NovelToon NovelToon
Theresia & Bhaskar

Theresia & Bhaskar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Keluarga / Romansa
Popularitas:627
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Flora

Pagi hari yang cerah dimulai oleh kericuhan di kamar Theresia sebab Linsi menendang pintu kamarnya dengan keras. Gadis itu marah-marah tidak jelas dengan membawa selembar kertas yang berisi dengan soal-soal sebagai pekerjaan rumahnya.

Pemilik kamar pun kesal, tetapi Theresia masih menyikat giginya di dalam kamar mandi. "Nggak usah tendang-tendang pintu!" teriak Theresia dari dalam kamar mandi.

"Kenapa tugas gua belum selesai? Gua 'kan bilang kalau ada tugas di atas meja, tapi kenapa nggak lo kerjain? Gini-gini juga bisa jadi latihan soal buat lo yang mau naik kelas."

"Gua capek, mending lo pergi daripada ngajak ribut pagi-pagi," titah Theresia.

Linsi berdecak kesal saat hendak pergi, tapi pandangan matanya tiba-tiba jatuh pada buku yang terdapat di atas meja belajar Theresia. Buku itu adalah buku yang gadis itu bawa saat bersama Bhaskar, lebih tepatnya sketchbook pemberian Bhaskar.

Tidak ada hal yang menarik, karena buku tersebut masih kosong, tetapi saat Linsi melihat halaman belakangnya. Ternyata terdapat gambaran seorang laki-laki yang tersenyum tipis ke arahnya, dan laki-laki itu tersebut mirip dengan Bhaskar.

Senyuman liciknya tiba-tiba muncul dari wajah Linsi, ia melepaskan lembaran gambaran tersebut dari buku itu dan menyobeknya. Theresia yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung terkejut saat mendengar suara kertas dirobek. Ia membulatkan matanya melihat gambarannya telah terbelah menjadi empat bagian.

"Ups! Maaf." Linsi menutup mulutnya berlagak tidak sengaja. Beberapa saat kemudian, ia menertawakan Theresia yang terdiam menatap tangannya yang memegangi kertas tersebut.

"Lo..." Theresia menyahut kertas tersebut dengan tangan yang gemetaran menahan amarahnya. Ia menatap mata Linsi dengan penuh rasa kebencian.

"Gambaran gitu doang, kan? Bisa digambar ulang lagi," kata Linsi.

Theresia meletakkan kertas tersebut di atas meja belajarnya dan menarik Linsi agar keluar dari kamarnya, ia tidak bisa menahan amarahnya lagi jika ada Linsi di dekatnya. Namun gadis itu terus memberontak dan justru menjambak rambut Theresia agar tarikan di tangannya lepas.

"LEPASIN GUA!" teriak Linsi.

Mama yang hendak menuruni tangga langsung melirik kamar Theresia yang pintunya setengah terbuka. Wanita itu pun menghampiri kamar tersebut karena teriakan Linsi yang mengundang rasa penasarannya juga.

Saat Mama baru saja di ambang pintu, Linsi langsung menjatuhkan dirinya ke lantai dengan tangan yang masih ditarik Theresia. Malah posisi inilah yang menyebabkan Theresia mendapatkan fitnah oleh Mamanya. Wanita itu akan menyangka Linsi mendapatkan tindakan kekerasan dari adiknya.

"NGAPAIN KAMU, THERE!" Mama menarik tangan Theresia yang menggenggam pergelangan tangan Linsi dengan kasar.

Ia diam, menatap Linsi yang tersenyum mengejeknya.

Mama yang membantu Linsi berdiri dan menatap Theresia dengan tatapan menusuk langsung geram dan berbicara dengan nada menekan. "Mama biarin kamu di sini biar bisa membantu pekerjaan rumah dan kakak kamu, dan sekarang? malah melakukan hal bodoh ini ke Linsi?"

"Tapi, Ma, Linsi duluan yang gangguin aku dan sobekin buku aku tanpa izin," balas Theresia.

"Buku apa, sih?" Mama melirik meja belajar Theresia yang terdapat kertas robekan Linsi tadi. "Ini 'kan cuman gambaran kamu doang, kamu bisa gambar lagi, kan? Lagian itu juga hobi kamu. Tapi kenapa ngelakuin hal tadi?"

