NovelToon NovelToon
RAHASIA CINTA SANG DOSEN

RAHASIA CINTA SANG DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda / Poligami / CEO / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Qireikharisma

"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."

"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"

"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Saling Rindu.

Sesaat keheningan di mobil, tiba-tiba ponsel di saku jasnya Jayden bergetar.

Ponsel itu terus-menerus bergetar, seperti mendesak ingin segera diangkat. Jayden melirik sebentar ke layar ponselnya, sambil bergumam pelan, “Naeira," alisnya terangkat, pandangan matanya sekilas menoleh ke arah Roselyn, sebelum akan mematikan panggilan itu.

“Angkat saja, Pak. Sepertinya penting, makanya terus berusaha menghubungi Bapak berkali-kali, tapi malah dimatikan,” ucap Roselyn sambil menatapnya dengan heran.

Jayden terdiam sesaat. Akhirnya, dengan terpaksa mengangkat panggilan itu.

"Hallo."

"....."

"Apa? Mama?” suaranya terdengar menegang sekaligus khawatir.

Roselyn mengernyit, mencoba menebak-nebak dari potongan percakapan yang samar terdengar, namun ia memilih mengabaikan, meskipun hatinya penasaran.

“.....”

“Baiklah, besok pagi berangkat ke Singapore," ucap Jayden cepat. lalu memutuskan sambungan telepon itu tanpa menjelaskan lebih jauh.

Roselyn menoleh penuh tanya. “Kenapa, Pak?”

Wajah Jayden tampak khawatir, guratan pikiran terlihat jelas.

“Saya harus ke Singapore, Sepertinya saya akan izin tiga hari, tidak akan datang ke kampus."

Roselyn terdiam. Entah kenapa, ada rasa aneh yang muncul di dalam hatinya. Seharusnya ia merasa lega karena bisa jauh dari Jayden untuk sementara waktu, tapi justru perasaan yang muncul malah sebaliknya.

Ia mengangguk sekilas dan tak ingin bertanya lebih jauh tentang urusan pribadinya. Suasana di mobil kembali hening, hingga tiba-tiba suara Jayden memecah lirih, namun tegas.

“Saya akan rindu kamu, Roselyn.”

Roselyn tersentak, menoleh ke arah Jayden sehingga mereka beradu pandang, jantungnya kembali berdegup kencang, pipinya bersemu merah.

Ucapan Jayden begitu singkat, menelusup ke relung hatinya, menghadirkan desiran yang tak bisa ia kendalikan. Roselyn memilih diam tanpa berkata apapun di sepanjang jalan.

"Roselyn.” Suara Jayden kembali memanggil saat mobil berhenti. Ia menoleh sebentar, menatap wajahnya. “Terima kasih sudah menemani saya malam ini. Saya senang sekali.”

Roselyn mengangguk pelan, dengan menahan banyak perasaan di dadanya yang sulit ia ungkapkan lalu membuka pintu mobil dan segera melangkah keluar. Dari balik kaca mobil Jayden sempat melambaikan tangannya sebelum mobilnya perlahan pergi, menghilang dalam pekatnya malam.

Sesampainya di rumah, Roselyn masih bisa merasakan degup jantungnya yang bergetar tak karuan dengan tangan yang sedang menekan dadanya, wajahnya menunduk.

"Dia, akan pergi selama tiga hari,” desahnya lirih, suara hatinya bergetar. Ada perasaan tak rela yang ia sendiri tak berani mengakuinya.

------

Jayden baru saja tiba di rumah. Begitu pintu terbuka dan ia melangkah masuk, tiba-tiba Naeira langsung memeluknya erat sambil terisak menangis.

Jayden terdiam, mematung, membiarkan Naeira memeluk tubuhnya.

“Jayden, mama masuk rumah sakit. Ia pingsan dan sampai sekarang belum sadarkan diri. Stefani yang mengabariku," suara Naeira bergetar, penuh panik, sebelum melanjutkan, “Aku takut sekali. Aku sudah menganggap mama seperti ibu kandungku sendiri. Aku tidak mau kehilangan sosok ibu untuk yang kedua kalinya."

Jayden menarik napas panjang. Sambil melepas jasnya, ia berharap Naeira segera melepaskan pelukannya. Ia merasa tak nyaman.

“Besok pagi kita berangkat ke Singapore,” ucapnya datar namun tegas. “Jadi, tenanglah."

Naeira mengangguk pelan, lalu tersenyum tipis, sebelah tangannya mengusap air matanya, dirinya sudah merasa cukup tenang memeluk suaminya.

Jayden menatap Naeira sekilas, dengan sorot mata yang dingin dan datar. Ia melepaskan pelukan Naeira perlahan, bergerak untuk menaruh jasnya di sofa, lalu melangkah ke arah meja untuk menuangkan segelas air.

“Jangan terlalu panik,” ucapnya kembali dengan tenang, meski dalam hatinya juga merasa berat.

“Mama akan baik-baik saja," ucapnya dengan yakin.

"Jika kamu berkata seperti itu, aku lebih tenang. Aku hanya takut kehilangan lagi, Jayden," ucap Naeira pelan dengn bibir bergetar menahan kesedihan.

Jayden hanya meneguk airnya, tanpa menanggapi perkataan Naeira. Di balik ketenangan wajahnya, pikirannya sedang berkecamuk. Ia teringat kembali pada Roselyn, meski saat ini masalah keluarganya menuntut perhatiannya.

