5 jiwa yang tertransmigrasi untuk meneruskan misi dan mengungkap kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kurukaraita45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 : Penghianat yang Bersembunyi
...Petunjuk :...
"Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."
...《•°•》...
Suasana lingkungan BIMA NUSANTRA dipenuhi oleh persaingan ketat yang penuh ambisi. Orang-orang di sana teramat ambisius, bahkan mereka tak pernah mempunyai sebaik-baiknya teman, karena bagi mereka teman adalah saingan.
Perlombaan dimulai sesuai mata lomba masing-masing. Mereka mulai bersaing dan berkompetensi untuk menjadi juara, termasuk dari pihak tamu. Apapun akan mereka lakukan jika itu membuat mereka menjadi pemenang.
Bercelly bersama Ghea tengah bersantai di salah satu koridor sekolah. Mereka menikmati cemilan yang sebelumnya telah mereka beli di kantin. Hingga ada sebuah hal yang membuat keduanya salah fokus.
Celly dan Ghea menatap seseorang secara bersamaan dan juga melongo. "Itu..." Ghea menatap Celly, dan Celly langsung membengkam mulutnya.
"Iya!" Jawab Celly singkat.
"Kok dia bisa di sini?" Ghea bertanya.
Mereka berdua berdiri dan Celly mulai berujar, "Kita samperin aja dia!" Ajaknya.
Ghea menganggukan kepala dan mulai mengikuti langkah Celly yang ada di depannya. Hingga, mereka sampai di depan seorang wanita yang tadi mereka tatap bersama.
"Misra?" Ucap mereka secara bersamaan.
"Hai Celly dan... Ghea!" Misra menatap remeh kedua orang di depannya.
"Kamu kenapa di sini?" Tanya Celly.
"Ouh ya! Kamu sudah lama tak mengunjungi gubuk itu ya 'kan? Aku sekarang sudah di sini!" Ujar Misra mengangkat sebelah bibirnya dan bersidekap dada.
"Iya, aku selama ini sibuk dengan sekolah. Aku juga udah kasih kamu uang, tentu kamu baik-baik saja 'kan?"
Misra terkekeh kecil. "Celly-Celly, kamu itu bodoh ya ternyata."
Sontak Celly terkejut dengan penuturan Misra, ia mengenal Misra yang lembut bukan Misra yang kasar. "Kenapa gitu?"
"Bodoh lo itu!" Misra menunjuk-nunjuk Celly dengan membentaknya. "Gue gak bener-bener orang gak punya Celly, gue juga gak bener-bener kehilangan keluarga gue. Semua gue lakuin cuman buat curi data-data lo! Karena lo itu pilar utama BINA GARUDA, tapi ternyata pilar utama selemah dan sebodoh ini?" Misra terus merasa menang.
Celly tak pernah menyangka jika Misra akan berubah seperti itu, bahkan gaya bahasanya yang berubah 360°.
"Aku gak nyangka kamu setega ini Mis!" Celly menggrlengkan kepalanya pelan.
"Lo tuh gampang percaya sama orang baru, lo selalu lupa jika persaingan BINA GARUDA dan BIMA NUSANTARA seketat itu. Lo terlalu bodoh untuk bersaing sama gue!" Misra menekankan kalimat terakhirnya.
"Oke, fine. Gue gak akan percaya lagi sama lo dan gue akan waspada dengan pergerakan BIMA NUSANTARA." Celly meninggalkan Misra dan mengajak Ghea pergi dari sana.
"Gue terima tantangan lo!" Teriak Misra kepada Celly yang terlihat semakin menjauh.
Celly sangat kecewa dengan Misra, dia adalah teman yang Celly anggap saudaranya. Ternyata Misra dari pihak lawan dan sangat membenci Celly juga pihak BINA GARUDA.
...《•°•》...
Hasil perolehan kompetinsi antar kedua sekolah tersebut langsung keluar saat waktu hampir sore, dinyatakan dari semua perwakilan BINA GARUDA kalah, kecuali Akashi.
Ghea dan Celly juga keempat teman lainnya mendapat peringkat 3 perlombaan bola basket. Evelyn mendapat juara 2 fashion show, Daisen dan Callisany juara 3 dalam cabang kreasi seni dan Akashi juara 1 dalam cabang permainan catur. Mereka semua sangat menyadari jika ada kecurangan yang dilakukan.
...《•°•》...
Dalam hitungan detik yang terus berputar, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, menoleh 360° dan sudut matanya memicing sesuatu.
