Di jebak oleh sahabatnya sendiri?
Setelah melewati malam panas dengan Jenderal Hang, Jie Xieye mengandung anak dari suami sahabatnya sendiri —Hang Tianyu.
***
Tak kunjung hamil, membuat Le Chieli frustasi, karena selalu mendapat tekanan dari keluarga Hang. Hingga, kemudian ia menjebak suami dan sahabatnya sendiri.
Namun, yang tidak Le Chieli ketahui, jika dia telah menghancurkan kehidupan sahabatnya.
Ini bukan hanya tentang menjadi selir terabaikan, tapi juga tentang cinta dari musuh suaminya.
Lantas, bagaimana kehidupan Jie Xieye sebagai selir tak di anggap?
Follow akun Author.
ig: bella_bungloon
fb : XCheryy Bella
TIDAK SUKA BISA DI SKIP YA KAKAK-KAKAK ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bella Bungloon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 009
Ruangan tempat peta militer digelar itu tampak sunyi, hanya di terangi cahaya sore yang jatuh miring dari jendela kayu cendana. Di dalam sana, hanya ada tiga orang di dalam: Kaisar Yu Yanzhong, Shen Zhaoling, dan Hang Tianyu.
Shen Zhaoling berdiri tegak di depan peta. Tangannya menunjuk sebuah titik di barat laut.
“Ada pergerakan tak wajar di sini. Gudang senjata dibuka tanpa izin, dan beberapa prajurit dipindahkan malam-malam. Ini bukan kelalaian... tapi persiapan.”
Kaisar memicingkan mata. Wajahnya tenang, tapi urat di pelipisnya tampak tegang.
“Siapa yang berani bermain api di dalam istanaku?”
Hang Tianyu melangkah ke depan, suaranya dalam dan jernih. “Kami menduga ada pejabat tinggi yang membelot, Yang Mulia. Beberapa dari mereka diam-diam mendekat ke pihak para pangeran.”
Kaisar menyipitkan mata, diam sejenak.
“Perang di medan bisa dipadamkan dengan besi. Tapi perang dalam da rah sendiri... itu yang paling beracun.”
Sebagai kaisar yang memiliki 79 Selir, Kaisar Yu Yanzhong memiliki lebih dari 10 putra, 8 dari beberapa selir, dan dua dari permaisuri Lin Xinyi. Meski kelak gelar putra mahkota jatuh di antara pangeran ke lima dan pangeran ke tujuh, perang saudara terus terjadi di antara mereka.
Shen Zhaoling menunduk pelan. “Bukan hanya satu yang menginginkan takhta. Dan... satu dari mereka—”
Shen Zhaoling menggantung kalimat nya, tidak melanjutkan nya.
Meski demikian, Kaisar paham, jika.... "Kemungkinan ada para menteri yang berani bertindak di belakang ku?”
Hang Tianyu membenarkan dengan satu anggukan kecil.
“Air yang tenang menyimpan buaya. Orang seperti mereka tak pernah bergerak tanpa tujuan.”
Ruangan kembali senyap. Angin sore menerpa tirai, membuatnya melambai perlahan seolah ikut resah.
Kaisar menghela napas panjang.
“Cukup. Jenderal Zhaoling, kau boleh pergi.”
Shen Zhaoling membungkuk dan meninggalkan ruangan dalam diam.
Saat Hang Tianyu berbalik hendak pamit, Kaisar menahan dengan satu kalimat pelan.
“Jenderal Tianyu, tetaplah sebentar. Ada hal yang perlu kubicarakan... hanya denganmu.”
Hang Tianyu berhenti, lalu kembali berlutut.
Kaisar memandang jendela, suaranya perlahan seperti embun yang jatuh dari ujung daun.
“Bahkan naga bisa dililit anaknya sendiri. Aku tidak buta, Jenderal. Tapi kadang, raja harus diam... sampai saatnya menebas kepala ular.”
...***...
Suara derap kuda bergema keras, bercampur gemerincing logam dan jeritan pertempuran.
Ciiing! Claang!