“Cepat istirahat, besok pagi kita berangkat," perintahnya dengan suara datar pada Naeira yang masih berdiri menatap ke arahnya.

Naeira mengangguk, lalu berjalan menuju kamarnya. Namun sebelum masuk, ia sempat menoleh dan menatap punggung Jayden kembali dengan perasaan yang begitu rumit untuk di jelaskan.

Sementara itu, Jayden memilih untuk duduk sendirian di ruang tamu. Ia memijat pelipisnya, menarik napas panjang, bayangan tentang Roselyn sulit dihapuskan dalam pikirannya.

“Roselyn," gumamnya lirih, Bayangan wajahnya yang polos, wajahnya yang memerah karena tersipu malu, semakin menenggelamkannya dalam kerinduan yang dalam.

 ------

Suasana kelas terasa berbeda. Tanpa kehadiran Jayden di kampus, membuat para mahasiswi merasa kehilangan semangatnya, yang ada hanya tumpukan tugas yang ditinggalkannya.

“Galau ya, kaya ditinggalin pacar,” celetuk Fifi sambil terkekeh pelan.

“Semangatku juga hilang, woy!. Kenapa sih baru aja sehari, terasa lama banget tanpa Pak Jayden," timpal Reina tertawa, lalu bersenandung, seolah meratap dalam kesepian.

Beberapa mahasiswi lain ikut tertawa, dan mahasiswa lainnya ikut menyoraki ke arah Fifi dan Reina, seketika suasana kelas menjadi riuh, sedangkan, Clara sejak pagi memperhatikan gerak-gerik Roselyn yang menurutnya lebih banyak berdiam.

Clara beberapa kali mencoba mengajaknya mengobrol, namun Roselyn hanya tersenyum hambar. Pikirannya melayang entah ke mana.

Roselyn masih terdiam, menunduk pada buku mengerjakan tugasnya. Ia tidak ingin larut dalam obrolan teman-temannya, tapi hatinya justru lebih gaduh dari apa yang terlihat. Ada perasaan gelisah yang menyelinap dalam dadanya tanpa bisa ia kendalikan.

Roselyn menggenggam bolpoinnya lebih erat, mencoba menepis rasa yang mulai bergerak tumbuh setiap kali teringat ucapan Jayden sebelum pergi, dadanya kembali berdesir, makan malam itu menjadi kesan yang sulit ia lupakan.

Sekarang, tidak ada lagi tatapan tajamnya yang selalu membuat Roselyn gugup, tak ada lagi kehadiran yang membuat hatinya berdebar, sekarang yang ada hanya kekosongan, hampa berada di kelas.

----- 

Jayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Wajahnya tegang, pandangannya lurus ke depan, seolah hanya ingin segera sampai.

Di kursi samping, Naeira duduk dengan tenang namun matanya tak lepas menatap Jayden. Ada harap, juga ketakutan, tergambar jelas di wajahnya.

Sementara itu, di dalam hati Jayden sedang terjadi pergulatan. Di satu sisi, pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang kondisi ibunya. Di sisi lain, ada perasaan lain yang tak bisa ia redam, kerinduan kepada Roselyn yang menyesakkan dadanya.

Tangannya mencengkeram setir lebih erat, mencoba mengusir bayangan wajah gadis itu dari benaknya. Namun semakin ia berusaha, semakin jelas bayangan Roselyn melekat di pikirannya.

Sesampainya di rumah sakit, Jayden segera memarkir mobilnya dan melangkah cepat ke dalam. Naeira mengikuti langkahnya dari belakang dengan wajah yang diliputi rasa cemas.

Begitu pintu kamar pasien terbuka, aroma obat langsung tercium oleh hidungnya. Di atas ranjang, seorang wanita paruh baya terbaring lemah dengan selang infus menempel di tangannya. Wajahnya pucat, matanya terpejam.

Jayden merasakan dadanya sesak melihat sosok yang sangat disayanginya kini terbaring tak berdaya.

“Jayden,” suara Naeira lirih, hampir berbisik. Ia menatap Jayden yang berdiri mematung di ambang pintu.

Jayden melangkah mendekat, menggenggam tangan ibunya yang dingin.

“Mama,” ucapnya pelan, suaranya bergetar meski wajahnya berusaha tetap tenang. Ia menggenggam tangan ibunya lebih erat, seakan tak ingin melepasnya.

Di balik ketegasannya, hatinya dihantam rasa takut kehilangan. Namun entah kenapa, di sela kekhawatirannya kini, bayangan Roselyn kembali muncul, seakan terus bergema membuat hatinya semakin kacau.

Naeira mendekat berdiri di samping Jayden, tangannya terulur menyentuh bahu suaminya dengan lembut, berusaha memberi ketenangan, meskipun dirinya sendiri sedang terisak menangis.

"Kamu harus kuat Jayden, secepatnya mama pasti akan sadar. Dia butuh kamu di sisinya,” ujarnya pelan, menatap Jayden yang tak bergeming.

 

Lanjut Part 12》

1
KP - YUSUP IKBAL
Suka alur ceritanya.
Azure
Ceritanya keren, bahasanya juga mudah dimengerti!
KP - YUSUP IKBAL
Menarik
Black Jack
Membuat saya terharu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!