NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:518
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mencoba Berani

Gaun merah ketat itu melekat indah di tubuh Cantika, menonjolkan sisi yang selama ini tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun. Make up sederhana, hanya pulasan tipis di bibir dan sedikit sentuhan di mata, justru membuatnya terlihat semakin segar dan memesona.

Malam itu, Jesika membawa Cantika dengan mobil pribadinya menuju klub malam. Jalanan berlampu neon seolah mengantar keduanya pada dunia yang berbeda dari keseharian Cantika.

“Malem ini kamu gak boleh ngecewain mami Viola lagi, Tik. Kalo kamu masih mau kerja di sini,” ucap Jesika tanpa menoleh, fokus pada setir.

“Iyah, Jes…” jawab Cantika pelan.

“Pokoknya kamu harus bisa ngerayu laki-laki. Biar tips kamu gede.”

Cantika hanya mengangguk. Jantungnya berdebar tak karuan. Pada dasarnya ia jarang sekali berinteraksi dekat dengan laki-laki, apalagi dengan cara seperti ini.

Jesika kembali bicara, seolah menyodorkan iming-iming. “Oh iya, satu lagi. Kalo kamu udah bisa melayani sendiri, jam kerja kamu cuma enam jam. Jadi kamu masih bisa kuliah dengan tenang.”

Mata Cantika langsung melebar. “Be-benarkah?”

“Iya. Jadi pikirin baik-baik, Tik. Pendidikan kamu gak harus berhenti cuma gara-gara kerjaan.”

Cantika terdiam, pandangannya terlempar keluar jendela. Ia teringat daftar tunggakan kuliahnya, buku-buku yang sudah lama tak ia sentuh, dan cita-citanya yang perlahan mengabur.

Tak lama, mobil berhenti di depan klub malam. Musik berdentum samar dari dalam, lampu-lampu kelap-kelip membuat suasana tampak mewah sekaligus menekan. Mereka berdua masuk, langsung menuju ruangan mami Viola.

“Hay anak-anak mami yang cantik.” Sambutan mami Viola terdengar ramah, seakan melupakan kemarahan semalam.

“Hay, Mi. Gimana penampilan Cantika sekarang? Jauh lebih baik, kan?” Jesika tersenyum bangga, memamerkan hasil “transformasinya”.

“Haha… luar biasa. Tapi ingat, cantik aja gak cukup. Kamu harus pintar merayu, bikin pelanggan betah, biar dompet mereka rela kosong.”

“I-iyah, Mi…” jawab Cantika sambil menunduk.

Mami Viola mendekat, jarinya terangkat, mengangkat dagu Cantika agar menatap lurus.

“Cantika sayang, jangan nunduk terus. Angkat kepalamu. Tunjukkan percaya dirimu. Mami gak suka anak yang lembek.”

Pelan-pelan, Cantika mendongak. Mata mereka bertemu. Ada rasa takut, tapi juga tekad yang dipaksakan.

“Bagus. Sekarang siap-siap. Kamu ke ruang VIP nomor 5. Di sana ada Tuan Rexton, pengusaha kaya raya. Rayu dia baik-baik, biar tips kamu besar.”

Lalu mami Viola menoleh ke Jesika. “Dan kamu, ke ruang VIP nomor 2. Tuan Salim udah nunggu.”

Keduanya mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu dengan dada berdebar. Malam baru saja dimulai, dan masa depan Cantika seakan dipertaruhkan di balik pintu VIP yang menunggu untuk dibuka.

Pintu VIP nomor 5 terbuka pelan. Aroma parfum maskulin bercampur dengan asap cerutu langsung menyergap indra penciuman Cantika. Ruangan itu lebih sunyi dibanding area utama klub—hanya dentuman musik samar yang terdengar dari luar. Lampu redup, meja kaca di tengah, dan sofa panjang yang empuk mendominasi ruangan.

Di sana, seorang pria berusia sekitar empat puluhan sudah duduk santai. Jas hitam rapi, cincin emas melingkar di jarinya, wajahnya penuh percaya diri. Dialah Tuan Rexton, pengusaha yang katanya masuk jajaran terkaya negeri ini.

Tatapannya langsung menyapu tubuh Cantika dari ujung rambut hingga kaki, membuat gadis itu refleks menelan ludah.

“Ahh… ini dia gadis baru yang katanya bikin mami Viola repot,” ucapnya, suaranya berat dan penuh wibawa.

Langkah Cantika terasa berat, tapi ia tetap melangkah mendekat. Senyum tipis ia paksakan di bibirnya.

“S-selamat malam, Tuan…” suaranya nyaris bergetar.

Rexton terkekeh rendah, mengisyaratkan agar Cantika duduk di sampingnya. “Malam. Nama kamu Cantika, ya? Hmm… sesuai namanya, memang cantik.”

Pipi Cantika memanas, jantungnya berdegup kencang. Ia menunduk, tak berani menatap langsung. Tapi teringat pesan mami Viola, ia buru-buru mengangkat wajahnya lagi, berusaha tampak percaya diri.

“Terima kasih, Tuan… Semoga malam ini bisa membuat Tuan betah.” Ucapannya terdengar kaku, tapi setidaknya ia mencoba.