Pedang-pedang beradu di luar kereta, menciptakan dentuman tajam yang membuat dada Jie Xieye bergemuruh ketakutan. Ia memeluk lututnya, tubuhnya menggigil meski tidak ada angin. Setiap suara logam seperti memukul jantungnya langsung.
“Lindungi Selir Jie!” teriak seseorang di luar.
Suara itu... suara salah satu pengawal.
“Wuxi! Bawa Selir Jie pergi sekarang! Mereka terlalu banyak!”
Dengan cepat pintu kereta terbuka. Wuxi—mengangguk tanpa banyak bicara. Tangannya yang kokoh membopong tubuh lemah Jie Xieye.
“Wuxi— tunggu....,” lirih Jie Xieye, namun tubuh nya lebih dulu di angkat oleh Wuxi..
“Maaf, Nyonya. Tapi tidak ada waktu.”
Wuxi melompat dari kereta dan mulai berlari di antara pohon-pohon, sambil mendekap tubuh Jie Xieye erat di pelukannya. Tapi langkahnya belum jauh, hujan anak panah tiba-tiba meluncur dari semak-semak.
Srak!
Satu anak panah menem bus bahu kiri Wuxi. Lalu satu lagi menghan tam bahu kanannya. Tubuhnya sempat terguncang, da rah menyembur dari sudut bibirnya.
Jie Xieye menahan napas. “Wuxi! Kau—kau berda rah!”
Tapi pria itu hanya menoleh sekilas, tersenyum samar dengan wajah pucat. “Aku masih bisa berlari. Sedikit lagi.”
Namun ia tahu, langkahnya mulai goyah. Tubuhnya limbung. Maka dengan suara rendah, ia berkata,
“Maaf, Nyonya... sampai di sini aku bisa menemani.”
Ia menurunkan Jie Xieye perlahan, lalu mendorong punggungnya lembut.
“Lari lah, Nyonya. Terus berlari. Jangan menoleh.”
Jie Xieye mematung. “T-tapi kau—”
“Aku pengawal Anda, dan tugas saya selesai setelah memastikan Anda selamat.”
Ia berbalik, menarik pedangnya, dan berseru ke arah semak. “Ayo! Datanglah kalian semua!!”
Dengan langkah berat, Jie Xieye berlari. Ujung bajunya tersangkut duri, kakinya tersandung akar dan batu. Beberapa kali ia jatuh, lututnya terluka, da rah membasahi kakinya. Tapi ia terus berlari, seakan tanah pun ikut bergetar.
Wussh!
Satu anak panah melesat melewati pelipisnya.
Wussh! Wussh!
Dua lagi nyaris menan cap di bahunya. Napasnya tersengal. Ia mulai menangis tanpa suara. Ketakutan menyelimuti seluruh tubuhnya.
Di kejauhan, suara derap kuda terdengar menghentak tanah keras. Dan secercah harapan tumbuh di hatinya.
Hang Tianyu? Itu dia, pasti dia...
Jie Xieye memaksa berdiri, mengangkat tangannya, melambai sambil berteriak:
"Jenderal—!”
Namun sebelum kuda itu benar-benar mendekat, sekelilingnya sudah dikepung oleh empat pembunuh berpakaian hitam. Pedang mereka terhunus, siap mero bek tubuhnya kapan saja.
Mereka—?? Sudah sampai di sini?
Ia menutup mata. Tak mampu bergerak. Tangan gemetar, kakinya tak sanggup berdiri.
Tapi kemudian—
Brakk!
Seseorang menerjang dari sisi kanan, memeluk tubuhnya erat. Dalam waktu bersamaan, tangan lain milik pria itu terayun tajam, pedangnya mene bas dua pembunuh sekaligus dalam satu gerakan.
Craaasshh!!
Da rah muncrat membasahi tanah. Pembunuh lainnya mundur, terkejut akan kecepatan pria itu.
Jie Xieye terengah, tubuhnya masih dalam pelukan lelaki itu. Dadanya keras, nafasnya teratur meski baru bertarung.
Dengan gemetar, Jie Xieye mendongakkan kepala... dan matanya membelalak.
“S-Shen... Zhaoling?”
