NovelToon NovelToon
Sweet Blood : Takdir Dua Dunia

Sweet Blood : Takdir Dua Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Vampir / Manusia Serigala / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.

Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.

Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Ancaman Musuh

Langkah kaki bergemuruh menyusuri lorong istana, mengguncang ubin marmer seperti dentuman perang yang akan datang. Pangeran Mark, dengan jubah perangnya berkibar di belakang, menerobos pintu utama istana dan berlari ke halaman luar. Langit telah berubah menjadi merah kehitaman, dan bayangan-bayangan dari hutan timur sudah melangkah masuk ke tanah Swastamita.

Tanpa ragu, Pangeran Mark mengangkat kedua tangannya. Mantra kuno mengalir dari bibirnya seperti nyanyian yang telah lama terkubur. Dalam sekejap, semburan api menyambar langit—membentuk lingkaran panas yang menghantam barisan musuh hingga mereka porak-poranda. Ledakan demi ledakan menggetarkan udara, membuat langit malam bercahaya oranye membara.

Tetapi belum sempat riuh itu mereda, sosok lain maju dari sisi barat gerbang istana. Raja Renjana—jubah putihnya kini ternoda debu dan tanah—berdiri dengan tatapan tajam. Tangannya mengepal, energi cahaya di sekeliling tubuhnya bergetar liar, berpendar seperti petir yang hendak dilepaskan. Ia bersiap melangkah ke tengah kancah peperangan.

"Yang Mulia! Tolong jangan sekarang!" seruan itu terdengar lirih namun penuh kepanikan.

Shataraya berlari menuruni anak tangga istana, wajahnya pucat. Ia berdiri di hadapan Raja Renjana, mencoba menahannya dengan tubuh mungilnya. Sorot matanya tajam, namun lemah oleh ketakutan.

"Aku mohon... ini sangat berbahaya," bisiknya. "Kau masih dalam tahap pertama—kekuatanmu masih di tingkat satu. Jika kau memaksakan diri sekarang, bahkan cahaya yang kau miliki bisa pecah…"

Renjana menatap Shataraya, ada lembut dalam matanya namun juga keberanian seorang pemimpin. Ia mengangkat tangannya, menyentuh pipi wanita yang dicintainya dengan jemari bergetar cahaya.

"Tenanglah..." suaranya terdengar lirih namun pasti. "Aku akan baik-baik saja."

Shataraya menggeleng pelan, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tahu sinar yang menyelubungi Renjana belum sepenuhnya stabil. Cahaya itu masih muda, baru tumbuh—belum bisa melawan kegelapan tua dari hutan timur yang kini menyerang. Tapi ia juga tahu… tak ada yang bisa menghentikan seorang raja yang telah memutuskan untuk melindungi kerajaannya dengan tubuh dan jiwanya.

"Jika kau melangkah ke luar sana sekarang... mungkin aku tak bisa menarikmu kembali," ucap Shataraya pelan, seperti bisikan angin sebelum badai.

Renjana menatap medan pertempuran yang terbentang di luar gerbang. Di sana, Pangeran Mark sudah bersimbah cahaya dan darah, membakar musuh satu per satu, bagai matahari kecil yang mengamuk. Angin membawa aroma tanah terbakar dan sihir hitam yang menusuk.

Akhirnya, Raja Renjana melangkah maju, perlahan namun penuh tekad. Cahaya di sekeliling tubuhnya semakin kuat, meski berguncang tak stabil.

"Aku lah Raja Swastamita..." gumamnya. "Jika aku tak berani menantang gelap, bagaimana aku bisa menjaga terang?"

Dan dengan itu, ia melangkah ke dalam malam yang menunggu—membawa harapan, ketakutan, dan cahaya yang belum sempurna.

Namun mungkin... malam ini, cahaya sekecil apapun lebih berani daripada kegelapan sebesar apapun.

...****************...

Suasana istana Swastamita berubah mencekam. Asap dari ledakan sihir dan teriakan para prajurit menggema dari luar tembok. Dari balik jendela kaca tinggi, Arunika berdiri terpaku matanya tak lepas dari sosok Pangeran Mark yang mulai limbung di medan pertempuran. Api yang tadi menyala dari telapak tangannya kini meredup, dan tubuhnya bergetar, lututnya mulai melemah.

