Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 8 Geng Brawijaya
Happy reading
"Nyet, tadi kamu cuma boong 'kan?"
"Boong gimana maksud kamu?" Bukannya memberi jawaban, Ayu malah ganti bertanya pada Nofiya.
"Kamu bilang ke Dimas ... kalau kamu udah ada yang punya. Sebenernya, kamu boong 'kan? Kamu cuma nggak mau Geng Pandu sama Geng Brawijaya berkelahi."
"Menurut kamu?"
"Menurut ku sih, kamu cuma boong."
"Anggap aja begitu." Ayu tersenyum tipis sambil menoleh sekilas ke arah Nofiya.
Saat ini Ayu dan Nofiya berjalan menuju gerbang sekolah. Sementara Machan dan Ririn sudah mendahului mereka.
"Nyet, kaya' nya ada yang lagi kamu sembunyiin dari aku."
"Memang ada."
"Apa?"
"Tahi lalat." Ayu menjawab asal dan membuat Nofiya berdecak kesal.
"Aku nggak lagi bercanda, Nyet."
"Aku juga nggak lagi bercanda."
"Jangan-jangan, kamu beneran udah ada yang punya."
"He-em. Aku beneran udah ada yang punya."
"Siapa?"
"Ayah sama bunda." Lagi-lagi jawaban Ayu membuat Nofiya berdecak.
"Nyet, bisa nggak sih serius?" Nofiya sedikit meninggikan intonasi suara. Ia merasa kesal karena Ayu terus menanggapi ucapannya dengan candaan
Hati kecilnya berkata, Ayu tengah menyimpan suatu rahasia yang sengaja ditutup rapat.
"Ini juga lagi serius, Nyit." Ayu menimpali sambil terus mengayun langkah.
"Ck, menyebalkan."
"Dah lah, nggak usah kepo!"
"Ya harus kepo lah. Kamu 'kan sahabat aku."
Ayu terdiam dan enggan membalas ucapan Nofiya. Namun kalbunya membisikkan kata-kata yang mencipta rasa ngilu di ulu hati.
Meski kamu sahabatku, aku belum bisa ngasih tau kamu ... kalau aku sama Pak Juna udah nikah, Fi. Aku bukan gadis lajang lagi.
Aku nggak tau, hubunganku sama Pak Juna bakal seterusnya atau cuma sementara.
"Nyet, are you fine?" Nofiya menoleh ke arah Ayu.
"I'm fine." Ayu pun turut menoleh dan memaksa bibirnya untuk tersenyum. Jawaban yang terucap bertolak belakang dengan kata hati.
Ayu dan Nofiya terus berjalan sambil berbincang, melewati Jalan Teratai untuk menuju ke halte bus.
Rupanya, anak-anak Geng Brawijaya sudah berkumpul di jalan itu dengan membawa berbagai macam senjata.
"Nyet, lihat noh!"
Ucapan Nofiya memecah suasana hening yang sejenak mengiringi ayunan langkah mereka dan mengalihkan atensi Ayu yang semula tertuju pada tanah yang dipijak.
"Geng Brawijaya udah kumpul, Nyet. Kaya' nya bakal ada Perang Baratayuda jilid seratus." Nofiya menyambung ucapannya.
Langkah mereka pun terhenti seiring hembusan napas kasar yang keluar dari bibir Ayu.
Ayu sejenak terdiam dan nampak berpikir.
Aku harus segera bertindak sebelum perkelahian antara Geng Pandu dan Geng Brawijaya terjadi.
Tapi, apa yang mesti aku lakuin?
"Nyet, gimana ini?"
"Dah, tenang aja."
Ayu kembali membawa kakinya terayun, meninggalkan Nofiya yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Nyet, kamu mau ke mana?" Nofiya sedikit berteriak dan berlari kecil menyusul Ayu yang sudah berjalan menuju pohon beringin.
Selayaknya seorang Srikandi, Ayu melangkah tanpa ragu dengan sedikit membusungkan dada. Pandangan matanya fokus menatap ke depan dan tajam.
"Ryu!" Ayu memanggil ketua Geng Brawijaya yang tengah sibuk menyusun strategi bersama semua anggota geng-nya di bawah pohon beringin.
Refleks, Ryuga menoleh ke arah asal suara. Ia terkesiap begitu mendapati Ayu berdiri tidak jauh darinya.
"Ayu --"
"Ada yang mau aku omongin sama kamu."
"Aku juga. Ada yang perlu aku omongin sama kamu." Ryuga menerbitkan sebaris senyum dan menatap pahatan indah yang diidamkan menjadi miliknya.
"Ryu, bubarin temen-temen kamu. Nggak usah berkelahi sama Dimas dan Geng Pandu."
