Pertemuan singkat yang tak disengaja itu yang akhirnya menyatukan Nabilla dan Erik, tanpa rencana apa pun dalam pikiran Nabilla tentang pernikahan namun tiba-tiba saja lelaki asing itu mengajaknya menikah.
Lamaran yang tak pernah dibayangkan, tanpa keramaian apapun, semua serba tiba-tiba namun membawa kebahagiaan.
Pertemuan menyebalkan itu telah membuat Nabilla dan Erik terikat seumur hidup, bahagia hanya itulah yang mereka rasakan.
Merangkai kisah rumah tangga yang bahagia meski selalu ada saja masalah, Erik dan Nabilla menciptakan kisah bahagianya sendiri di tengah gangguan menyebalkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vismimood_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Berkaitan
"Brengsek!" Umpat Erik seraya menendang kursi di hadapannya.
Teman-temannya tak melakukan apa pun untuk menghentikan Erik, sejak semalam Erik memang ada di tempat Daniel dan sekarang mereka sudah berkumpul lagi. Hanya Revan yang tidak ada bersama mereka, Revan mengaku ada urusan dengan pekerjaan, sehingga menghalangi dia untuk bergabung saat ini.
"Kemana wanita itu sekarang, kemana dia!" Bentak Erik.
Semalam Erik memang mendatangi kediaman Kia, namun wanita itu tidak ada di tempatnya, bahkan orang tuanya pun tidak tahu keberadaan anaknya itu. Erik sudah mengatakan semuanya pada orang tua Kia, dan Erik meminta pertanggung jawaban untuk ulah anaknya itu.
"Gue harus temukan dia bagaimana pun caranya, gue akan rusak hidupnya sekalian!"
Sepanjang pertemanan mereka baru kali ini mereka melihat Erik seprustasi itu, mereka sudah mendengar tentang perubahan sikap Salsa terhadap Erik. Mereka juga menyayangkan sikap Salsa yang seperti itu, seharusnya mereka mencari solusi lain sebelum memutuskan membatalkan pernikahannya.
"Lu mending temui Salsa lagi, siapa tahu sekarang pikirannya sudah lebih terbuka." Saran Anggi.
"Gue harus temukan Kia, wanita itu tujuan gue sekarang!" Tegas Erik.
"Pernikahan lu lebih penting Rik, Kia sudah melakukan kesalahan dia tidak akan berani datang lagi." Ucap Daniel.
Tak ada jawaban, Erik membuka ponselnya dan berkutat disana beberapa saat, Erik tak bisa terima perkataan Salsa yang dengan lancang meminta batalkan pernikahan. Erik tidak pernah main-main dengan segala niatannya, bahkan mungkin sekarang meski niat buruk yang hinggap pun akan Erik lakukan.
"Rik." Panggil Tyas.
"Lu diam!"
"Gak, gue gak akan diam. Gue lebih tahu seperti apa Nabilla dan Salsa, jadi gue gak akan pernah diam."
"Lalu apa, hah. Lu juga akan dukung batalkan pernikahan gue dan Nabilla, lu akan dukung wanita itu juga?!"
Tyas menggeleng lantas bangkit dan mendekati Erik, sebenarnya Daniel keberatan karena Erik berani membentak Tyas. Tapi dari pada suasana semakin panas maka Daniel memilih diam, biarkan saja selagi Tyas bisa menghadapinya sendiri.
Erik berpaling ketika Tyas berdiri di hadapannya, Erik akan benar-benar ngamuk jika Tyas ternyata mendukung Salsa. Erik akan menjadikan Tyas pelampiasan untuk kemarahannya pada Kia dan Salsa, Erik tak bergeming ketika Salsa menepuk bahunya.
"Gue akan bantu, pernikahan lu gak akan batal. Gue yakin Nabilla juga akan bertahan, pernikahan kalian akan tetap terjadi sesuai keinginan lu."
"Gue gak butuh kalimat lu seperti itu, pernikahan gue dan Nabilla akan tetap terjadi."