Bahkan Arunika juga tak bisa menahan rasa khawatirnya karena ia tak pernah melihat peperangan secara langsung apalagi hari ini ia melihat Mark itu suaminya bertarung di Medan perang.

"Mark!" jerit Arunika, suaranya pecah, menusuk jantung malam.

Takut, itu yang ia rasakan sekarang sebelum ia sempat melangkah keluar, sebuah lengan menahan bahunya. Raja Amerta, ayahandanya, berdiri kokoh, menatap putrinya dengan mata yang menyimpan kekhawatiran. "Jangan, Arunika. Di luar sana... itu bukan tempatmu sekarang."

"Tapi Ayahanda! Dia terluka!" Arunika memberontak, matanya berlinang, napasnya memburu seperti bara api. "Aku harus—aku harus ke sana! Aku tidak bisa membiarkan dia mati!"

Bahkan pemilik tubuh ini mempunyai kemampuan sihir, ia tahu itu tetapi jiwa Arunika tidak bisa mengendalikan tubuh Arunika ini yang mempengaruhi pikirannya sekarang.

Air mata jatuh satu per satu ke gaun penobatannya yang belum sempat dilepas. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena takut kehilangan sang suami, tapi juga karena rasa tidak berdaya. Ia belum mengenal kekuatan yang diwarisinya... kekuatan yang disebut oleh para penatua sebagai kekuatan dari "Sang Putri Cahaya."

Bahkan ia hanya seorang wanita biasa yang menyaksikan pria yang ia cintai terjatuh.

Di tengah kepanikan itu, Shataraya—wanita dari Kerajaan Madaphala, keturunan penyihir putih—muncul dengan tenang. Gaun putihnya melambai lembut saat ia melangkah, dan aura cahaya mengikutinya dalam senyap.

Ia mendekati Arunika dengan pandangan penuh iba. "Putri Arunika... tenangkan hatimu. Jangan biarkan duka menguasaimu."

Arunika hanya menatapnya dengan mata merah basah. Teriakannya yang tak tertahan membuat para dayang gemetar, dan para penjaga saling melirik, tak tahu harus berbuat apa.

Dengan kelembutan yang tak terlihat dari luar, Shataraya menyentuh kening Arunika. "Maafkan aku... kau perlu istirahat, hanya sesaat..."

Cahaya tipis menyelimuti jemarinya, dan dalam hitungan detik, Arunika jatuh tertidur dalam pelukan Shataraya. Wajahnya tenang, seakan badai yang baru saja mengoyak hatinya menguap bersama cahaya sihir sang penyihir putih.

Shataraya mengangkat wajahnya ke arah Raja Amerta dan sedikit membungkuk. "Mohon izin, Ayahanda. Biarkan aku yang membawanya ke tempat aman."

Raja Amerta terdiam sejenak. Di matanya, ada kepercayaan, tapi juga kelelahan. Ia mengangguk perlahan. "Baiklah, Nona Shataraya. Aku serahkan dia padamu. Lindungilah dia."

Dengan lembut, Shataraya menggendong Arunika dalam pelukannya, lalu berjalan melewati lorong istana yang mulai retak oleh dentuman sihir dari luar. Ia tahu, di luar sana, perang sedang berlangsung. Tapi di dalam pelukannya, ada harapan yang belum terbangkitkan.

Karena cahaya Sang Putri belum padam hanya tertidur.

Dengan satu helai napas mantra yang tak terdengar, Shataraya mengecup jemari telunjuknya, dan dalam sekejap tubuhnya serta tubuh Putri Arunika lenyap ditelan cahaya putih keperakan. Udara di sekeliling mereka bergelombang, waktu seolah berhenti saat mereka berpindah dari lorong istana yang porak poranda menuju ke kamar sang putri—ruang yang dipenuhi wangi melati dan selimut sutra yang masih rapi.

