Mentari Senja, gadis desa yang berusia 18 tahun. Anak terakhit dari pasangan Jaka dan Santi. Dia merupakan salah satu gadis yang menjadi primadona di desanya. Dia mempunyai keluarga yang sederhana dan ayah yang sangat disayanginya. Mentari adalah sosok gadis yang lembut, cantik dan pendiam serta sangat menuruti permintaan sang ayah. Namun siapa sangka Mentari tiba-tiba saja dijodohkan oleh sang ayah dengan sosok lelaki yang dia tidak kenal sama sekali. Dia terpaksa harus menerima perjodohan itu demi kesembuhan sang ayah. Mengubur semua cita-citanya selama ini dan harapannya untuk melanjutkan pendidikan. Hidup dengan seorang laki-laki yang berstatus sebagai suaminya, tapi tidak pernah dianggap dan dicintai.
Chapter 8
Willie yang berdiri di depan pintu kamar mendengar kalau Mentari berkata yang baik-baik tentang dirinya pada ayah dan kakak gadis itu. Padahal ia selalu membentak dan berkata kasar pada Mentari.
Bahkan bukan dirinya yang menenangkan Mentari saat ketakutan akan suara petir tapi malah sahabatnya Gibran.
“Apa gua udah kelewatan sama gadis itu ya” gumam Willie.
“Ah biarin aja lah,, orang gua terpaksa nikah sama dia.”
Willie membuka pintu kamarnya, dan melihat Mentari yang duduk sambil memeluk kakinya. Willie mencoba tidak peduli dan melewati Mentari begitu saja, masuk ke dalam kamar mandi.
Mentari yang melihat Willie sudah masuk dalam kamar mandi langsung saja menghapus air matanya dan berjalan keluar kamar.
Dia berjalan menelusuri rumah suaminya itu dan menemuka sebuah perpustakaan mini.
“Ternyata di rumah kak Willie ada perpustakaan mini,, orang kaya bebas mau apa saja” gumam Mentari
Gadis itu merasa takjub melihat ruangan dengan buku yang tersusun rapi di setiap rak buku.
Mentari memutuskan untuk menenangkan diri disana sampai hatinya tenang dan siap menerima kata-kata menyakitkan dari Willie kembali. Mentari mengambil salah satu buku yang menarik untuk dibaca.
Willie yang telah selesai bersih-bersih menatap ke sekeliling kamarnya,, ia tidak menemukan sosok gadis yang menangis di pojok tempat tidur tadi.
“Kemana tu gadis kampung pergi?” gumam Willie mencari keberadaan Mentari.
Namun ia tidak menemukan keberadaan Mentari di kamarnya. “Terserah tu anaklah.”
.
Jam menunjukkan pukul 7 malam,, namun Willie belum melihat kehadiran Mentari di kamarnya. Untung saja mama dan papanya hari ini harus pergi keluar kota, kalau tidak sudah habis dirinya.
Willie memutuskan untuk keluar kamar dan mencari keberadaan Mentari,, ia turun ke bawah.
“Bik lihat Mentari tidak?” tanya Willie pada salah satu asisten rumah tangga.
“Maaf den bibik tidak lihat” ucap bibi itu lembut.
Willie langsung saja kembali naik ke atas,, karena tidak mungkin Mentari pergi keluar. Pasalnya di luar masih hujan lebar.
Willie melihat pintu perpustakaan terbuka,, ia melangkah mendekati ruangan tersebut. Saat ingin menutup pintu itu, Willie tidak sengaja melihat ada seseorang yang sedang tertidur di sofa yang berada di ujung lemari buku.
Willie langsung saja masuk ke dalam dan menatap wajah Mentari. “Ternyata disini ni anak!”
Willie merasa kasihan dengan istrinya itu,, wajah yang sedikit pucat dengan mata bengkak, serta baju yang masih sedikit basah.
“Apa gua sejahat itu ya sama ni cewek?” Willie menatap Mentari dalam.
Willie mengambil buku yang berada di tangan Mentari,, ia merapikan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu.
“Ternyata dia cantik juga.”
“Bulu mata melentik dengan hidung mancung,, sebenarnya tidak mengambarkan seorang gadis kampung.”
Mentari yang merasa terursik tidurnya karena gangguan seseorang langsung saja membuka mata.
“Kak Willie” ucap Mentari terkejut,, ia langsung saja duduk tegap.
“Lu kira gua hantu ngelihatin-nya gitu banget” ucap Willie ketus.
“Kakak ngapain disini?” tanya Mentari.
“Lu yang ngapain disini,, kalau tidur itu di kamar. Kayaknya lu emang cari masalah biar gua kena marah sama mama dan papa.”
“Nggak kak,, aku tadi hanya ingin menenangkan fikiran dan menemukan ruangan ini.”
“Aku tidak ada niat untuk membuat mama sama papa marah sama kakak” Mentari menundukkan kepala.
“Alah banyak alasan lu!” ucap Willie ketus.
Willie menatap Mentari tajam,, dan melihat tubuh gadis itu yang sedikit gemeteran karena menahan rasa dingin di tubuhnya.
“Mending lu ganti baju sana,, entar lu sakit malah ngerepotin gua.”
Mentari hanya diam saja,, ia melangkahkan kaki meninggalkan ruangan perpustakaan mini itu. Namun, suara Willie seketika menahan langkahnya.
“Tunggu!” suara Willie yang selalu terdengar dingin di telinga Mentari.
Gadis itu dengan penuh keraguan memutar tubuhnya. Dan saat sudah berhadapan dengan Willie, sontak Mentari menundukkan kepalanya.
“Jangan pernah lu berharap lebih dengan pernikahan konyol ini! Apalagi mengharapkan balasan cinta dari gua! Mau lu berkata yang baik-baik tentang gua kepada ayah dan kakak lu, sampai kapan pun perasaan gua nggak akan pernah berubah!”
Jlebbbb
Bagai disambar petir yang begitu kuat, hati Mentari kembali merasakan begitu sakit hingga gadis itu tampak kesulitan mengatur napasnya. Dada Mentari terasa amat sesak.
“Gua pastikan cepat atau lambat, pernikahan ini akan segera berakhir!” Willie langsung saja melangkah meninggalkan Mentari disana.
.
.
Keesokan paginya setelah perkataan Willie semalam, Mentari hanya diam saja pada cowok itu.
“Will, kamu anteri Mentari ke sekolah dulu sebelum pergi ke kampus ya” ucap Inggrit lembut saat Willie baru saja duduk di meja makan.
Tampak cowok itu langsung mendengus kesal, serta memasang wajah masam.
“Nggak bisa ma! Willie harus jemput Geral dulu nanti dan ada tugas di kampus” tolak Willie dengan wajah masam.
“Kamu kan bisa anterin Mentari dulu, baru jemput Geral dan berangkat ke kampus” sahut Tomi.
“Tapi Mentari belum siap pa, Willie juga buru-buru” ucap Willie dingin.
“Bentar lagi palingan Tari juga selesai Will” sahut Inggrit.
Dan benar saja, belum ada satu menit Inggrit berbicara Mentari sudah terlihat menuruni anak tangga.
“Nah, itu Tari!”
Gadis yang namanya disebut oleh mereka tampak tersenyum. Lalu ia menyapa mama dan papa Willie yang sekarang adalah mertuanya.
“Pagi, pa, ma!”
“Pagi sayang... Tari mulai hari ini kamu berangkat ke sekolahnya dianterin sama Willie ya” ucap Inggrit pada Mentari.
Gadis itu melihat Willie yang menatap dirinya tajam dengan mata yang melotot. Sebagai tanda bahwa ia tidak setuju berangkat bareng dengan dirinya.
“Biarin aja Tari berangkat sendiri ma,, biar ia tau jalan dari rumah ke sekolah. Jadi suatu hari Willie ada kerjaan dan izin libur di kampus, dia bisa mandiri berangkat ke sekolahnya. Lagian dia biasanya ke sekolah juga jalan kaki” ucap Willie yang jelas menyakiti hati Mentari.
Namun Mentari sudah terbiasa dengan kata-kata menyakitkan dan sikap dingin Willie. Bahkan menurutnya pagi ini cowok itu terlihat sedikit berbeda. Memang bukan perubahan yang menunjukkan tanda positif. Tapi setidaknya Willie sedikit peduli dengan dirinya.
Mentari sendiri tidak tahu mengapa Willie terlihat begitu tidak menyukai dia,, bahkan terlihat sangat membenci dia. Padahal Mentari merasa tidak pernah berbuat kesalahan apapun terhadap cowok itu. Saat Willie berkata kasar dan pun dia hanya diam saja.
“Willie!” tegur Tomi tegas.
Willie berdecak kesal, lalu mengambil tas sekolah dan menyandangkan pada salah satu pundaknya. Setelah itu, Willie hendak beranjak dari meja makan. Tapi, Tomi langsung menahan dia.
“Will,, kamu dengar kan apa yang diucapakan mama kamu tadi? Berangkat bersama Mentari!” ucap Tomi sedikit membentak.
“Kamu lupa ucapan papa sebelum nikah” lanjut Tomi tegas.
“Pa,, nggak masalah kok kalau Tari harus berangkat sekolah sendiri” ujar Mentari cepat menanggapi ucapan Tomi.
Mentari tahu pasti Willie akan menolak dengan berbagai alasan. Karena ia yakin cowok itu pasti akan malu berangkat sekolah dengan dirinya. Dan sebelum Tomi semakin marah, Mentari lebih baik mengalah dan menengahi.
“Mentari juga sudah pesan taksi online kok pa” bohong Mentari.
“Tidak Tari, papa tidak memberi izin pada kamu berangkat dengan taksi” ujar Tomi pada Mentari.
“Taksinya sudah di depan pa, Mentari berangkat dulu ya pa,ma” Mentari berpamitan pada Tomi dan Inggrit, lalu bergegas keluar dengan melewati Willie begitu saja.
“Kamu ikuti taksi yang membawa Tari itu Will, papa tidak mau bantahan. Sampai terjadi sesuatu pada Mentari papa nggak akan maafin kamu” ucap Tomi tegas.
Willie langsung saja berjalan keluar sebelum papanya tambah marah dan banyak cerita.
Sedangkan Mentari ia berjalan keluar dari komplek perumahan Willie sambil mencoba memesan taksi online. Sebab Mentari tadi tidak benar-benar sudah memesan taksi. Tapi itu hanya alasan Mentari saja.
Tentu Mentari juga tidak ingin membuat Willie bertambah marah dan membenci dirinya kalau ia tetap berangkat bareng ke sekolah. Terlebih lagi mengingat ucapan-ucapan Willie sama dia selama ini. Sungguh, rasa sakit hati itu masih terasa hingga saat ini.
Willie yang melihat Mentari berjalan kaki keluar komplek hanya melihat saja dari dalam mobilnya sambil melanjukan mobil dengan kecepatan pelan.
Tin…
Tin…
“Woii..” teriak Willie dari dalam mobil.
Mentari hanya melihat mobil Willie yang berhenti di samping dirinya.
“Selamat jalan kaki ya,, emang pantes lu kayak gini” Willie tertawa.
Bremm… Bremm….
Mentari melonjak kaget saat Willie mengas mobilnya keras. Seketika gadis itu bergeser ke kanan dan membiarkan mobil Ferrari hitam milik Willie melesat begitu saja.
Mentari hanya menatap mobil itu hingga keluar dari komplek perumahan ini. Sedangkan Mentari masih berharap ia mendapatkan taksi online.
Saat Mentari terus berjalan sampai ke halte terdekat komplek perumahan Willie tiba-tiba ada sebuah mobil putih yang berhenti disamping nya.
“Tari..” teriak Gibran dari dalam mobil.
Yap itu adalah mobil Gibran, cowok itu sengaja melewati komplek perumahan Willie dan berharap dapat bertemu dengan Mentari. Karena kalau Gibran sengaja menjemput gadis itu ke rumah Willie pasti akan disuguhi banyak pertanyaan dari cowok itu.
“Kak Gibran.”
“Lu mau kemana?” tanya Willie lembut.
“Aku mau ke halte depan kak nunggu angkot” ucap Mentari lembut.
Gibran menghentikan mobilnya dan ia keluar dari mobil berdiri di samping Mentari.
“Udah lu bareng gua aja, kan sekolah lu sama kampus gua satu arah.”
“Nggak papa kak, aku naik angkot aja” tolak Mentari halus.
“Tapi waktu lu nggak banyak untuk ke sekolah dengan angkot Tar.”
Mentari terdiam, apa yang diucapkan oleh Gibran itu ada benarnya juga. Kalau dia tetap maksa berangkat ke sekolah dengan angkot dia pasti terlambat, dan juga Mentari tidak tahu angkot yang menuju ke sekolahnya.
“Jadi gimana Tar?” tanya Gibran kembali.
“Yasudah kak,, kalau tidak merepotkan kakak” Mentari menatap Gibran dengan wajah teduh nya.
“Tentu nggak lah Tar,, orang kita satu sekolah. Yaudah yok!”
Gibran membuka kan pintu mobil untuk Mentari. Sontak Mentari terkejut akan perlakuan kakak kelasnya itu.
Gibran langsung saja menancap gas mobilnya menuju ke sekolah dengan semangat dan bahagia.
.
Sedangkan Willie yang sebenarnya belum terlalu jauh dari komplek tersebut,, melihat Gibran berhenti di sebelah Mentari.
Dia juga melihat raut wajah sahabatnya itu yang ceria dan semangat setelah Mentari masuk ke dalam mobilnya.
“Mau deketin gadis itu ternyata lu Gib” gumam Willie kesal.
“Belum tahu aja lu kalau dia adalah istri gua.”
“Dan sampai kapan pun gua nggak akan biarkan cowok lain mendekati gadis itu.”
Willie langsung saja menancap gas mobilnya setelah mobil Gibran terlihat telah pergi jauh dari sana.
.
Mereka bertiga sampai di sekolah. Tak selang beberapa menit mobil Willie ikut masuk ke dalam area parkiran mobil. Dia sengaja memarkirkan mobil tepat di sebelah mobil Gibran.
