Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
—
Pict from : Pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Her dress is damaged.
...****************...
Tak terasa, pesta teh yang diadakan oleh Ratu akan digelar esok hari. Waktu berjalan begitu cepat, dan Serein bahkan tak menyadari bahwa undangan itu sudah hampir mencapai waktunya. Meski begitu, ia tidak merasa perlu mempersiapkan banyak hal. Ia cukup percaya diri bahwa dirinya siap berada di tengah-tengah para wanita bangsawan yang bertopeng manis namun menyimpan taring di balik senyuman.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Suara itu membuat Lucy refleks menoleh. Gadis itu baru saja keluar dari kamar Serein dan bertepatan dengan kehadiran sang pemilik kamar. Wajah Lucy sempat menunjukkan keterkejutan yang sulit disembunyikan, bahkan rona gugup sempat melintas di sorot matanya. Namun dengan cepat, ia berusaha mengendalikan diri, lalu menyelipkan poni depannya ke belakang telinga sambil bersikap seolah semuanya baik-baik saja.
“Tidak ada, aku hanya mencari kalungku yang hilang,” jawabnya ringan.
Serein menaikkan alis, ekspresinya tak sepenuhnya percaya. “Jadi kau berpikir aku yang mengambilnya?”
“Siapa tahu, bukan? Tapi aku juga tidak menemukannya,” Lucy mengangkat bahu kecilnya seakan tak peduli. “Mungkin pelayanku salah meletakkannya.”
Setelah berkata demikian, Lucy langsung berlalu tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut. Namun, perilakunya yang terlalu santai justru membuat Serein semakin curiga. Sesuatu terasa janggal. Rasanya mustahil Lucy masuk ke kamarnya hanya untuk mencari kalung. Ada sesuatu yang disembunyikannya. Begitu masuk, Serein langsung menelusuri isi kamarnya, memastikan tidak ada yang berubah dari tempatnya. Ia memeriksa barang-barangnya satu per satu, tapi sejauh ini, semuanya masih utuh. Laci tempat menyimpan buku berisi ingatannya juga terkunci dengan rapi.
“Tidak mungkin dia kemari tanpa melakukan apa pun,” gumam Serein, separuh yakin.
Ia berdiri di tengah ruangan, membiarkan matanya menelusuri seluruh sudut kamar. Sampai akhirnya, pandangannya jatuh pada pintu lemarinya yang sedikit terbuka. Hal itu mengusik benaknya, Serein yakin Rara selalu menutup lemari itu dengan rapat. Serein menghampiri perlahan, rasa waswas mulai menyelinap.
Ia membuka pintu lemari itu sepenuhnya dan mendapati gaun navy miliknya masih tergantung di sana. Gaun itu mencolok dan elegan—rancangan khusus yang ia siapkan untuk dikenakan esok hari di pesta teh kerajaan.
Namun, senyum tenangnya segera memudar saat ia mengangkat gaun itu dari gantungan.
Bagian dadanya terlihat robek, jelas bukan karena sobekan biasa. Ada bekas potongan yang begitu rapi namun menyakitkan dilihat. Bagian pinggang gaun nyaris terpisah sepenuhnya dari tubuh gaun. Bekas guntingan itu terlalu mencolok untuk bisa disebut kecelakaan.
“Lucyanne!!” seru Serein penuh amarah, menggertakkan giginya.
Rara masuk tak lama kemudian, menenteng nampan kosong di tangannya. Wajahnya langsung berubah kaget saat melihat ekspresi marah sang nona.
“Kenapa, Nona?”
Ia berjalan mendekat dan melihat kondisi gaun yang kini sudah tak layak pakai. Rara refleks menutup mulut dengan tangannya.
“Ya ampun, siapa yang melakukannya?!”
Wajah Rara berubah pucat. “Nona, maaf. Saya tadi dipanggil salah seorang pelayan untuk memeriksa keadaan dapur, jadi saya tak berada di sini.”
Serein tak berkata apa-apa. Ia menggenggam gaun rusak itu erat-erat, lalu berjalan keluar dari kamar dengan langkah panjang penuh emosi. Rara mengikutinya dari belakang, cemas sekaligus merasa bersalah.