"Maka dari itu lu hanya harus fokus pada pernikahan lu sendiri, gak perlu lu pikirkan Kia atau Salsa. Sekarang lu fokus, lebih baik lu pastikan jika kepercayaan orang tua Nabilla masih untuk lu Rik."
Erik menoleh, Erik memang belum bertemu lagi dengan orang tua Nabilla, secepat itu kalimat Salsa yang mengatakan akan membuat orang tuanya setuju membatalkan pernikahan mereka kembali terngiang. Bodoh sekali kenapa Erik tidak terpikirkan untuk menemui orang tua Nabilla, bagaimana kalau Salsa lebih dulu bicara dan meminta pernikahannya dibatalkan.
"Rik."
"Gue harus pergi." Pungkas Erik seraya berlalu pergi.
Tyas melirik mereka semua yang tak bereaksi apa pun, sama seperti Tyas mereka juga tak pernah menyangkan akan ada kejadian seperti ini. Kia memang sudah sangat keterlaluan, wanita itu sudah melakukan hal yang melewati batasannya, siapa pun pasti tidak akan terima.
*
Pintu ruang rawat Salsa kembali terbuka setelah Dokter dan Suster keluar, Salsa baru saja mendapatkan pemeriksaan dan belum ada perubahan untuk lukanya itu. Salsa berpikir jika yang datang adalah orang tuanya, namun lihatnya yang berdiri diambang pintu sana adalah Revan, teman dari Erik.
Salsa memicing, lelaki itu datang seorang diri tapi untuk tujuan apa. Salsa tidak mau menerima siapa pun yang datang hanya untuk membujuk Salsa saja, sampai saat ini Salsa masih keras jika pernikahan Erik dan Nabilla harus batal.
"Sudah makan, aku bawa makanan ini." Ucap Revan seraya menyimpan bawaannya di meja.
"Kamu-"
"Ini keinginan ku, bukan permintaan siapa pun. Aku tahu kamu sedang sendirian di sini."
Salsa diam, sejak malam itu Revan memang jadi cukup sering mengganggu Salsa. Ya tepatnya malam dimana rombongan Erik datang ke rumahnya di Kampung, malam dimana ia menangis harus merestui Nabilla menikah dengan Erik.
Malam itu seseorang tiba-tiba datang dan bertanya Salsa mau dilamar dengan apa, dan lelaki itu adalah Revan. Revan yang berusaha menenangkan Salsa dari kesedihannya yang akan melepaskan Nabilla dinikahi lelakinya, Revan yang dengan terang-terangan akan menghapus luka hati Salsa karena ulah Firman.
"Makan ya, harus minum obat kan?"
Salsa masih tetap diam memperhatikan Revan dengan segala gerak-geriknya, Salsa masih ingat dengan malam itu. Malam dimana Revan mengatakan jika ia sudah tahu sedikit kisah buruk Salsa dari percakapan orang tua Erik dan Nabilla.
Revan datang pada Salsa tanpa undangan apa pun, yang bahkan sewaktu di meja makan berulang kali Salsa menyadari jika Nizar terus memperhatikannya, tapi ternyata justru Revan yang datang padanya, Revan yang datang dengan pertanyaan tak terduga itu.
"A, ayo buka mulutnya!" Pinta Revan setelah menyendok makanannya.
"Aku bisa makan sendiri."
"Jika tangan mu gerak, pasti sakit diluka mu iyakan. Jadi makanlah, biar aku yang bantu."
Salsa membuka mulutnya menerima suapan dari Revan, Salsa masih tak berniat berpaling dari Revan. Sejak malam itu Salsa memang paling mudah terusik oleh Revan, lelaki itu selalu mengganggunya lewat pesan dan panggilan.
Malam itu memang dengan mudah Salsa memberikan nomor teleponnya pada Revan, sehingga lelaki itu juga tak perlu terlalu berjuang mendapatkannya. Setelah cukup waktu berjalan rupanya sekarang mereka kembali bertemu, Salsa tak melihat Revan kemarin bersama dengan mereka, ternyata Revan datang sendiri sekarang setelah mereka tidak ada.