Rexton menyeringai, menuangkan minuman ke dalam dua gelas kristal. “Betah? Hahaha… semua tergantung kamu, sayang. Bikin aku betah, bikin aku lupa dunia di luar ruangan ini. Kalau kamu berhasil, aku pastikan kamu gak bakal nyesel malam ini.”

Cantika menerima gelas yang disodorkan, tangannya sedikit gemetar. Ia belum pernah benar-benar berada dalam situasi seperti ini, hanya ditemani lelaki asing, di ruang yang begitu sunyi dan menekan.

“Minum dulu. Biar lemasnya hilang.” Rexton menepuk pelan pahanya, memberi isyarat agar Cantika mendekat lebih rapat.

Cantika menahan napas. Dalam hatinya, ia terus mengulang-ulang mantra: demi ibu, demi kuliah, demi masa depan. Tapi rasa takut dan canggung masih menyelimuti.

Cantika mengangkat gelasnya perlahan, menyesap minuman itu. Rasa pahit bercampur manis langsung membuat tenggorokannya terasa panas. Ia menahan diri agar tidak terbatuk, bibirnya tetap tersungging senyum tipis.

“Hmm… gadis pintar. Biasanya yang baru suka menolak minum,” gumam Rexton sambil menatap lekat.

Cantika hanya tersenyum kaku. “Saya… ingin membuat Tuan nyaman.” Suaranya lirih, tapi cukup terdengar.

Rexton terkekeh. Ia mencondongkan tubuh, menatap wajah Cantika dari jarak dekat. “Kamu manis, tapi terlalu tegang. Kalau begini, bagaimana aku bisa betah?”

Jantung Cantika berdentum. Ia teringat lagi ucapan mami Viola, angkat kepalamu, tunjukkan percaya dirimu. Dengan sisa keberanian yang ia miliki, Cantika mencoba menatap mata pria itu. Senyumnya kali ini lebih lembut, meski tetap ada getar di sana.

“Mungkin… Tuan bisa mengajari saya. Saya masih baru, jadi butuh bimbingan.”

Mata Rexton menyipit, lalu tertawa rendah. “Haha… pintar juga kamu. Tahu cara membuatku merasa berkuasa.” Ia mengangkat tangan, menyentuh ujung rambut Cantika. “Aku suka gadis yang tahu posisinya.”

Tubuh Cantika menegang seketika, tapi ia tidak menepis. Dalam hati, ia mengulang mantra: ini hanya pekerjaan, ini hanya pekerjaan.

“Kalau begitu…” Cantika memberanikan diri mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, tangannya pura-pura merapikan dasi Rexton. “…malam ini, biarkan saya yang membuat Tuan melupakan dunia luar.”

Rexton menatapnya tajam, lalu tersenyum lebar. “Hmm… ternyata kamu punya bakat. Kalau terus begini, aku bisa jadi pelanggan tetapmu.”

Pujian itu membuat Cantika sedikit lega, meski keringat dingin masih mengalir di pelipisnya. Ia berhasil melewati ujian pertama, setidaknya untuk malam ini.

Rexton menyandarkan punggung ke sofa, matanya tak lepas menelusuri wajah Cantika. Senyumnya mengembang pelan, tapi ada sesuatu yang membuat udara di ruangan itu semakin menekan.

“Kamu tahu, Cantika…” suaranya berat, sedikit serak, “…cantik itu gampang dicari. Tapi yang bikin aku betah itu keberanian.”

Cantika terdiam. Jemarinya meremas ujung gaun merahnya, tapi ia mencoba tetap tersenyum. “Maksud Tuan… saya harus lebih berani?”

Rexton mengangguk. Tangannya terulur, menepuk sisi sofa agar Cantika mendekat. “Ya. Tunjukkan. Kalau kamu bisa buat aku lupa urusan kerja, lupa uang, dan cuma lihat kamu… baru aku anggap kamu pantas.”

Cantika menarik napas dalam. Demi ibu. Demi kuliah. Ia geser duduknya perlahan, hingga jaraknya dengan Rexton nyaris tanpa celah. Aroma cerutu pria itu makin kuat menusuk hidungnya.

Dengan gemetar, ia mencoba menirukan apa yang sering ia lihat dari Jesika: senyum manis, tatapan sedikit genit. Tangannya pelan menyentuh lengan Rexton. “Kalau begitu… biarkan saya jadi alasan Tuan melupakan semua hal malam ini.”

Rexton menoleh, menatap langsung ke matanya. Sekejap suasana hening, lalu ia tertawa rendah. “Hahaha… ternyata kamu cepat belajar. Tapi…” ia mencondongkan tubuh, jarak wajah mereka hanya sejengkal, “…aku ingin bukti yang lebih nyata. Bukan hanya kata-kata.”

Deg. Jantung Cantika seolah meloncat ke tenggorokannya. Tubuhnya kaku, tapi ia tahu ia tak bisa menolak mentah-mentah. Mami Viola jelas sudah menegaskan: jangan kecewakan pelanggan penting.

Dengan keberanian yang tersisa, Cantika menatap lurus, mencoba tidak menunjukkan ketakutannya. “Apa yang Tuan mau…?”

Rexton tersenyum puas, jemarinya menggeser dagu Cantika agar mendongak. “Buat aku percaya… kalau kamu memang berani.”

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!