Istri Kedua Suamiku

 "Mas, bagaimana ini? Aku tidak mau hidup susah," ujar Ningsih kesal.

"Aku juga tidak mau kalo kita seperti ini," jawab Roki.

"Kalo saja aku tahu, kalo semua harta yang kamu miliki dulu, bukan punya kamu, aku tidak mau menikah denganmu!" Kesal Ningsih.

"Ningsih, jaga bicaramu!" bentak Roki,

"Aku seperti ini juga karena kamu Ningsih, kamu yang sudah menggoda aku!" lanjut Roki.

"Aku tidak menggodamu, kamu yang datang dan mengaku tidak mencintai istrimu!" pekik Ningsih.

 "Kamu mau kemana, Ningsih!" teriak Roki, saat melihat istrinya mengambil tas.

"Bukan urusanmu, dan jangan pernah ikut campur!" tegas Ningsih,

"Aku mau cerai darimu, mas!"

Lalu Ningsih meninggalkan tempat itu, kontrakan kecil, yang hanya ada kamar satu, dapur sempit, dan toilet sempit.

Setelah tidak bersama Zahra, hidup Roki benar-benar dibawah, bahkan untuk mencari pekerjaan saja susah.

"Argh sial!" teriak Roki kesal.

 "Aku harus kembali dengan Zahra, aku tidak mau hidup susah seperti ini."

Roki berniat akan membuat hati Zahra luluh dengan perubahannya.

Setelah mengacak-ngacak seisi kontrakan itu, Roki langsung meninggalkannya, kemudian dia pergi.

Sedangkan Ningsih, dia sedang memaki suaminya, karena Roki tidak kaya seperti dulu.

"Ah sial, kenapa semua ini terjadi," kesal Ningsih,

"Aku tidak mau hidup susah, aku harus mencari lelaki lain."

Begitulah Ningsih, sebelum menikah dengan Roki, Ningsih selalu bergonta-ganti laki-laki setiap minggunya.

***

Sedangkan disisi lain, Zahra sedang menikmati perannya sebagai seorang ibu.

Zahra sedang berada dikamar, dia di kagetkan dengan kedatangan orangtuanya.

"Mamah, papah, kapan kalian sampai?" tanya Zahra senang.

"Baru saja, papah mendengar kabar kalo kamu sudah melahirkan, jadi kami pulang cepat," jawab Gunawan, sang ayah Zahra.

"Kalian pasti cape, kalian istirahat dulu," ucap Zahra.

"Bagaimana mungkin ayah istirahat dengan tenang, sedangkan anak perempuan ayah ini sedang merasakan kepiluan," ujar Gunawan.

"Ayah bicara apa sih, aku baik-baik saja," kata Zahra bohong.

"Nak, yang melahirkan kamu itu mamah, jadi mamah dan papah tahu kalo kamu sedang menyembunyikan rasa sakit kamu," sahut Ela, sang ibu Zahra.

 "Ayah.. Mamah,"

Zahra langsung memeluk keduanya, suara tangisa terdengar sesegukan di dalam dekapan orangtuanya.

"Kenapa kamu menyembunyikan semua ini dari kami nak?" tanya Gunawan, menatap wajah sendu sang anak.

"Ayah, aku tidak mau kalian memikirkan aku," jawab Zahra,

"Mas Roki laki-laki pilihan aku, dan dulu aku sangat kekeh ingin bersama dia, tapi akhirnya.." Ucapan Zahra terpotong.

"Sudah, kakakmu sudah menceritakan semuanya dengan ayah," kata Gunawan.

"Kakak?" Zahra bingung.

"Ya, kakak sudah menceritakan semuanya kepada mamah dan papah," sahut Irpan,

"Karena mamah dan papah berhak tahu, bagaimana kondisi kamu," lanjut Irpan.

 Zahra menyusut air matanya.

"Mamah, papah, tolong maafkan aku," ucap Zahra.

"Maaf untuk apa? Kamu tidak melakukan kesalahan," kata Gunawan.

 "Sekarang jangan banyak pikiran, kamu fokus saja dengan anak kamu," sahut Ela.

Zahra mengangguk pelan.

"Aku belum memberikan nama buat anakku, karena aku menunggu papah pulang," kata Zahra.

Gunawan mendekat kearah bayi yang berusia dua minggu itu, lalu Gunawan menggendongnya.

"Kenzo, semoga kelak. Kamu bisa melindungi ibumu," ucap Gunawan.

"Kenzo, bagus namanya pah," ujar Zahra.

  "Ada yang mau papah katakan," ucap Gunawan.

"Ada apa?" tanya Zahra heran.

"Kita akan pindah dari rumah ini," ujar Gunawan.

"Pindah, kenapa pah?" tanya Zahra.