Arunika terbaring di tempat tidurnya, tertidur dalam damai, jauh dari dentuman sihir dan pekik peperangan. Shataraya berdiri di tepi tempat tidur, menatap wajah sang putri yang pucat. Ia mengangkat tangannya, menggambar lambang pelindung di udara yang langsung membentuk kubah cahaya di atas tubuh Arunika. Sebuah pelindung... bukan hanya dari bahaya luar, tapi juga dari ketakutan yang menyelimuti hati.

...****************...

Di luar sana, kemenangan akhirnya berhasil diraih—sementara. Pangeran Pertama Mark, dan Raja Renjana berdiri di tengah medan pertempuran yang telah sunyi. Darah membasahi tanah, dan langit masih muram, meskipun musuh telah mundur.

Mereka berdua masih terengah. Pakaian robek, luka tergores di kulit, dan jiwa yang nyaris kehabisan tenaga. Namun di balik kemenangan itu, hati mereka dihantui perasaan ganjil—bahwa ini bukan akhir. Bahwa mereka hanya menunda badai yang lebih besar.

"Mereka hanya lari..." gumam Raja Renjana, suaranya lirih namun mengandung kepedihan. "Bukan kalah. Mereka akan kembali."

Saat itulah, cahaya putih muncul di atas mereka, turun seperti hujan musim semi. Dalam sekejap, tubuh mereka terangkat dan berpindah tempat, ditarik oleh sihir yang lembut namun sangat kuat.

Ketika mereka sadar, mereka telah berdiri di aula dalam istana. Cahaya itu memudar, dan di hadapan mereka berdiri Shataraya, sosok yang tampak pucat namun masih anggun dengan jubah putihnya.

"Aku sangat khawatir pada kalian," ucap suara lembutnya, matanya menatap Raja Renjana dengan ketegasan yang terselubung oleh rasa sayang.

Sang Ayahanda, Raja Amerta, langsung bangkit dari singgasananya ketika melihat kedua pahlawan kembali. "Panggil tabib!" serunya kepada para pelayan. "Cepat, sebelum terlambat!"

Para tabib istana segera datang, membawa rempah dan ramuan penyembuh, mengitari Raja Renjana dan Pangeran Mark seperti kawanan lebah yang sibuk di musim panen. Namun Shataraya hanya berdiri sejenak, lalu mengangguk pelan. Masih ada yang harus ia lakukan.

Tanpa berkata-kata, ia berbalik, menyusuri lorong istana dengan langkah cepat. Saat melintasi halaman, cahaya di telapak tangannya menyala lagi. Tubuhnya terangkat sedikit, lalu melesat menuju medan perang yang masih hangat oleh darah dan sihir.

Ia tahu, para prajurit dan ksatria belum sepenuhnya pulih. Masih banyak nyawa yang berjuang di ambang maut. Ia tidak bisa membiarkan mereka bertarung sendirian. Dengan kekuatan putih yang ia warisi dari leluhur penyihir barat, Shataraya mengulurkan kedua tangannya ke langit. Ribuan serpihan cahaya mengalir turun, menyapu medan perang, membasuh luka dan menenangkan jiwa yang terluka.

Karena perang belum usai.

Dan cahaya belum sepenuhnya padam.

...****************...

Arunika terbangun dengan napas memburu dan tubuh basah oleh keringat dingin. Suara detak jantungnya menggema di telinganya, seperti genderang perang yang tak kunjung reda. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi tangannya sendiri yang bergetar halus.

"Belum apa-apa malah jadi kayak gini sih?" gumamnya lirih, suaranya hampir seperti bisikan angin malam yang menyusup lewat celah jendela.

Arunika berharap, mungkin, jika ia tidur cukup lama, ia akan terbangun kembali di dunianya yang lama. Dunia di mana ia hanyalah Arunika—bukan seorang putri, bukan istri dari pangeran yang memanggul beban perang, bukan bagian dari kerajaan yang tengah diguncang ancaman gelap dari segala penjuru. Tapi kenyataan menamparnya lembut—ia masih di sini. Dunia yang nyata kini bukan lagi tempat asalnya, melainkan dunia ini… yang dipenuhi sihir, darah, dan takdir.

