Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta
Flashback Hara SMP
“Hara, ngerjain tugas bareng yuk!”
Dewi yang tengah berkemas menoleh sebentar pada gadis yang ia ajak bicara, tak ada sahutan apapun setelahnya. Dewi mengerlingkan matanya malas sebab kali ini Hara kembali pada setelan semula, yang dingin tanpa sepatah kata apapun.
Dewi meraih lengan Hara, merangkulnya dengan erat
“Pokoknya aku mau ikut!”
“Kerjain di rumah masing-masing aja.”
“Gak mau, soal nya Mama sama Papa lagi pergi keluar kota. Aku dirumah sendirian tau”
Hara menghentikan gerakannya yang tengah berbenah itu, melepas pelan rangkulan lengan yang kian erat itu
“Kamu gak bisa ke rumah aku Dew,”
“Kenapa?”
“Rumahku berantakan.”
“Loh gak apa-apa, nanti aku bantu beresin”
“Bukan berantakan itu”
Dewi tampak paham dengan sepatah kata terakhir itu, merasa sedikit tidak enak karna selalu memaksa Hara untuk menunjukkan rumahnya.
“Yaudah kalo gitu aku mau anter kamu pulang”
“Gak usah Dew,”
Hara menggendong tas lusuhnya.
Tas kulit berwarna merah dengan beberapa robekan menghiasinya, tak lupa kaos kaki yang kendur, sepatu yang jebol, rok yang pudar dan baju seragam putih yang sudah menguning.
“Aku cuma mau tau rumah kamu aja kok, gak akan mampir. Ya, ya!” bujuknya
Hara menatap sebentar pada Dewi yang memohon dengan puppy eyes nya. Oh sungguh, Hara tak bisa melihatnya begitu. Maka dari itu ia mengangguk kecil setelahnya mendapat teriakan menang dari Dewi.
Mereka pulang menaiki mobil Ayah nya Dewi yang kini di supiri oleh supir pribadinya.
Tak butuh waktu lama rupanya jika menggunakan mobil, ia sudah sampai depan rumah. Namun, pemandangan siang ini adalah turunnya Ayah dan kedua Kakaknya dari mobil Ayah yang terparkir di luar rumah.
Hara yang sudah memegang gagang pintu mobil itu sontak mengurungkan niatnya ia kembali menutup pintu itu dengan lambat, sambil terus memandangi betapa Ayah nya mengelus sayang pada kedua Kakaknya.
Dewi juga menyaksikannya, ia tahu tanpa harus diberitahu oleh Hara.
Telapak tangan halus itu menumpu pada punggung lengan Hara yang sedikit gemetar, ia menoleh ke samping mendapati wajah teduh Dewi yang tersenyum hangat kepadanya.
“Kamu punya aku, jangan ngerasa sendirian terus”
Hara tak menjawab, bola matanya sibuk bergerak kesana kesini seolah menahan air mata yang hampir terjun bebas. Tangan yang gemetar itu perlahan reda karna usapan hangat dari sang pemilik wajah teduh di hadapannya, betulkah ia punya Dewi kali ini? Betul kah Dewi tak akan menyakitinya kali ini?.
Meski beribu keraguan akhirnya air mata yang dipendam bertahun-tahun itu luruh seketika, keluar dengan deras seolah tak ada hambatan apapun, seolah ini waktunya untuk ditumpahkan. Dewi juga menepuk-nepuk bahu yang ikut bergerak keatas dan kebawah dengan kencang menandakan sang empunya yang tengah menangis sejadi-jadinya.
Di dalam mobil itu isakan pilu menggema tanpa terdengar siapapun, lagi-lagi tangisan Hara masih saja di bungkam.
Dewi menatap tajam pada laki-laki tua di seberang jalannya itu, menatap penuh amarah karna sahabat tercintanya diperlakukan layaknya binatang.