Pria itu menoleh ke arahnya, bibirnya mengulas senyum dingin namun tenang.
“Tenanglah, Nona Jie. Selama aku di sini, tidak akan ada seorang pun, yang bisa menyentuhmu.”
...
Shen Zhaoling berhasil mengalahkan para pembunuh bayaran itu tanpa melukai dirinya sendiri.
Tangan nya terulur, menarik pedangnya kasar lalu mengin jak mayat itu dengan tenang.
Aroma tanah berbau anyir, dan daun-daun bergetar seperti ikut takut. Pria itu lalu memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung. Embusan napasnya teratur, seolah baru saja menyingkirkan dedaunan, bukan manusia.
Salah satu pembunuh tergeletak dalam posisi telungkup. Shen Zhaoling berjongkok, tangannya membuka sedikit bagian dalam jubah hitam si pembunuh, dan matanya menyipit tajam.
“Ini...”
Pria itu menghela nafas pelan, berbalik dan menatap wanita di belakang nya. Dan menunjukkan sebuah token yang ia temukan di jubah pembunuh bayaran tadi.
“Ini bukan pembunuh biasa. Kemungkinan mereka dikirim seseorang untuk menyerang Anda."
Jie Xieye diam membeku di bawah pohon, matanya menerawang.
“Siapa yang mengutus mereka?”gumam nya pelan. “Aku tidak merasa telah menyinggung seseorang."
Di tengah kebingungannya, suara langkah tertatih mendekat.
“Selir Jie...”
Wuxi muncul dari balik semak, bajunya robek, da rah mengalir deras dari bahunya yang tertancap anak panah. Wajahnya pucat, namun ia tetap berdiri tegak dan memberi hormat pada Shen Zhaoling. Begitu juga dua pengawal lainnya di belakang nya.
“Jenderal Shen... terima kasih atas bantuannya.”
Shen Zhaoling hanya menatap singkat, lalu pandangannya kembali pada Jie Xieye.
Wuxi menahan tubuhnya yang lemah, tapi sebelum ia terjatuh, Jie Xieye dengan cepat bangkit, lalu merobek ujung bawah hanfu-nya. Ia menekan bagian luka Wuxi tanpa ragu.
“Apa yang Anda— Nyonya....”
“Sshh. Diamlah, kalau kau kehabisan da rah, siapa yang akan memberitahu Kediaman Jenderal?”
Wuxi terdiam, lalu ia mengangguk lemah. “Terima kasih...”
Shen Zhaoling menatap semua itu tanpa bersuara. Perempuan itu...
Pria itu tersenyum misterius, tapi kemudian melepas jubah perang kebanggaannya dan memakaikannya ke tubuh Jie Xieye.
“Apa—?! Apa yang Anda lakukan?” tanya Jie Xieye, terkejut.
“Tubuhmu menggigil," suara Shen Zhaoling terdengar dingin, tapi juga tenang. "Angin hutan bisa lebih tajam dari pisau.”
Jie Xieye menundukkan kepalanya, pipinya bersemu merah. Tapi ia kemudian menghela nafas pelan dan bersiap melepas jubah besar itu.
“Aku tidak membutuhk—”
Namun belum sempat ia melepas jubah itu, perutnya terasa ngilu seperti diremas dari dalam. Jie Xieye lalu menunduk, memegangi perutnya sambil meringis.
“Nona?!”
“Selir Jie!”
Wuxi terkejut dan berusaha bangkit.
Jie Xieye menggeleng cepat, meski wajahnya pucat. “Aku... aku baik-baik saja. Hanya kandunganku mungkin terkejut. Dia tidak apa-apa...”
Kandungannya? Mata Shen Zhaoling membeku sejenak.
Dia sedang hamil? Tapi bukankah... bukankah dia baru menjadi selir Hang Tianyu? pikirnya. Sesuatu terasa mengganjal di dadanya, tapi ia segera mengusirnya.
“Nona Jie, aku lupa memberi tahu padamu, Hang Tianyu masih di istana. Dia masih ada pertemuan pribadi dengan Yang Mulia Kaisar ,” jelas Shen Zhaoling dengan tenang. “Setelah kejadian ini, lebih baik aku yang mengantarkan Anda kembali.”