Ia bangkit pelan, langkahnya berat namun penuh tekad. Kakinya membawanya melintasi lorong panjang menuju kamar sang Pangeran Pertama—Mark—suaminya. Ada sesuatu yang mengganggunya, sesuatu yang membuat dadanya sesak. Bukan hanya mimpi buruk yang baru saja membangunkannya, tapi perasaan aneh yang menggantung di udara sejak Raja Renjana naik takhta. Seperti sesuatu yang belum selesai. Seperti sebuah pintu yang baru saja terbuka ke arah yang lebih gelap.

Lorong istana terasa sunyi malam itu, hanya cahaya obor yang berkedip-kedip menari di dinding batu. Hatinya semakin gelisah, pikirannya terus dipenuhi pertanyaan. Tentang masa depan. Tentang keselamatan Mark. Tentang dirinya sendiri.

Apakah ini benar-benar takdirku?

Atau hanya sekadar cobaan dalam bentuk lain?

Satu langkah demi satu, Arunika mendekati pintu kamar sang Pangeran. Tangannya terulur, ragu. Ia hanya ingin memastikan bahwa ia masih ada. Bahwa Mark masih bernafas. Bahwa dunia yang kini menjadi dunianya belum hancur sepenuhnya.

Dan bahwa cinta… masih bisa bertahan di antara reruntuhan takdir.

...****************...

Senandung malam masih berhembus dari celah jendela, membawa hawa dingin yang menenangkan luka, namun tidak cukup untuk menenangkan kegelisahan yang bersemayam di hati Arunika.

Pangeran Pertama menatap istrinya dengan lembut, mata teduhnya seakan menyelami keresahan yang bersembunyi di balik tatapan Arunika yang penuh tanya.

"Arunika," ucapnya pelan, "apa kau mengetahui tentang kekuatan dalam dirimu?"

Arunika menunduk, jemarinya saling menggenggam erat di atas pangkuan. Ia menggeleng perlahan, napasnya terdengar berat. "Aku tahu aku memiliki sihir tapi semuanya terasa asing, seolah-olah bukan milikku. Aku tak bisa mengendalikannya. Aku tak mengerti cara menggunakannya."

Suara Arunika pecah, terdengar seperti pengakuan dari seseorang yang terlalu lelah menyimpan beban.

"Maaf, Pangeran... aku tak bisa membantumu."

Mark tidak menampakkan sedikit pun kekecewaan. Ia hanya tersenyum, penuh pengertian, seperti mata air yang tak pernah menyalahkan tanah karena tak bisa memeluk derasnya. Ia menggenggam tangan Arunika, hangat dan penuh ketulusan.

"Tidak apa-apa, Aru," katanya pelan. "Kau tidak harus bisa segalanya. Aku pun tak sepenuhnya mampu. Bahkan kekuatanku belum cukup untuk mengambil air suci dari altar sihir. Masih terlalu lemah."

Arunika menatapnya, khawatir. "Tapi, Pangeran... kita harus segera menyembuhkan para prajurit. Kerajaan sedang dalam ancaman. Bagaimana jika..."

"Sstt" Pangeran Mark menempelkan telunjuknya ke bibir Arunika dengan lembut.

"Sudahlah. Jangan terlalu memikirkannya malam ini. Kita sudah cukup terluka hari ini, Aru. Untuk malam ini... mari kita beristirahat. Esok, dunia mungkin masih kacau. Tapi malam ini, izinkan hatiku diam bersama hatimu."

Arunika diam, membiarkan dirinya larut dalam pelukan pria itu. Ada banyak ketakutan yang belum terjawab, tetapi malam telah memberi ruang bagi keduanya untuk sejenak bernapas dalam diam, dalam peluk, dan dalam cinta yang diam-diam tumbuh dari luka yang mereka bagi bersama.

Bukan Pangeran Pertama tapi dia adalah sahabatnya, Arunika bahkan sekarang mulai masuk ke dalam kehidupan dunia novel ini.

...****************...

Pangeran Pertama dan Putri Arunika kembali ke istana Sandyakala, Para adik Pangeran Pertama menyambut mereka berdua dengan rasa khawatirnya.