Bagi Dewi sebait cinta bukan hanya untuk lawan jenis saja, ia menyadari bahwa kepada Hara juga ia tumbuhkan rasa cinta. Cinta yang berarti ingin melindungi, cinta yang berarti akan menyayangi, cinta yang berarti akan rela berkorban, demi cintanya pada sahabat itu ia bersumpah akan menjadi baja paling tajam untuk melindungi salah satu cintanya.
Sekitar 30 menit Hara menangis di pelukan Dewi, kali ini ia mengurai peluk nya mengusap mata yang bengkak dan merah, menatap Dewi yang juga berwajah basah. Ia tersenyum, mulai mempercayai bahwa hidup nya kali ini akan selalu ada Dewi yang membantunya.
“Ayo, masuk ke rumahku dulu” ujar Hara yang mendapat genggaman erat dari Dewi
“Ayahku gak akan ngapa-ngapain kamu kok”
“Ish, bukan itu loh maksudku”
Hara menaikkan alisnya seolah bertanya apa yang mengganggu Dewi sebenarnya
“Aku mau nginep!” ucap Dewi dengan senyum membujuknya
Hara sempat terdiam menimbang apa ini baik atau buruk nantinya
“Aku bakal pulang kalo memang kondisi disana gak baik” lanjut Dewi
Hara tersenyum lagi, lalu meraih lengan Dewi untuk ia bawa keluar mobil.
Ia memasuki rumah itu sambil terus menggandeng Dewi, melepaskan sepatu lusuh nya dan menyimpan bersandingan dengan sepatu mewah Kakaknya.
Dewi melihat itu benar-benar tak habis pikir dibuatnya, bagaimana Hara bisa menjalani kehidupan yang menyiksa ini.
“A-aku pulang, bawa temen juga dia mau nginep disini”
Ucapan Hara barusan seolah tak terdengar oleh semua orang yang ada diruang tamu itu, mereka malah kembali fokus menonton film sambil menyantap buah-buahan yang mungkin sudah disajikan sang Ibu.
Dewi dibuat marah sebenarnya namun ia harus tetap bersikap baik dihadapan mereka yang bahkan menoleh ke arahnya saja tidak.
Hara menarik pelan lengan Dewi menuntunnya ke kamar paling ujung di rumah tersebut.
“Kamar kamu ini?” tanya Dewi sesampainya di kamar sempit yang penuh dengan barang-barang
Hara mengangguk lelah, dan menyimpan tas nya ke sembarang tempat
“Kamu tau gak? Hampir tiap malem aku tidur sama tikus disini” ucap Hara yang kini terbaring di kasur kapuk dengan seprei lusuh
Dewi bergidik ngeri dibuatnya mengerutkan dahi dengan sempurna, bagaimana bisa manusia tidur di tempat seperti ini
“Kamu yakin mau nginep?” tanya Hara
“Emmm, aku takut”
Dewi menatap lembut pada Hara, lagi-lagi menggunakan puppy eyes keahliannya itu.
“Kan udah kubilang, rumahku berantakan”
Dewi kini merubah posisi duduknya menghadap Hara yang sudah terbangun dari baringan nya
“Mau kok mau, aku tetep mau nginep disini”
“Jangan dipaksain.” jawab Hara yang kini kembali membaringkan tubuhnya
“Aku kalo tidur harus di bacain cerita, kamu mau gak nanti bacain aku cerita?” tanya Dewi yang ikut terbaring di sebelah Hara
“Mau kok”
Dewi tersenyum senang setelahnya, ia melihat Hara yang terbangun mengambil handuk
‘Oh, mau mandi kayanya’ batin Dewi
Ia bangun melangkah pelan ke arah ruang tamu tadi, melihat dari arah belakang betapa keempat orang itu begitu acuh dengan eksistensi dia dan Hara, seolah tak ada yang datang daritadi.
Ia melirik ke arah meja makan, sudah ada makanan tersaji mungkin untuk makan malam nanti, Dewi menunggu saat-saat dimana ia akan duduk di meja makan bersama dengan semua orang jahat di hadapannya.