"Biar mantan suamimu tidak menganggu kamu dan anakmu, karena papah yakin, setelah kehidupannya kembali seperti dulu, dia akan meng-halalkan apapun untuk bisa mendapatkanmu lagi, lebih tepatnya harta yang dia dapatkan saat bertemu denganmu," kata Gunawan.

Ucapan Gunawan cukup membuat Zahra faham, karena Zahra tahu, ayahnya akan melakukan yang terbaik untuk Zahra dan anaknya.

"Kita pindah kemana yah?" tanya Zahra.

"Ke kota lain, tempat yang tidak bisa Roki kunjungi," jawab Gunawan.

Zahra mengangguk pelan.

"Besok kita akan pindah, jangan membawa apapun, karena ayah sudah menyiapkan segalanya disana," kata Gunawan.

"Baik pah," jawab Zahra.

"Sekarang kamu istirahat," titah Gunawan, mengusap rambut Zahra.

Gunawan dengan Ela meninggalkan kamar Zahra, karena merena akan istirahat sebentar, setelah itu akan menggendong cucunya.

Setelah kedua orangtuanya meninggalkan Zahra, lalu Zahra akan terlelap, namun. Suara keributan terdengar sampai kedalam kamarnya.

Zahra memastikan kalo anaknya tertidur, lalu dia keluar dari kamarnya.

"Ada apa ini, kenapa ribut," ujar Zahra.

"Sayang, tolong maafkan aku, dan kembali denganku," pinta Roki.

 "Tidak kapok juga kamu mas kesini terus!" kesal Zahra.

"Aku tidak akan kapok, karena aku masih mencintaimu," ujar Roki, berusaha meluluhkan hati Zahra.

"Yang kamu inginkan itu bukan kembalinya aku, tapi hartaku!" bentak Zahra.

"Tidak sayang, jangan katakan itu," kata Roki dengan suara yang lemah.

 "Jangan munafik mas, katakan saja!" ujar Zahra kesal.

 Tapi, disela keributan mereka, Roki menatap aneh kearah Zahra, karena melihat perutnya sudah tidak besar.

"Sayang, kamu sudah melahirkan?" tanya Roki,

"Kenapa tidak mengatakannya denganku?" lanjut Roki lagi.

"Untuk apa aku bicara denganmu, sedang 'kan kamu tidak menganggap dia anak!" jawab Zahra.

 "Jangan katakan itu, maafkan aku prihal ucapanku yang lalu, sekarang aku sudah sadar akan kesalahanku, anak kita butuh sosok ayah, kamu jangan egois," ucap Roki.

"Egois! Siapa yang egois disini mas! Kamu!" bentak Zahra,

"Sebelum kamu menduakan aku saat aku hamil, apa kamu tidak kepikiran sampai sini, hah! Ada anak yang akan menjadi korban, atas kesalahan yang kamu lakukan!" pekik Zahra.

"Aku akan berubah sayang, maafkan aku."

Roki terus memohon kepada Zahra, tapi Zahra tidak percaya begitu saja.

"Pergi kamu dari sini, dan jangan ganggu anak saya lagi," usir Gunawan.

"Papah, bagaimana kabar papah?" tanya Roki, mendekat kearah Gunawan.

"Tidak sudi saya di panggil papah olehmu, sekarang kita bukan siapa-siapa!" bentak Gunawan.

"Tidak papah, jangan katakan itu, apa yang sudah Zahra katakan, sehingga papah sangat membenci aku?" tanya Roki dengan wajah palsunya.

"Anak saya tidak mengatakan apapun, saya memang sudah benci sama kamu, dari sejak dahulu!" bentak Gunawan.

"Berikan aku kesempatan ayah, aku memang sudah melakukan kesalahan dengan menduakan Zahra, tapi sekarang aku sudah berubah, aku ingin kembali dengan Zahra," ucap Roki.

"Tidak akan saya berikan anak saya untuk kedua kalinya kepada laki-laki brengsek seperti kamu!" pekik Gunawan,

"Pergi dari sini, seblum security mengusir kamu!" usir Gunawan.

 Mendengar penolakan mantan mertuanya, membuat Roki emosi.

"Jangan salahkan aku, kalo aku melakukan sesuatu nanti," ancam Roki.

"Silahkan lakukan apapun yang mau kamu lakukan," jawab Zahra,

"Aku tidak takut dengan ancaman laki-laki miskin dan tukang selingkuh seperti dirimu!" lanjut Zahra.

Roki meninggalka rumah itu dengan perasaan emosi.

"Roki, tunggu," panggil Zahra.

Roki tersenyum, dia mengira kalo Zahra sudah berubah pikiran.

"Sudah aku katakan, kalo kamu akan berubah pikiran," ucap Roki tersenyum menyeringai.

"Bukan soal itu, tapi soal keluargamu yang terus menghubungi aku, karena aku sudah stop mengirim uang," kata Zahra.

"Kenapa aku bisa melupakan mereka," batin Roki.

***