"Aru, kamu kembali saja ke kamar ya. Pangeran bungsu bawa kakak iparmu ke kamar, aku harus segera bertemu dengan bangsawan kerajaan."

Arunika menatap langkah Pangeran Pertama yang menjauh menuju ruang bangsawan, hatinya terasa berat. Ia belum sempat berbicara banyak dengannya, bahkan sejak mereka kembali ke Istana Sandyakala, waktu bersama semakin sempit.

Setiap malam tak pernah tenang, selalu ada gangguan dari luar istana, seolah ada yang terus mengejar wangi darahnya—wangi yang tak ia mengerti namun selalu memancing kekuatan gelap mendekat.

"Kakak ipar, apa kau tidak apa-apa?" suara lembut Pangeran bungsu membuyarkan lamunannya.

Arunika menoleh pelan, matanya masih menyimpan lelah yang belum sempat terhapus. Tubuhnya terasa ringan namun jiwanya berat, seolah kabut gelisah terus membungkusnya sejak mereka meninggalkan medan perang. Ia menatap mata Pangeran bungsu yang penuh kekhawatiran mata yang mengingatkannya pada Pangeran Pertama, meski dengan tatapan yang lebih lembut dan polos.

"Aku tidak apa-apa," jawab Arunika lirih, memaksakan senyum yang tidak sampai ke matanya. "Hanya... mungkin aku belum terbiasa dengan semua ini."

Pangeran bungsu menggigit bibirnya, mencoba mencari kata yang tepat. Ia tahu bahwa Arunika sedang memikul beban besar, bukan hanya sebagai permaisuri baru, tapi juga sebagai wanita yang belum mengenali kekuatan dalam dirinya—kekuatan yang kini menjadi incaran banyak makhluk di luar sana.

"Kami akan menjagamu," ucap sang Pangeran bungsu mantap. "Kau tidak sendiri di sini. Kalau kakakku terlalu sibuk dengan urusan kerajaan, biarkan kami yang ada untukmu. Aku... akan jadi pengawal pribadimu mulai sekarang."

Arunika terkejut, lalu tersenyum kecil. "Terima kasih... kau sangat baik."

Di balik senyumnya, ia tahu waktu kedamaian mereka tak akan lama. Wangi darah manis dari tubuhnya kini menjadi kutukan, mengundang bahaya lebih cepat dari yang pernah dibayangkan. Dan jauh di dalam hatinya, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh: sebuah kekuatan yang terus memanggil mendesaknya untuk bangkit.

...****************...

Arunika masih merasa heran dengan cara Pangeran Mark tiba-tiba muncul di belakangnya. Ia menatap ke luar jendela, menikmati pemandangan hijau yang membentang, namun perasaan aneh terus menghantuinya.

Tatapan mata Pangeran Mark dibayangannya yang penuh kasih sayang seolah membangkitkan rasa nyaman sekaligus membuatnya bertanya-tanya tentang kekuatan suaminya yang misterius.

Ketika Pangeran Mark tiba-tiba menarik pinggangnya, membawanya ke pangkuannya, Arunika merasa sedikit gugup. Kehangatan tubuhnya begitu dekat, dan sentuhan lembut di lehernya membuat jantungnya berdebar lebih kencang. Namun, Arunika tahu ada hal-hal yang belum terjawab. Ia butuh kejelasan.

"Pangeran pertama," katanya dengan lembut, menggeser posisi tubuhnya agar tidak terlalu dekat dengan suaminya, "kamu masih berhutang banyak penjelasan. Tentang kekuatanmu, tentang raja vampir, dan tentang apa yang benar-benar terjadi di kerajaan ini."

Pangeran Mark tersenyum, menyadari istrinya semakin penasaran. Ia meletakkan dagunya di bahu Arunika dan berbisik, "Aku tahu kamu penuh dengan pertanyaan, istriku. Dan aku berjanji akan menjawab semuanya, tapi ada beberapa hal yang harus kau ketahui lebih dulu."

Arunika menatapnya, menunggu.