Ia sudah menyiapkan beberapa siasat yang akan ia lontarkan nanti diatas meja makan itu, beberapa perkataan pedas akan ia keluarkan persetan dengan rumah orang lain, ia benar-benar sudah jengah karna ia juga tamu namun tak disambut dengan benar.
Setelah Hara keluar dari kamar mandi ia menghampiri dan meminta handuk bekas sahabatnya itu, ia juga akan membersihkan diri.
Dewi memasuki kamar mandi yang terbilang masih bersih itu, memperhatikan setiap sudut dengan mata tajamnya terdapat cangkir berisi sabun batang, odol kecil dan sikat gigi disana serta ada satu box lagi penuh dengan beberapa merek sabun dan lulur.
Ia sudah tahu, tersungging senyum bersama rencana dalam otak Dewi kali ini. Ia mengunci pintu kamar mandi itu lalu mulai membilas diri dengan tenang sambil menyalakan keran nya tanpa ditutup sedetik pun.
Wangi lavender itu menguar di seluruh sudut rumah, membuat yang tengah menonton tv terganggu karna merasa ada yang tak beres.
Seorang gadis dengan celana pendek dan baju putih berjalan cepat ke arah kamar mandi dan menggedor-gedor dengan keras pintu kayu itu.
“Anjing Lo! Jangan pake sabun sama lulur gue!”
Dewi tersenyum menang, ia sudah tahu akan begini jadinya ia menuangkan sabun dan lulur lebih banyak lagi agar aromanya menguar dengan pekat keluar kamar mandi.
“Lo denger gue gak!”
Tak segera mendapat balasan dari Dewi ia pergi membuka kasar pintu kamar Hara
“Lo urus tamu lo itu, jangan pake sabun sama lulur gue! Dongo banget sih!”
Hara menelan ludahnya kasar setelah teriakan amarah itu tepat di hadapannya, ia keluar kamar dengan pelan dan mengetuk pintu kamar mandi itu
“Dewi? Maaf kamu gak seharusnya pake sabun itu, pake sabun yang ada di cangkir ungu ya”
Gadis yang bermuram durja itu masih menunggu di depan kamar mandi untuk menunggu jawaban setelahnya.
“Sini gue aja yang ngomong lagi lah!”
“Anjing! Lo denger gak apa yang bilang! Jangan. Pake. Sabun. Dan. Lulur. Gue!!”
Dewi mematikan keran dengan puas, ia sudah melilitkan handuk di setengah tubuhnya, membuka kunci dengan santai lalu melangkah dengan anggun.
“Sorry.”
Dewi mengatakan itu sambil melangkah melewati sang Kakak perempuan.
Tiba-tiba saja cengkraman kuat menghampiri rambutnya yang basah, ia terhuyung ke belakang karena saking kencangnya tarikan itu.
“Aaaakkk” jerit Dewi
“Kalo bertamu di rumah orang itu yang sopan!”
“Lo pikir pas gue kesini kalian semua sopan ke gue hah! Najis, gak ada tuh sedikitpun sopan kalian ke gue! cuiihh,” jawab Dewi yang melayangkan ludahnya ke wajah lawan nya
“Tolol! Lo berani sama gue?!”
Ia mengencangkan tarikan di rambut Dewi yang membuat Dewi kembali meringis kesakitan, mereka tetap beradu sungut hingga dipisahkan oleh Ayah nya Hara.
Kini mereka di dalam kamar masih tetap terdiam tak ada yang memulai pembicaraan dari keduanya, Hara yang kini tengah menyiapkan buku ke dalam tas nya menghela kasar nafasnya.
“Maaf” ucap Dewi dengan suara kecil
Hara membalikkan tubuhnya menatap Dewi yang terduduk lemas diatas ranjang sambil memainkan ujung bajunya.
Hara menghampiri Dewi membawa tubuh itu ke dalam pelukannya. Sambil mengusap pelan kepala Dewi dengan sangat lembut.
“Ini nya sakit banget gak?”