Jie Xieye ingin menolak tapi melihat keadaan Wuxi— dia tidak ingin memperburuk keadaan pengawal nya itu, pengawal yang lainnya juga pasti terluka.
"Terima kasih, Jenderal Shen, maaf harus merepotkan mu." Ucap Jie Xieye dengan wajah tenang.
Wuxi yang mendengar itu, berlutut di hadapan Shen Zhaoling.
“Jenderal Agung Shen Zhaoling, kami titipkan keselamatan Selir Jie pada Anda."
Shen Zhaoling tidak menjawab, hanya tersenyum tipis, kemudian pergi mengambil kuda nya. Seekor kuda hitam gagah dituntun nya mendekat.
Pria itu lalu membantu Jie Xieye naik lebih dulu. Tangan wanita itu terasa lembut, tapi juga kasar.
"Tangan yang telah menyelamatkan banyak nyawa...."
Shen Zhaoling kemudian melompat naik di belakang Jie Xieye, dan memegang kendali kuda dengan santai. Dari belakang, ia bisa mencium aroma lembut dari rambut Jie Xieye.
"Kami pergi dulu." Suara Shen Zhaoling tegas dan tajam.
Wuxi dan para pengawal lainnya mengangguk dengan posisi berlutut.
Kuda itu kemudian mulai bergerak dengan perlahan, membelah jalan setapak.
Setelah itu, Wuxi memimpin para pengawal yang tersisa untuk kembali ke istana Kekaisaran. Untuk melaporkan penyerangan malam ini dan mengawal Jenderal Hang, khawatir penyerangan terjadi lagi dan menargetkan Jenderal mereka.
"Tuan Wuxi, apa kita bisa percaya pada Jenderal Shen?" Tanya pengawal lain nya.
"Lalu untuk apa jenderal Shen membantu Selir Jie tadi?" Bukan menjawab, Wuxi malah melontarkan pertanyaan balik.
...***...
Derap kaki kuda terdengar cepat dari gerbang utama istana kekaisaran. Hang Tianyu memacu kuda dengan tenang, tapi tatapannya tajam menembus malam yang terasa kelam.
Namun, keningnya berkerut melihat seseorang di ujung sana.
Wuxi dan beberapa pengawal yang terluka menghentikan kuda saat berpapasan dengan Jenderal Hang, mereka turun dan memberi hormat pada Jenderal Hang.
“Wuxi?! Apa yang terjadi?!” Hang Tianyu memicingkan matanya tajam, baju mereka compang-camping, da rah masih merembes keluar.
“Jenderal, rombongan diserang pembunuh bayaran di tengah perjalanan.”
Hang Tianyu mencengkeram tali kekang kudanya lebih erat. Pupil matanya melebar. “Di mana Tabib Jie?!"
Sorot mata nya tajam, menyapu ke depan mencari keberadaan wanita itu. Tapi hanya kegelapan yang ia lihat.
"Di mana Tabib Jie, Wuxi?!" Teriak nya murka.
“Jenderal Shen Zhaoling datang menyelamatkan kami,” ujar Wuxi cepat. “Dan kini mengantarkan Selir Jie kembali...”
"Shen Zhaoling?" Gumam nya pelan.
Tanpa sempat mendengarkan laporan Wuxi, pria itu lalu mengayunkan tubuhnya ke atas pelana. Kudanya meraung kecil lalu melesat cepat membelah jalanan setapak.
Sorot matanya tajam, dan uratnya tampak menonjol.
"Jie Xieye...."
dan jika sekarang suaminya membuka hati untuk tabib jie apakah itu juga salah tabib jie??
jendral Hang khawatir pada anaknya atau ibunya
hanya author yg tau..🤔
aq malah ngeri membayangkan kehidupan xieye di sana bahkan nyawanya dan bayi yang dalam kandungannya pun jadi target 😩
aku kok gemesss😡😡
kira2 siapa pembunuh bayar itu ya?!🤔