"Raja vampir tidak menghilang begitu saja. Dia sedang menyusun kekuatan di balik bayang-bayang. Kami, para pangeran, telah lama berusaha melacaknya. Dan aku... aku punya kekuatan khusus yang berasal dari garis keturunan kami, sesuatu yang diwarisi dari leluhur kami yang dahulu pernah melawan kegelapan yang sama."

Pangeran Mark berhenti sejenak, membelai rambut Arunika. "Tapi aku tidak ingin membebanimu terlalu cepat. Kamu sudah banyak berkorban dengan datang ke sini, menjalani hidup sebagai istri seorang pangeran, dan sekarang, di hadapan kita ada ancaman besar. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu melindungimu, apa pun yang terjadi."

Arunika terdiam, masih mencerna kata-kata suaminya. Sebagian dirinya merasa lega mendengar bahwa Mark berusaha keras melindungi mereka, tetapi di sisi lain, ia merasa bahwa semakin banyak yang belum terungkap.

Pangeran Mark memang lembut dan perhatian, tapi kekuatan yang dimilikinya dan rencana di balik penobatan Raja Renjana mungkin menyimpan rahasia yang lebih dalam dari yang ia bayangkan.

Jadi sekarang aku dalam bahaya?

Menurut cerita Aslinya Putri Arunika juga mencurigai Nona Shataraya dan menyerangnya dengan kekuatan sihirnya. Tetapi terbalik dengan sekarang ini, Arunika bahkan tak bisa menggunakan kekuatan sihirnya walaupun ia adalah di tubuh sang putri ini. Cerita aslinya semuanya kacau penuh dengan kebencian karena Putri Arunika yang suka memberontak. Berbeda dengan sekarang ini alurnya mulai berubah dari sifat Arunika dan juga semua seakan melindunginya bahkan ia adalah sebuah ancaman besar.

Lalu siapa Nona Shataraya? Ia adalah calon ratu dari Swastamita. Di cerita aslinya bahkan ia tidak jadi naik jadi calon ratu.

Jadi apa yang terjadi sekarang? Apa yang harus ia lakukan? Ia bahkan tak menguasai semua sihirnya. Entah mengapa tiba-tiba saja kekasih raja Renjana itu menghilang. Salah satu tokoh pendukung yang mempengaruhi cerita ini nanti, tetapi berbeda dengan sekarang, Nona Shataraya akan tetap menjadi Ratu suatu saat nanti.

1
Bayu Bayu
aku mampir author/Smile/semangat berkarya/Determined//Determined//Smile/janganlupa mampir juga yahh
Bayu Bayu
semangat kak
🌀Jïñğğä Ñõõř💞
bagus ... semangat ya dek
Lilly
transmigrasi ke novel kh?
j_ryuka: iyaa beb
total 1 replies
The first child
Aku hadir kembali kak..
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
lanjut /Scream/
iqiww
keren kak
iqiww
tetap semangat kak
iqiww
sudah mampir kak
iqbal nasution
oke..lanjutkan
ꪻ꛰͜⃟ዛ༉❤️⃟Wᵃf•ʙͨᴜͥɴͨɴͥʏ⍣⃟❍¹⁸➢‮
ini ceritanya transmigrasi ke novel?
j_ryuka: iya bener kak😅
total 1 replies
The first child
lanjut thor, suka banget sama ceritanya
Bulanbintang
Nama tokohnya puitis, Kak.
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉
🔵❤️⃟Wᵃf§𝆺𝅥⃝©⧗⃟ᷢʷ₭Ⱡ₳Ɽ₳🍇
semoga arunika bisa menjalani takdirnya
Anyelir
Kak, aku suka gambarnya. Gambarnya bagus 👍
Dimas Saputra
lanjut thor saling suport trus
Nurhani ❤️
Lanjut tour /Kiss//Kiss//Kiss/
Nurhani ❤️
aru dapet pangeran, aku dapet apah /Sob//Sob//Sob//Sob/
Nurhani ❤️
aku mampir tour /Kiss//Kiss/ semangat terus yah, jangn lupa mampir juga yah /NosePick//NosePick//NosePick/
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
Jangan lupa berkunjung di karya aku juga yaa/Hey/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!