Tangan Theresia bergetar karena genggamannya terlalu kuat. "Itu bukan gambaran biasa buat aku, Ma! Mama selalu pilih kasih, membenarkan apa yang dilakuin dia! Dan nggak pernah menganggap aku seorang anak, tapi pembantu yang memanggil majikannya dengan sebutan Mama. Pernah nggak aku bercerita ke Mama? Enggak, kan? Itu karena Mama selalu memihak ke dia! Bukan ke aku. Mama selalu mengganggap aku sampah. Aku nggak pernah dianggap, dan itu yang membuat aku sering keluar dari rumah siksaan ini!"

Suara renyah dari tamparan keras di pipi kiri Theresia memenuhi seisi kamar. Rasa panas di pipi kiri gadis itu membuat Theresia benar-benar terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menyentuh pipinya karena tidak percaya dengan apa yang dilakukan Mamanya barusan.

"Seharusnya kamu bersyukur karena kita masih menerima kamu." Mama langsung menarik tangan Linsi untuk keluar dari kamar.

Sebelum menutup kamar Theresia, Linsi menjulurkan lidahnya untuk mengejek Theresia yang hanya diam melihat pintunya yang kini tertutup.

Tidak ada yang memihak Theresia di sini. Gadis itu hanya menatap pantulan dirinya yang mengenaskan dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya berat, menjalani kehidupan yang penuh dengan beban dan kebahagiaan yang jarang.

Theresia duduk di sisi kasurnya dengan melirik gambaran Bhaskar di kertas yang telah disobek Linsi. Matanya sayu, dan rasanya berat harus menerima segala macam alur kehidupan yang berusaha ia angkat di pundak, serta kepalanya.

...••••...

Bhaskar baru saja memarkirkan sepedanya dan melihat Theresia memasuki gerbang sekolah dengan langkah kaki gontai. Gadis itu tampak lemas dengan wajah yang terlihat malas.

"There!" panggil Bhaskar sembari menghampiri Theresia. "Kenapa kelihatan lemes gitu? Nggak sarapan?"

"Bukan."

"Terus?"

"Nggak apa-apa."

Theresia berjalan mendahului Bhaskar yang membuat laki-laki itu bingung dengan sikapnya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Theresia pagi ini?

Pandangan orang-orang yang Theresia lewati membuatnya risih karena Bhaskar ada di dekatnya. Ia langsung mempercepat langkahnya menuju kelas dengan Bhaskar yang juga menambah kecepatan kakinya.

"Guys! Kita hari ini ada acara bersih-bersih sekolah dan kelas kita kebagian bersih-bersih taman samping sekolah bagian timur. Tapi cuman perwakilan aja, dan harus ada tujuh perwakilan ke sana. Yang mau ke sana angkat tangan!" titah Mona yang berdiri di samping meja guru.

Hanya terdapat enam orang yang mengangkat tangan, termasuk Theresia. "Udah ada enam orang, ada yang ingin menambahi? Biar pas tujuh orang, Guys."

Karena Theresia mengangkat tangan, Bhaskar pun ikut serta melakukan hal yang sama agar bisa bersama gadis itu. "Gua."

"Bhaskar? Oke, pas ya? Silahkan yang tujuh orang tadi ke taman samping sekolah di bagian timur. Peralatan bersih-bersihnya di selatan dekat gudang peralatan olahraga, dan juga yang lainnya jangan lupa ganti baju olahraga dulu biar baju yang ini nggak kotor nantinya," lanjut Mona yang kini keluar dari kelas.

Seluruh anggota kelas ada yang hanya mengangguk, mengacungkan jempol, bahkan hanya menghela napasnya karena malas untuk bersih-bersih. Berbeda dengan Theresia yang hendak mengambil baju olahraganya di loker belakang dengan santai.

Ia sengaja ikut bersih-bersih ke taman agar keluar dari kelasnya yang sangat ramai saat acara bersih-bersih. Terkadang hanya beberapa dari mereka yang membersihkan, sisanya hanya melihat bahkan membuat circle untuk saling bercerita.

Kini, Theresia menyapu rerumputan disertai dedaunan yang berjatuhan di bawah sementara Bhaskar yang memotong rumput panjang. Tampaknya Theresia seperti seseorang yang tidak memiliki tenaga, bahkan bisa dilihat jika gadis itu menyapu dengan lemas.

"Gua buang dulu, ini udah numpuk soalnya." Bhaskar mengangkat karung yang berisi sampah dengan penuh untuk segera dibuang.

