NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Pengawal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading 🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MALAM DAN MASA LALU

Tok tok tok.

Suara ketukan pelan terdengar di balik pintu kayu tua kamar Daren.

siapa?

Daren yang sedang menggantung pakaian barunya segera menoleh. Ia membuka pintu perlahan. Sosok Kanel berdiri di sana, tinggi dan kokoh seperti biasa, namun kali ini wajahnya tak sekeras biasanya. Ada sesuatu yang lembut dalam sorot matanya.

"Tunggu." kata Daren, suaranya pelan tapi tajam.

Daren melangkah cepat untuk membuka pintu. Dibalik pintu itu berdirilah Kanel.

Kanel melangkah masuk ke dalam kamar kecil itu. Pandangannya langsung jatuh pada sebuah baju baru pemberiannya, yang tergantung rapi di dekat jendela, terkena bias cahaya bulan yang mengalir masuk dari sela tirai tipis. Angin malam membuat ujung kain itu bergoyang pelan, seakan menyambut kedatangan mereka.

Kanel tersenyum kecil. “Kau menjaga bajunya dengan baik.”

Daren mengangguk. “Saya suka dengan bajunya....”

Suasana hening sejenak. Kanel berdiri dengan tangan di belakang punggung, lalu menatap Daren dengan mata penuh pertimbangan, sebelum akhirnya ia membuka suara.

“Aku datang untuk menyampaikan sesuatu.”

Daren menegakkan tubuhnya, matanya berbinar. “Iya?”

“Besok pagi,” ujar Kanel perlahan, “kau akan ikut misi resmi pertamamu.”

Sejenak kamar itu seolah diam membeku. Lalu Daren memekik kecil tertahan.

“Benarkah? Saya akan ikut misi?” Matanya menatap kanel, bibirnya menyunggingkan senyum kecil tak percaya. “Saya… saya benar-benar ikut?”

Kanel mengangguk pelan. “Kau akan dikirim bersama Putra Mahkota, dua sahabatnya, dan tim kecil dari pelatihan. Ini bukan misi biasa, Daren. Tapi... aku yakin, kau siap.”

Daren menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah oleh rasa haru dan semangat yang menyatu. “Terima kasih… terima kasih Komandan.”

Kanel tertawa pelan. “Ayo. Ikut aku sebentar.”

Tanpa banyak kata, Kanel membimbing Daren keluar. Mereka melewati lorong-lorong sunyi istana, naik ke loteng tua, lalu memanjat ke atas atap yang hanya diketahui segelintir orang.

Mereka duduk berdampingan di atas genteng batu yang hangat oleh sisa panas siang, menghadap ke langit malam yang penuh bintang. Angin lembut berdesir, dan bulan bundar menggantung tinggi, seakan ikut mendengarkan.

“Dulu....” kata Kanel, “aku sering duduk di sini bersama ayahmu.”

Daren menoleh. Ayahku?

Kanel mengangguk. Ia hanya tersenyum samar dan menatap bintang. “Kau mirip sekali dengannya.”

Mereka duduk dalam diam untuk beberapa saat. Langit di atas mereka begitu luas, begitu sunyi, namun terasa akrab.

“Kalau saya kembali dari misi besok, bolehkah saya sering ke sini?” tanya Daren tiba-tiba, suaranya seperti anak kecil yang takut ditolak.

Kanel mengangguk. “Kau boleh datang kapan pun. Ini tempatmu juga sekarang.”

Daren menarik napas panjang, lalu bersandar sedikit ke belakang, tangannya menopang tubuhnya di atas genteng yang dingin. “Saya akan pulang. Dan saya akan lebih kuat.”

Kanel menoleh. Di bawah cahaya bulan, wajah Daren yang muda terlihat bersinar. Dan di balik sorot matanya yang penuh tekad, ada luka-luka lama yang belum sembuh, tapi juga ada harapan yang tumbuh.

Dan itu cukup. Untuk malam itu, itu sudah cukup.

Malam semakin larut. Udara dingin menyelimuti atap istana yang sunyi. Daren, yang semula duduk di samping Kanel sambil memandangi langit, tanpa sadar telah tertidur. Tubuh kecilnya bersandar sepenuhnya ke sisi Kanel, seakan merasa aman di sana.

Kanel melirik ke arah gadis kecil itu. Nafasnya teratur. Wajahnya damai, pipinya masih memerah karena udara malam. Perlahan, Kanel menggeser posisinya dan mengangkat Daren ke dalam gendongannya. Tubuh mungil itu ringan, namun mengandung beban banyak luka yang tak terlihat. Dan Kanel tahu, sebagian luka itu berasal dari masa lalu yang kelam... masa lalu yang seharusnya tak dialami anak seusia Daren dan anak dari seorang Duke.

Ia menuruni atap istana dengan hati-hati, menggendong Daren kecil yang sudah tertidur pulas, kepalanya bersandar di bahu Kanel, seperti anak yang merasa aman di pelukan ayahnya. Udara malam dingin menyapu wajahnya, namun hati Kanel terasa jauh lebih berat dari udara malam.

Ketika ia hendak berbelok ke lorong utama yang menuju bangunan sayap kanan, langkahnya terhenti. Di ujung lorong, seorang pria berdiri tegak, mengenakan jubah panjang berwarna merah dan emas. Kaisar Theron Valen.

Mata Kanel menajam. Ia menarik napas pelan, lalu melangkah mendekat dengan langkah tenang. Daren masih dalam gendongannya, napasnya lembut, tak terganggu.

"Apa yang sedang adikku lakukan di lorong istana malam-malam begini?" tanya Kaisar Theron dengan nada datar namun penuh makna.

Kanel menatap lurus. "Aku hanya menenangkan seorang anak yang terlalu keras dilatih hari ini," katanya. Ia menoleh sedikit ke arah Daren, lalu menatap Kaisar lagi. "Dan memastikan ia tahu bahwa tidak semua orang dewasa akan meninggalkannya."

Kaisar mengangguk kecil. "Kau sangat dekat dengannya," ujarnya. "Lebih dari sekadar pelatih. Lebih dari sekadar mantan jenderal."

"Sudah seharusnya aku berperan dalam hidupnya," jawab Kanel tenang, namun dalam suaranya ada luka yang mengalir diam-diam. "Ayahnya adalah orang yang mengajariku menjadi manusia, bukan hanya prajurit. Sekarang, aku membalasnya... pada anak ini."

Hening sejenak. Angin malam berhembus, membawa aroma rumput basah dan nyanyian serangga.

"Apa hanya itu yang ingin kakak katakan?" tanya Kanel, matanya mulai dingin.

Kaisar menatapnya lekat. "Tidak." Suaranya nyaris berbisik. "Aku hanya ingin tahu... apa kau masih marah padaku?"

Kanel memejamkan mata sesaat, lalu menatap lurus.

"Aku marah, ya. Tapi lebih dari itu, aku kecewa. Karena kau... saudaraku sendiri, memilih percaya pada kebohongan yang disebar oleh mereka yang haus kekuasaan." Suaranya mulai bergetar, namun tetap terjaga. "Gelarku... yang sejak kecil, aku melatih diriku agar bisa menjadi seseorang yang dapat di andalkan, aku mengabaikan anak-anak bangsawan seumuranku untuk bermain agar aku bisa menjadi seorang jenderal dan bisa melindungimu,"

Tatapan Kanel mengeras, matanya menusuk langsung ke arah Kaisar Theron. Suaranya pelan, tapi tiap katanya menggigit seperti bilah dingin yang ditusukkan perlahan.

"Kau lebih memilih percaya pada selirmu, yang tingkahnya tak beda dari wanita malam di jalan-jalan bawah kota, dari pada adikmu sendiri."

Hening menegang di antara mereka.

"Aku berdiri di sisimu bertahun-tahun, menumpahkan darah demi kerajaan ini. Tapi satu tuduhan dari bibir manis seorang perempuan yang kau lindungi seperti perhiasan... langsung menghapus semua yang pernah kulakukan."

Kaisar Theron tak menjawab. Wajahnya tetap tenang, tapi ada ketegangan yang merayap pelan di garis rahangnya.

Kanel menunduk sebentar, menatap Daren yang masih tertidur tenang di pelukannya, lalu mengangkat pandangannya lagi. Kali ini, nadanya lebih dingin.

"Kau membiarkan kehormatan keluarga dicemari karena kelemahanmu sendiri. Tapi aku tidak akan biarkan anak ini tumbuh di bawah kebohongan yang sama.

Kaisar menunduk sedikit. "Aku tak bisa membatalkan masa lalu, tapi..."

"Jangan minta aku melupakannya, mau beberapa kali kakak memintaku... untuk menjadi Jenderal kembali, aku tetap enggan" potong Kanel. "Tapi mungkin... suatu hari, jika anak ini tumbuh besar dan menyalakan kembali keadilan di istana ini, aku bisa memaafkanmu. Mungkin."

Ia membalikkan badan, melangkah pergi sambil tetap menggendong Daren yang masih tertidur.

Kaisar berdiri mematung, wajahnya diterpa cahaya bulan. Tatapannya mengabur pada sosok Kanel yang menjauh, adik yang dulu pernah jadi jenderal terkuatnya, dan kini menjadi harapan bagi seorang anak kecil yang terluka oleh dunia.

Aku memang sangat lalai, putraku benar.

1
Hatus
Kasihan banget Daren, masih bayi tapi cobaan hidupnya berat banget😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!