"Ck, nggak bisa. Dimas udah nerima tantanganku --"
"Kalau dia sama geng-nya menang, aku nggak bakal ngerebut kamu dari dia. Tapi kalau mereka kalah, dia harus ngelepas kamu dan ngrelain kamu jadian sama aku."
"Asal kamu tau, aku sama Dimas cuma temenan. Kami nggak pernah jadian --"
"Berarti, kita bisa langsung jadian. Aku yakin, kamu nggak bakal nolak aku."
"Kamu terlalu percaya diri." Ayu menarik satu sudut bibirnya dan melipat kedua tangan di depan dada.
"Meski aku sama Dimas cuma temenan, kita tetep nggak bisa jadian."
"Kenapa? Apa jangan-jangan kamu sengaja boong, buat nglindungin Dimas --"
"Nggak. Aku nggak boong. Aku juga nggak punya niat buat nglindungin dia. Aku cuma pingin kamu tau ... apa yang kamu lakuin ini sia-sia, karena aku udah ada yang punya. Tapi bukan Dimas."
"Siapa?"
"Kamu nggak perlu tau siapa orangnya."
"Apa dia juga anggota Geng Pandu?"
"Bukan."
"Lalu siapa? Kasih tau aku, kalau kamu memang nggak boong."
"Dia --" Ayu ragu untuk mengucap satu nama yang bisa dijadikan sebagai perisai. Tentu saja nama pria yang telah memilikinya--Arjuna Tsaqif.
"Kamu boong, Yu. Kamu nggak bisa nyebutin namanya."
"Aku nggak boong. Tapi, aku bener-bener nggak bisa ngasih tau namanya ke kamu. Apalagi nunjukin orangnya --"
"Kalau kamu nggak mau ngasih tau, aku bakal nyerang Dimas sama Geng Pandu. Aku bakal habisi mereka, sampai kamu mau ngasih tau siapa orangnya atau jadian sama aku."
"Kamu terlalu berambisi. Perasaan kamu ke aku bukan cinta, tapi obsesi."
"Terserah kamu mau bilang apa, Yu. Yang jelas, aku beneran cinta sama kamu. Aku pingin, kamu mau nerima cinta ku --"
"Cinta boleh. Tapi jangan sampai kamu dibutain sama perasaan itu!"
"Kalau kamu tetep mau nyerang Dimas sama Geng Pandu, aku yang bakal ngadepin kamu."
"Nggak bisa! Ini pertarungan antar cowo. Bukan cowo sama cewe --"
Tanpa terduga, Dimas dan teman-teman geng-nya menyusul Ayu. Mereka menyerang Geng Brawijaya dengan tiba-tiba, hingga perkelahian pun tak terelakan.
"Ayu, cepat pergi! Biar aku yang ngadepin dia."
Bak seorang ksatria, Dimas memperlihatkan kegagahan dan keberanian. Seakan ia telah siap bertarung melawan ketua Geng Brawijaya yang ditakuti oleh banyak orang--Ryuga Mahesa.
"Kamu yang mestinya pergi, Dim! Harusnya, kamu sama temen-temen kamu nggak usah datang ke sini. Apalagi nyerang Geng Brawijaya." Ayu tampak emosi. Usahanya untuk mencegah perkelahian telah gagal karena kedatangan Dimas dan semua anggota Geng Pandu.
Mau tak mau, dia pun turut dalam perkelahian itu, demi melindungi Dimas yang kini menjadi incaran Ryuga dan anggota geng-nya.
Nofiya tidak tinggal diam. Ia berlari memasuki gerbang sekolah untuk meminta bantuan.
Namun kali ini, Nofiya tidak mengerahkan anggota Geng Srikandi.
Yang dituju Nofiya adalah Arjuna. Guru sekaligus wali kelas yang diyakininya bisa menghentikan perkelahian dan menyelamatkan Ayu.
"Pak Juna --" Nofiya terus berlari sambil memanggil nama Arjuna.
Beruntung, Arjuna masih berada di area parkir SMA Jaya Bangsa dan hampir saja melajukan kuda besinya.
"Pak Juna, tolong Ayu! Dia --"
"Ayu kenapa?" Arjuna menanggapi ucapan Nofiya dan melayangkan tatapan penuh tanya.
"Dia ikut berkelahi melawan Geng Brawijaya, Pak --"
"Di mana?"
"Di Jalan Teratai."
Arjuna menghembus napas kasar, lantas membawa kakinya terayun menuju tempat yang disebutkan oleh Nofiya.
Perasaan Arjuna tak karuan.
Ia teramat mengkhawatirkan keselamatan Ayu, sebab geng yang dihadapi oleh istrinya itu merupakan geng yang ditakuti oleh banyak orang.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini