zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
Setelah melaksanakan sholat isya', ziara teringat dengan tugasnya yang ia dapatkan tadi siang. Gadis itu paling tidak bisa menunda-nunda mengerjakan tugas meski waktu mengumpulkannya masih cukup lama.
Tak ingin dianggap lancang, ziara memilih mengerjakan tugasnya di sofa yang setiap malam menjadi tempat tidurnya. Ia duduk di lantai sambil selonjoran, sedangkan sofa panjang itu dijadikan meja untuk menulis.
"Gimana ini tugas buat power point yang kemarin belum aku kerjain. Laptopnya kan udah rusak," gumam ziara teringat laptopnya yang tak bisa lagi dinyalakan.
Albian masuk ke dalam kamar sambil membawa camilan. Seraya berjalan menuju meja belajar pandangannya tertuju pada ziara yang tengah duduk di lantai. Pemuda itu meletakkan sepiring french fries yang masih hangat dan risol mayo di atas meja belajarnya, lalu duduk di kursi dengan santai.
"Lo ngapain selonjoran di situ?" tanya albian sambil menggigit risol mayo.
Ziara menoleh ke arah albian. "Aku lagi belajar," jawabnya. "Kamu kok kebiasaan banget sih tiap makan gak pernah baca doa dulu."
Kunyahan albian mendadak terhenti setelah mendapat teguran ziara barusan. Ia telan risol mayo yang belum sepenuhnya hancur itu dengan paksa.
"Siapa bilang aku gak baca doa? Aku berdoa dulu kok tadi," balas albian membela diri.
"Oh ya? Perasaan tadi waktu aku liat, setelah ambil risol mayo itu kamu langsung gigit aja." Ziara bangkit berdiri dan berjalan mendekati albian sambil memeluk buku paketnya. "Coba kamu baca doa sebelum makan. Aku mau dengar."
Albian menelan salivanya kasar. Dagunya diangkat dengan angkuhnya ke atas. "Oke. Siapa takut?"
"Ya udah ayo baca sekarang," titah ziara dengan satu alis terangkat.
Mata albian melirik ke atas, tepat ke langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia cari? Mungkin ia berharap ada keajaiban dengan munculnya tulisan di atas plafon kamarnya.
"Oke. Dengerin baik-baik ya." Albian bersiap mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan demi mengurangi rasa gugupnya. Padahal ia hanya disuruh membaca doa sebelum makan.
"Ayo, bian! Tunggu apa lagi? Aku nungguin loh." Ziara menunggu dengan tidak sabaran. Pasalnya albian tak kunjung memulainya juga sejak tadi.
"Allahumma laka sumthu-"
"Ehh... Tunggu!" potong ziara, padahal albian belum selesai membaca doa. "Aku gak salah denger kan? Aku tadi minta kamu baca doa sebelum makan loh. Kok malah baca doa buka puasa? Emangnya kamu mau berbuka?"
Mata albian terbelalak. Wajahnya seketika bersemu merah menahan malu. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil menunduk pasrah.
"Bukannya sama aja ya? Namanya orang buka puasanya kan tujuannya mau makan," kilah Albian mencoba membela diri.
"Gak gitu konsepnya, bian! Semuanya ada doanya masing-masing. Bukan karena kamu mau makan terus baca doa buka puasa jadi bisa dibenarkan." Ziara menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi.
"Ya udah deh kalo gitu kamu ajari aku aja gimana? Biar aku ngerti bedanya," pinta albian menaik turunkan kedua alisnya. "Mau gak?"
"Aku mau kok ajari kamu. Kalo gitu kita mulai belajar doa sebelum makan dulu ya."
"Tapi bisa gak buatin aku jus dulu sebelum belajar? Tenggorokanku seret nih habis makan risol mayo tadi." Albian memegangi tenggorokannya dengan wajah memelas.
Terpaksa ziara menurutinya. Gadis itu dengan sabar mengiyakan permintaan albian.
"Mau jus apa?" tanya ziara.
"Jus alpukat aja deh. Enak tuh kayaknya," jawab albian senang.