Setelah Bhaskar pergi, ada seseorang yang menepuk pundak Theresia dari belakang. Itu Flora, seorang gadis yang membuat Theresia semakin dekat dengan Bhaskar pada saat hari Senin yang lalu.

"Bisa tolongin gua nggak?" tanya Flora.

"Tolongin apa?"

Flora menunjuk sebuah kresek putih yang menyangkut di ranting pohon di depan Theresia. "Itu, tadi gua disuruh ambil kreseknya karena mengotori pemandangan, tapi gua nggak bisa panjat."

Theresia menghela napasnya panjang sebelum melepaskan sepatunya untuk memanjat pohon tersebut. Tidak terlalu tinggi, tapi jika terjatuh tetap saja sakit, tergantung gaya apa saat terjatuh.

"Hati-hati, Re," kata Flora. Gadis itu tersenyum tipis waktu melihat wajah khawatir Theresia saat akan mencapai kresek putih tersebut.

"Jauh banget sih." Theresia berusaha meraih kresek tersebut, ternyata angin yang datang membuat kresek itu terjatuh sendiri.

"Eh? Udah jatuh, maaf ya, Re?" Flora memungut kresek tersebut dan menatap Theresia yang sedang was-was menuruni pohon.

Bhaskar yang baru saja balik langsung membulatkan matanya saat melihat Theresia berada di pohon. Ia jadi ikut khawatir saat kaki gadis itu berusaha untuk menyentuh tanah karena lumayan jauh dari ujung kakinya.

Ketika ia akan membantunya, tiba-tiba kaki Theresia terkilir waktu menuruni pohon dan gadis itu terduduk di atas rerumputan dengan meringis kesakitan serta memegangi pergelangan kaki kanannya. Flora langsung menghampiri Theresia bersamaan dengan Bhaskar yang memasang raut wajah khawatir.

"Lo nggak apa-apa, Re? Aduh.. maaf, ya? Gara-gara gua lo jadi gini." Flora berlagak khawatir kepada Theresia

Laki-laki itu langsung menatap Flora dengan tatapan menahan amarahnya. "Emang kenapa? Kenapa tadi There manjat-manjat pohon?"

"Tadi gua minta tolong buat ambil kresek yang nyangkut di atas, ternyata kreseknya jatuh duluan kena angin. Maaf kalau gua bikin lo jatuh, Re."

"Nggak apa-apa, cuman terkilir doang, kok," balas Theresia yang berusaha untuk berdiri.

Melihat Theresia yang kesusahan untuk berjalan, Bhaskar langsung berjongkok dengan memunggungi Theresia di depan gadis itu. "Naik, gua bawa ke UKS."

Theresia terlihat sedikit gugup dengan perlahan-lahan menaiki punggung Bhaskar, ia mengeratkan lingkar tangannya di leher laki-laki itu saat Bhaskar tiba-tiba berdiri dan menunduk kembali untuk mengambil sepatu Theresia.

"Pegangan," titah Bhaskar.

"Iya-iya."

Di sepanjang perjalanan menuju UKS, mereka menjadi bahan buah bibir murid yang melihatnya. Lantas, itulah yang membuat Theresia semakin gugup dengan Bhaskar dan malu karena dilihat murid-murid lainnya. Theresia pun menyembunyikan wajahnya ke lingkar tangannya agar tidak melihat mereka yang berbisik.

Sementara itu, Bhaskar melirik rambut Theresia sekilas dan menahan senyumannya. Menurut Bhaskar, sikap Theresia itu lucu di matanya. Ia jadi ingin melambatkan langkah kakinya agar bisa selalu bersama Theresia, tetapi kondisi gadis itu sedang kesakitan.

"Bisa cepet nggak?" tanya Theresia tanpa mengangkat kepalanya.

"Abis gini juga sampai, sabar kali."

Mendadak Bhaskar mempercepat langkahnya. Itu bukan berjalan, melainkan berlari. Theresia refleks mengeratkan lingkar tangannya sebab takut terjatuh ke belakang. Tidak lucu juga jika ia terjatuh lagi.

Namun mendadak ada seorang gadis yang menghalangi jalan Bhaskar di depan. Itu membuat Theresia menepuk-nepuk bahu laki-laki itu karena takut akan menabraknya.

"Bhaskar!"

...••••...

...Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!