Dewi yang dipeluknya mendongak menatap binar mata Hara yang penuh dengan kekhawatiran, setelahnya ia menggeleng ribut sambil tersenyum
“Maafin Kak Dita ya”
Dewi mengangguk padahal batinnya terus-terusan menggerutu karna kurang puas melawan nya tadi.
“Kita bakal ambil makan ke meja makan, kamu mau ikut atau aku ambilin?”
“Loh, kita gak makan di meja makan?” tanya Dewi
Hara mengurai peluk nya menatap sendu pada Dewi yang sangat polos ini.
“Kita makan disini”
“Kamu gak pernah makan di meja makan?” tanya Dewi lagi
Hara hanya mengangkat bahunya dengan senyum yang tak pernah pudar.
“Aku ikut ambil nasi!”
Hara mengangguk setuju, sebelum keluar Dewi meraih ponsel nya mencari kontak bernama ‘Papa’ dan memanggilnya, sambil ia berjalan ke arah meja makan panggilan itu sudah terhubung
“Papaa!!” seru Dewi dengan keras
Membuat semua anggota keluarga itu terdiam menghentikan kegiatan makan mereka
“Iya sayang? Loh, kamu dimana ini?”
“Aku di rumah Hara!!”
Dewi berjalan mengikuti Hara mengambil piring dan sendok, ia juga mengikuti semua yang Hara lakukan sambil terus melakukan panggilan itu.
“Oh ya? Kalau gitu jangan nakal ya, yang baik disana jangan ngerepotin”
“Oke Papa! Pa, tadi aku berantem sama orang tau”
“Sama siapa sayang? Tapi kamu gak apa-apa?”
“Kepala ku sakit Papa, tadi dijambak keras banget sampe sekarang sakit banget kayaknya harus visum deh”
Hara yang mendengar itu tersenyum kecil, karna ia merasa lucu dengan tingkah Dewi kali ini.
Hara juga sibuk menyendokkan nasi dan lauk untuk piring Dewi, sedangkan yang lain mereka sibuk bertukar pandang seolah takut dan gelisah.
“Kamu jambak balik nggak sayang?”
“Nggak Papa, karna aku mau jadi korban aja biar gampang urusannya”
“Waduh, pinter juga ya anak Papa ini. Nanti bikin aduan ke firma Papa ya sayang, biar langsung diurus kasus sama orangnya”
Senyum menang Dewi lagi-lagi terukir jelas, sedangkan kegelisahan yang lain malah melambung lebih tinggi dari sebelumnya. Raut gelisah dan panik itu terukir jelas di wajah Dita dan keluarga yang lainnya.
“Pa, boleh gak kalo aku minta pelakunya di hukum seberat-beratnya?”
“Boleh dong sayang, Papa mu ini lawyer loh itu urusan mudah”
“Bahkan kalo aku minta hukuman nya hukuman mati?”
“Bisa diatur itu nanti. Demi anak Papa satu-satunya ini.”
Papa Dewi tak bohong bahwa ia seorang lawyer tapi siapa sangka bahwa karna cinta ia bisa mengkhianati pekerjaannya.
Sudah dibilang, Dewi akan melakukan apapun untuk menunjukkan cinta nya meski harus bertaruh nyawa sekalipun. Karna induknya pun barusan mengatakan yang sama pula.
Mereka menyantap makanan seperti biasa di iringi cerewetnya Dewi, setelahnya Dewi membatu Hara mencuci piring dan ikut berbaring di kasur kapuk yang mulai menipis
"Ayo cerita, biar aku cepet tidur" Dewi menagih cerita itu pada Hara
Hara dengan senang hati membuka beberapa novel yang tengah ia baca, ia membacakan kalimat deni kalimat dengan nada kecil namun jelas di telinga Dewi.
Kali ini Hara bisa tertidur dengan aman, sebab kini baja nya yang tajam akan melindungi tidurnya dari segala macam keburukan entah dari hidul atau mimpinya.