera sirna, tergantikan oleh rasa syukur. Mereka memiliki tempat tinggal yang layak.
Radit, yang biasanya paling pendiam, menambahkan, "Kayaknya Senja selama ini banyak menyimpan rahasia, ya? Rumah segede ini, kok kita nggak pernah tahu?" Ia merasa sedikit tersinggung karena Senja tidak pernah menceritakan tentang rumah ini. Namun, ia juga menyadari bahwa Senja mungkin punya alasan tersendiri.
Ketiga kakak beradik itu masih saling berbisik, berbagi rasa tak percaya dan sedikit rasa iri. Namun, di balik rasa tak percaya dan iri itu, terdapat rasa syukur yang mendalam. Mereka bersyukur karena Senja telah menyelamatkan mereka dari situasi yang sulit. Mereka bersyukur karena masih memiliki tempat tinggal. Mereka bersyukur karena masih memiliki keluarga. Rumah mewah itu, selain menjadi tempat tinggal, juga menjadi simbol persatuan dan kekuatan keluarga mereka. Mereka akan memulai hidup baru di rumah itu, hidup baru yang penuh harapan dan kebahagiaan.
Begitu melangkah masuk ke dalam rumah, kejutan demi kejutan menyambut mereka. Kemewahan rumah itu jauh melampaui imajinasi mereka. Perabotan yang elegan, dekorasi yang indah, dan aroma harum yang menenangkan memenuhi seluruh ruangan.
"Masya Allah..." Sekar berbisik, matanya berkaca-kaca. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Keindahan dan kemewahan rumah itu membuatnya terharu. Ia tak menyangka Senja memiliki rumah semewah ini. Ia merasa bersalah karena selama ini ia tidak pernah memperhatikan Senja.
Galih, Raka, dan Radit hanya bisa ternganga. Mereka berjalan menyusuri ruangan, memandangi setiap detail dengan takjub. Mereka tak pernah melihat rumah semewah ini sebelumnya. Mereka merasa seperti berada di dalam istana.
"Ini... ini benar-benar rumah Senja?" tanya Galih, suaranya masih tak percaya. Ia menyentuh meja antik yang terbuat dari kayu jati tua. Sentuhannya lembut, takut merusak keindahannya.
Raka mengangguk, "Gak nyangka, ya... Adik kita ternyata kaya raya." Ia tersenyum, rasa iri telah sirna, tergantikan oleh rasa syukur dan kebahagiaan.
Radit, yang biasanya pendiam, kini juga ikut berkomentar, "Senja, kamu nggak pernah cerita, ya? Rumah kamu mewah banget!" Ia masih merasa sedikit terkejut, tapi juga bangga memiliki adik seperti Senja.
Mereka melanjutkan penjelajahan mereka di dalam rumah, menikmati keindahan dan kemewahan yang ada di dalamnya. Rumah itu bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol kebahagiaan dan persatuan keluarga mereka. Di rumah itu, mereka akan memulai kehidupan baru, kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia. Mereka akan saling menyayangi, saling mendukung, dan saling menguatkan. Rumah itu akan menjadi saksi bisu kebersamaan dan kekuatan keluarga mereka.
maluuuu gakkk tauuuu chaaaaaa🤣🤣🤣
!!!!