Langkah Serein menuruni tangga terdengar jelas, menghentak setiap anak tangga. Ia menuju ruang keluarga di lantai dasar dan mendapati Lucy sedang duduk santai bercengkerama bersama Duchess Valencia, berbincang ringan seperti tidak ada yang terjadi.
“Kau yang merusak gaunku?!” todong Serein, tanpa basa-basi.
“Hei, kenapa kakak menuduhku seperti itu? Memangnya kakak memiliki bukti?!” Lucy langsung berdiri, memasang wajah tak bersalah.
“Kau yang baru saja keluar dari kamarku, Lucyanne!” bentak Serein penuh geram.
“Memangnya hanya aku yang masuk ke kamar kakak?” Tanya Lucy menantang, “Bukankah pelayan ini yang selalu bersama kakak? Kakak harusnya mencurigainya lebih dulu!” Lucy menunjuk tajam ke arah Rara, membuat gadis pelayan itu membelalak tak percaya.
“Berhenti mengelak! Apa yang membuatmu tiba-tiba berada di kamarku, hah?!”
“Aku sudah mengatakan alasanku tadi! Kakak tidak dengar?” balas Lucy sinis, tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.
Jawaban penuh arogansi itu membuat amarah Serein makin memuncak. Tangannya nyaris terangkat untuk menampar, tapi sebelum sempat melangkah, Lucy sudah berlindung di balik sofa yang diduduki Duchess, memasang wajah memelas seolah dirinya korban.
“Cukup!” suara Duchess Valencia terdengar tegas. Ia menatap kedua gadis itu bergantian. “Serein, kau tidak bisa menuduh adikmu sembarangan! Hanya karena sebuah gaun, apa gaunmu lebih penting dari ikatan kalian sebagai saudara?”
Serein memutar bola matanya, malas menanggapi. “Tidak ada yang membahas ikatan sekarang, Ibu. Jelas-jelas dia yang melakukannya! Perlu aku geledah kalau ada gunting di sakunya?!”
Mata Lucy terlihat langsung membola, tapi ucapan Duchess selanjutnya langsung membuat senyumannya terbit.
“Kalaupun Lucy melakukannya, bukankah itu salahmu?” ujar sang Duchess dengan santainya. “Kalau saja kau memberikan undangan itu padanya, Lucy tidak akan terpikir untuk melakukan hal seperti ini.”
Serein tertawa hambar, menatap Duchess Valencia dengan tatapan tak percaya, "Sekarang ibu terang-terangan melindunginya ketika berbuat tercela? Bahkan menyalahkanku karena kelakuannya?"” Ia menggeleng pelan, "Memang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Lanjutnya bergumam.
“Apa yang kau katakan?!” suara Duchess meninggi, jelas tersinggung.
“Kalau kakak tidak punya gaun lain, ya sudah, tak perlu datang ke pesta itu,” celetuk Lucy tak kalah menusuk. “Kalaupun kakak tidak mau memberikan undangannya padaku, bukankah pada akhirnya kita sama-sama tidak hadir? Aku setuju untuk itu.”
Beradu mulut dengan mereka sampai hari kebangkitan Dewa pun, Serein tahu ia tidak akan menang. Ia memilih pergi dari ruang itu, meninggalkan dua orang yang tampak sangat puas atas kegusarannya.
“Sialan sekali!” umpatnya lirih, menahan emosi yang masih berkecamuk.
Ia memang tak terlalu mementingkan pesta itu, hanya saja Serein membutuhkannya untuk membangun koneksi di sana. Ia harus terlihat dan diingat orang-orang. Dan salah satu caranya, adalah menunjukkan dirinya pantas sampai seorang Ratu Seramona mengundangnya langsung.
“Nona, maaf. Harusnya saya tidak pergi dan melarang Nona Lucy masuk ke kamar Anda,” ucap Rara, menunduk penuh sesal.
Serein menghela napas, pelan namun berat. “Sudahlah. Bukan salahmu. Tabiat buruk adikku yang perlu diubah."
...****************...
tbc.
Jangan lupa like nya♡♡