"Oke. Kalo gitu aku buatin sebentar." Ziara mengambil cadarnya yang ada di atas sofa. Sebelum keluar dari kamar, ia mengenakan kain putih itu terlebih dulu untuk menutupi wajahnya.
Ada rasa bangga pada diri albian saat melihat ziara mengenakan cadar. Mengingat hanya dirinya yang hanya diizinkan melihat wajah cantiknya.
"Aku buatin dulu. Kamu tunggu sebentar," ucap ziara sebelum meninggalkan kamar.
Albian menatap punggung ziara sambil tersenyum lebar tanpa sadar. Tapi, begitu sadar ia menepuk bibirnya sendiri cukup keras.
"Ngapain sih gue pake senyum-senyum segala liat dia?" gerutunya.
Tak lama kemudian ziara kembali dengan segelas jus di tangannya. Jus berwarna hijau itu berhasil menarik perhatian albian sejak ziara baru masuk ke dalam kamar.
"Kok warnanya begitu sih?" tanya albian heran. "Bukannya kalo Alpukat itu agak kuning ya? Ini kok hijau aja sih?"
Ziara meletakkan jus buatannya di hadapan albian. "Tadi aku gak nemu Alpukat. Kayaknya habis. Adanya melon. Makanya aku buatin melon aja. Lagian sama-sama hijaunya terus sama jus buahnya juga," jawab ziara santai.
Alzian menepuk dahinya pelan. “Astaga, zia! Beda dong rasanya walaupun warnanya hampir mirip. Udah ah, gue gak mau minum.”
“Ya udah kalo kamu gak mau. Aku minum sendiri,” ucap ziara mengambil lagi jus tadi dari atas meja, lalu membawanya menuju sofa.
Dari meja belajar albian memperhatikan ziara menikmati jus melon itu. Ia jadi ingin mencobanya juga. Ia menelan salivanya susah payah melihat belepotan di bibir ziara.
Albian bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menghampiri ziara yang duduk selonjoran di lantai sambil membaca buku paketnya. Gadis itu tak sadar kalau bibirnya tengah belepotan bekas jus melon.
“Hmm... Enak tuh kayaknya,” ucap albian setelah berdehem pelan.
Ziara mendongak ke atas, melihat albiam yang sudah berdiri di sampingnya. “Kamu mau? Tapi udah ada bekas minum aku.”
Albian duduk di samping ziara. Lalu tangannya terulur menyentuh bibir ziara dan mengusap lembut bekas jus yang ada di sana.
“Minumnya sampe belepotan gini,” ucapnya menunjukkan bekas jus yang ada di tangannya setelah mengusap bibir ziara.
Buru-buru ziara mengusap bibirnya dengan kedua tangan, berharap belepotannya hilang semua.
"Udah gak ada kan?" tanya ziara.
Albian mengangguk samar. "Udah bersih," jawabnya.
Pandangan albian teralihkan pada jam dinding yang kamar. "Mumpung masih jam delapan malam, gimana kalo kita memulai yang sudah lama tertunda?"
Ziara mengerjap. Dadanya sudah berdetak cepat di dalam sana. "Mak-sud ka-mu apa?"
Albian semakin mendekatkan wajahnya hingga ziara yang terus memundurkan tubuhnya semakin tersudut begitu punggungnya menyentuh pinggiran sofa.
"Kamu gak lupa kan kalo kamu punya kewajiban sebagai seorang istri saat malam?
Gimana kalo kita lakukan sekarang? Udah lama kan gue menunda kasih lo nafkah?" ucap albian yang berhasil membuat bulu kuduk ziara berdiri ngeri. Apalagi wajahnya semakin mendekati ziara dan tanpa ragu membelai lembut pipi gadis itu, bian semakin mendekatkan dirinya dengan ziara, ziara dibuat sangat takut ia mulai merasa jantungnya yang tidak normal sementara albian menatap mata ziara ia melihat mata yang begitu indah begitu sempurna bagi albian. ziara justru berpikir bagaimana cara menghindar dari albian.