Pagi ini memang Willie, Gibran dan Geral kembali ada urusan di sekolah itu. Jadi sebenarnya Willie tidak ada tugas di kampus, ia hanya beralasan saja supaya tidak satu mobil dengan Mentari.
Willie keluar dari mobil bertepat dengan Mentari yang keluar dari mobil Gibran. Willie menatap gadis itu dengan tajam dan tersenyum sinis.
Mentari yang melihat Willie berada di sana terkejut, bukannya cowok itu pergi ke kampus. Tapi kenapa tiba-tiba saja suaminya itu sudah berada di hadapan dirinya.
“Sayang…” teriak Natasya pada Willie.
“Ihh kamu kok nggak jemput aku tadi sih, padahal kamu mau ke sini juga” ucap Natasya dengan manja.
“Maaf sayang, tadi di rumah ada masalah sedikit” ucap Willie sambil melirik Mentari sinis.
“Yaudah kita masuk yuk” Natasya mengandeng tangan Willie.
Mereka berdua melewati Gibran dan Mentari begitu saja dengan menatap sinis.
“Yuk tar kita juga masuk” ajak Gibran, yang langsung dianggukan oleh Mentari dengan senyuman manis.
Ya seperti biasa ketika ada sesuatu yang baru di sekolah pasti akan mencuri perhatian oleh mereka semua. Begitu juga dengan Mentari dan Gibran saat ini yang tengah menjadi pusat perhatian ketika mereka berdua berjalan di koridor.
Seorang Gibran, alumni dan manta ketua osis yang terkenal dingin dan jarang dekat dengan cewek saat ini terlihat tengah berjalan dengan seorang gadis. Dimana diantara mereka semua ada yang belum mengenali Mentari.
“Kakak kok ikutan keatas?” tanya Mentari heran, pasalnya ruangan osis dan ruangan guru ada di lantai satu, tapi cowok itu ikutan naik keatas.
“Owh itu… gua ada urusan sama salah satu anggota osis. Dia kelas dua belas juga” alasan Gibran.
“Owh gitu kak,, okay” ucap Mentari,, ia langsung saja melanjutkan menaiki tangga.
Gibran mengikuti gadis itu dari belakang, tanpa memperdulikan tatapan dari siswa yang lain pada dirinya dan juga Mentari.
“Sialan tu anak,, ngercep juga dia dekatin si Tari” gumam Geral melihat Gibran dan Mentari jalan berdampingan.
“Gua nggak mau kalah ni,, gua harus bisa juga deketi tu gadis imut.”
Willie yang sudah sampai di ruangan osis ,, terus saja menatap ke sekeliling ruangan tersebut.
Sahabatnya itu belum juga sampai,, padahal tadi dia melihat Gibran dan Mentari tidak terlalu jauh berjalan di belakang mereka.
“Sayang,, kamu lagi cari siapa sih?” tanya Natasya pada Willie.
“Ah.. nggak kok sayang, tumben banget Gibran sama Geral belum juga sampai” ucap Willie.
“Mungkin dia ada urusan sayang, urusan deketin cewek kampung itu” ucap Natasya.
“Hai Will,, Nat” sapa Geral pada mereka berdua.
“Ger lu ada lihat Gibran diluar?” tanya Willie.
“Owh tu anak,, dia nganterin Mentari ke kelas.”
“Kayaknya Gibran suka sama Mentari,, soalnya gercep banget dia bertindak.”
Willie mengepalkan sebelah tangan nya yang berada di bawah meja,, dia tidak suka kalau Gibran sampai sebegitu antusias nya ingin mendekati Mentari.
“Woi,, muka lu kenapa kayak gitu!” ucap Geral.
“Nggak,, lu tumben nggak dekatin tu cewek juga” ucap Willie santai.
“Owh lu jangan risau, gua bakalan lebih dulu dapetin hati Mentari dibanding kan dengan Gibran.”
“Siapa cewek yang nggak tertarik dengan seorang Geral, cowok tampan, kaya dan romantis” ucap Geral dengan bangga.
“Wekkk… PD banget lu. Sampai sekarang aja masih jomblo” celetuk Natasya.
“Manis banget tu mulut lu ngomong Nat! Sampai lu dan Willie putus, gua orang pertama yang paling bahagia” ucap Geral ketus.
“Bangs*t lu” Natasya melempar Geral dengan kaca dia.
“Lu urusin tu cewek lu” ucap Geral pada Willie.
Willie hanya diam saja,, dia tidak merespon ucapan Geral atau pun Natasya. Yang dia fikirin saat ini adalah kedua sahabat nya sedang berusaha untuk mendekati istrinya.
‘Nggak bisa!’
Bersambung…