Darrr
Kala peluru melayang hampir ke arahnya ia langsung menghindar sekejap mata, senapan di tangannya terus saja langsung ia angkat dan kembali mrmicing sumber dimana peluru ditembakkan.
Darrr
Lagi-lagi peluru hampir melesat ke arahnya. Ia hampir melepaskan peluru ke arah penembak tadi. Namun suatu hal yang terjadi sangat mengejutkan, penembak keluar dari tempat persembunyiannya dan mengangkat kedua tangannya.
Amat terkejut, kala lelaki itu melihat dengan jelas siapa orang yang sengaja memburunya. Matanya yang semula memicing menjadi bulat sempurna dan tanpa bersuara.
Lelaki itu terus saja melangkah dengan kedua tangannya yang diangkat, hingga jarak satu meter tiba. Lelaki di depannya merenggangkan tangan untuk pelukan.
Dia pun memeluk lelaki di depannya. "Anakku..."
Darrr
Dia tertipu. Rupanya bukan pelukan yang lelaki itu berikan, melainkan hanya tipuan. Darah mulai bercucuran, dan tepat pada dadanya peluru itu dilepaskan. Mungkin tadi adalah satu kata terakhir dan pengakuan yang keluar dari mulutnya.
"Maaf Ayah!" Lelaki itu meninggalkannya dengan wajah yang ditekuk, tanpa sepatah katapun lagi dia berlalu tanpa memperdulikannya yang terus mengerang kesakitan. Seluruh tubuhnya telah dipenuhi darah, dan hanya beberapa detik berlalu pandangannya kabur juga lelaki itu telah meninggalkannya. Ia tak lagi mengingat juga merasakan apapun setelahnya.
"Aaa..."
Dia terbangun dari tidurnya, mengatur nafasnya yang dihembuskan tak karuan. Jantungnya berdetak sangat cepat, keringat dingin mengucur di tubuhnya.
"Apa yang aku lakukan terhadap anakku?" Tanyanya pelan dan lirih.
"Maafkan Ayah nak," gumamnya.
Pelan namun terdengar jelas. Ia kembali mencerna sebuah mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Tak tau apa arti dari mimpi tersebut, namun yang pasti dia menyesali perbuatan fatal yang dilakukannya.
Seseorang mengetuk pintu kamarnya. "Ayah! Ayah kenapa?"
Usai mendengar teriakan dari dalam ia tak tenang dan langsung menghampiri Ayahnya.
"Masuk aja, Ayah gak papa!"
Wanita itupun memasuki ruangan kamar Ayahnya. Ia kebingungan melihat Ayahnya yang bercucuran keringat dingin dan juga baru saja menetralkan nafasnya.
"Aku tadi dengar Ayah teriak, aku takut Ayah kenapa-napa," ujarnya.
"Ayah gak papa sayang!"
"Aku ambilin air dulu ya!"
Jaindra mencegahnya. "Jangan! Ayah gak papa kok," cegahnya.
Evelyn melihat ada kain tebal berukuran kecil yang biasa Ayahnya selalu bawa kemana-mana, ia mengambilnya lalu memberikannya kapada Jaindra.
"Nih Yah!"
Jaindra pun mengambilnya, lalu segera mengusap keringat dinginnya yang masih keluar. Ia tak mungkin untuk bercerita kepada Evelyn terkait mimpinya, pasalnya itu adalah rahasia terbesar dalam hidupnya yang tak diketahui siapapun.
"Ayah mimpi?" Tanya Evelyn.
Jaindra menatapnya sekilas, lalu membawa Evelyn ke dalam pelukannya. "Maafin Ayah sayang!" Evelyn merasa aneh dengan sikap Ayahnya, ia pun melepaskan pelukan Jaindra.
"Maaf untuk apa?" Tanyanya polos.
"Maaf, Ayah belum bisa menjadi Ayah yang terbaik untukmu." Pasalnya akibat mimpi itu, ia kembali mengingat kejadian satu tahun yang lalu.
"Ayah tak pernah gagal untuk memenuhi peran Ayah, Ayah sudah berhasil dengan peran itu. Dan aku bersyukur memiliki Ayah," tuturnya penuh ketulusan.
Kembali Jaindra memeluk anak perempuannya dengan haru, lagi-lagi air mata yang berada di pelupuk matanya berhasil jatuh tanpa bendungan. Evelyn pun memeluk Jaindra penuh ketulusan.
...-ToBeContinued-...