"Jangan rusak kebahagiaan adik kamu!"
Seketika Salsa mengerjap dan berpaling, jadi benar kedatangan Revan hanya untuk membujuk Salsa. Suapan berikutnya ditolak begitu saja, sepertinya lebih baik jika Revan pergi saja sekarang.
"Aku bisa makan sendiri, kamu boleh pulang."
"Jangan marah dulu, aku-"
"Aku gak akan merubah keputusan aku, pernikahan mereka harus batal sebelum Nabilla diperlakukan tidak baik!"
Revan mengangguk dan menyimpan makanannya, mungkin membiarkan Salsa sebentar saja akan mengurangi kekesalannya. Revan bangkit dan izin ke toilet terlebih dahulu, ia sempat merogoh dompetnya dan menyimpannya disamping makanan itu.
"Jangan marah-marah dulu." Ucap Revan seraya berlalu.
Salsa hanya mendelik saja mendengarnya, mereka tidak ada bedanya harusnya Salsa tahu itu dan tak perlu berbaik hati pada mereka. Salsa meraih gelas di sampingnya, namun bersamaan dengan itu sakit dilukanya kembali terasa akibatnya pergerakan tangannya.
"Aw." Gumam Salsa seraya menggusur tangannya perlahan.
Brak...
Salsa tak sengaja menjatuhkan dompet Revan, ingin sekali Salsa meraihnya sebelum lelaki itu kembali. Tapi rasanya masih cukup sakit untuk banyak bergerak, Salsa meneguk air minumnya perlahan dan menyimpan kembali gelasnya.
"Permisi, Bu Salsa ini obatnya ya. Silahkan diminum kalau sudah makan, perlu saya bantu?"
"Biarkan saja Sus, tapi tolong ambilkan dompet itu." Pinta Salsa.
Suster menyimpan obatnya dan mengambilkan dompetnya, Salsa menerima dan langsung berterimakasih. Setelahnya suster itu kembali meninggalkan Salsa, niatnya Salsa akan langsung mengembalikan dompet itu pada tempat awalnya namun gagal.
Dompet yang tak sengaja terbuka itu menunjukan satu lembar photo, dimana ada empat orang disana. Salah satunya adalah Revan, tapi lihatlah ekspresi Salsa berbuah seketika ketika melihat wanita di samping Revan.
"Dia-" Gumamnya yang seketika itu gemuruh dijantungnya naik.
Salsa melihat jelas wanita disamping Revan adalah Mala, wanita yang dengan kurang ajar menggoda calon suaminya. Wanita murahan yang berhasil merebut Firman dari dirinya, dan sekarang mereka sudah hidup bersama.
"Kamu sudah lebih tenang?" Tanya Revan yang akhirnya kembali.
Bukan tenang, Salsa justru menunjukan tatapan penuh amarahnya pada Revan, photo itu telah berhasil menghilangkan kesabaran Salsa dengan sempurna. Setibanya Revan disisinya, Salsa langsung melemparkan dompet tersebut, tentu saja Revan meraihnya cepat.
"Siapa kamu sebenarnya?" Tanya Salsa dengan nafas yang mulai memburu.
Luka yang pernah digoreskan dua manusia itu nyatanya belum bisa hilang dari hati Salsa, sampai detik ini luka akibat pengkhianatan itu masih sangat terasa jelas seolah kejadiannya baru kemarin. Revan menatap photo itu sesaat dan menyimpan dompetnya dengan tenang, ia lantas menatap Salsa yang saat ini sudah dikuasai amarah.
"Pergi kamu!"
"Kamu sudah melihatnya?"
"Pergi aku bilang, apa pun alasannya jangan pernah lagi mengganggu ku."
"Aku tidak bisa."
"Pergi, Tolong!" Jerit Salsa tiba-tiba.
Revan juga refleks membungkam Salsa, perbuatan Revan pasti menyakiti Salsa. Karena ulahnya membungkam mulutnya, Salsa jadi berontak dan itu pasti berpengaruh pada lukanya.