Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ajakan Melisa
Siang itu, kantin sekolah ramai oleh suara obrolan para siswa.
Zoe duduk sendirian di pojok dekat jendela, menikmati makan siangnya nasi ayam dan teh dingin. Suasana cukup tenang, meski beberapa tatapan masih sering mencuri-curi pandang ke arahnya sejak pagi.
Zoe tak peduli. Ia hanya fokus makan, sesekali mengecek buku catatannya di samping nampan makanan.
Namun ketenangan itu segera pecah.
"Hai, Zoe. Lama gak ketemu."
Zoe mendongak, menatap datar gadis berambut panjang dengan make-up tipis dan senyum menyebalkan. Di belakangnya berdiri dua temannya yang ikut tertawa pelan.
Zoe mengernyit. "Lo siapa?"
Melisa tertegun sejenak, lalu tertawa kecil tak percaya. "Wow ... ternyata benar ya gosip yang ada di grup sekolah. Lo beneran amnesia."
Zoe hanya menatapnya tanpa menjawab.
Melisa langsung menarik kursi dan duduk tanpa diundang. "Gue Melisa."
Dan seketika, potongan memori melintas di benak Zoe.
Wajah Melisa muncul samar dalam ingatan Zoe asli, mereka tertawa bersama, memandang Alicia dengan tatapan sinis, menyusun rencana konyol untuk menjatuhkan sang putri sejati keluarga Wiratmaja. Satu tujuan, satu musuh: Alicia.
Melisa juya menyukai Levi, makanya dia bergabung bersama Zoe untuk menyingkirkan Alicia.
Melisa menyadari Zoe masih diam, lalu menyikut lengan Zoe pelan. "Malah ngelamun."
Zoe menoleh perlahan, lalu bicara dingin. "Kenapa lo ke sini?"
Melisa bersandar ke sandaran kursi, menyilangkan kaki. "Gue pikir, karena lo amnesia, gue harus ingetin kita punya tujuan bareng. Yaitu..." Melisa mencondongkan wajahnya. "Singkirin si pick-me bernama Alicia."
"Lo tahu kan, dia tuh nyebelin banget? Muka sok polosnya itu ... jijik banget. Udah gitu, sekarang semua orang muji-muji dia," lanjut Melisa dengan wajah kesalnya.
Zoe tetap diam.
Melisa melanjutkan, matanya menyala karena kesal. "Dan sekarang dia jadi 'putri asli'? Please deh. Lo yang dulu gak akan tinggal diam lihat dia ambil semuanya."
Zoe menatap Melisa lama. Suasana seolah melambat.
Dulu, Zoe asli mungkin akan tertawa bersama Melisa. Mungkin akan menyusun rencana aneh atau menyebarkan gosip murahan. Tapi sekarang?
Zoe menarik napas pelan. "Gue gak minat."
Melisa terdiam.
"Apa?"
Zoe menegaskan. "Gue gak tertarik buat nyingkirin Alicia, atau siapapun. Kalau lo masih mau main kotor, silakan sendiri. Tapi jangan bawa-bawa gue."
Melisa tampak syok, lalu tertawa miring."Lo serius? Zoe yang gue kenal gak akan bilang kayak gitu. Apa lo udah tobat, atau sekarang pura-pura jadi malaikat juga kayak dia? Sadar Zoe, dia udah ngambil tempat lo."
Zoe berdiri, mengambil nampan makanannya yang belum habis, lalu menatap Melisa satu kali lagi.
"Lo masih kayak dulu, ya? Sibuk nyalahin orang yang gak lo suka, padahal yang bikin lo stuck itu diri lo sendiri."
Melisa terdiam. Matanya menyipit, wajahnya mengeras.
Zoe berbalik, lalu melangkah meninggalkan Melisa dan teman-temannya yang masih bingung dengan sikap dingin dan penolakan itu.
Dari kejauhan, Levi yang duduk tak jauh dari mereka sempat menatap Zoe diam-diam.
Sementara Alicia yang tadi sempat melihat Melisa mendekati Zoe meremas kotak susunya tanpa sadar.
***
Suara bel tanda masuk berbunyi.
Sebagian besar siswa langsung bergegas masuk kelas, tapi masih ada juga yang masih bersikap sangai.
Terlihat Zoe telah duduk di kursinya, membuka buku catatan dan membaca pelan. Di sampingnya, duduk Valen, teman baru Zoe tengah memakan roti sambil sesekali mengintip buku Zoe.
"Lo serius banget sih, Zo? Catatan Lo udah selesai?"
tanya Valen pelan.
Zoe tidak menjawab, hanya mengangguk kecil sambil tetap menatap bukunya. Tiba-tiba ...
Brak!
Dua tangan menghantam meja Zoe keras, membuat buku catatan hampir terlempar. Valen kaget hingga roti di tangannya jatuh.
"Woy!" teriak Arya, si kembar dengan rambut acak dan tatapan buas.
"Apa-apaan lo?" tambah Arvan, kembarannya yang berdiri di sisi lain meja dengan wajah sama merahnya.
Zoe tetap duduk tenang, tanpa ekspresi.
"Apa lagi yang lo rencanain sama Melisa, hah?!" bentak Arya, matanya menyala.
"Pasti lo mau nyakitin Alicia lagi, ya?! Lo pikir kita bego?! Lo pura-pura amnesia biar bisa lolos, iya?!" sambung Arvan.
Seluruh kelas yang belum masuk ke kelas masing-masing langsung terdiam. Beberapa siswa menghentikan langkahnya di depan pintu, menatap penasaran ke dalam.
Valen menegakkan badan, gugup, tapi Zoe mengangkat tangan pelan, menyuruhnya untuk tetap duduk.
Zoe lalu menutup bukunya perlahan, memasukkan bolpennya ke dalam tempat pensil, lalu mendongak menatap kedua kembar itu tenang dan tajam.
"Atas dasar apa kalian nuduh gue? Gue ngobrol dikit sama Melisa, langsung kalian tuduh gue mau nyakitin Alicia?" kata Zoe santai.
"Lo pikir gue segabut itu? Ngerasa terancam cuma karena cewek polos dapet perhatian semua orang?" sambung Zoe dengan nada dingin.
Arya mendesis. "Lo jangan main-main, Zoe! Kita tahu siapa lo. Lo sama Melisa itu ibarat dua serigala lapar! Dan sekarang lo pura-pura suci, tapi pasti lo cuma nunggu waktu."
Zoe bangkit dari kursinya. Kini ia berdiri sejajar dengan mereka.
"Kalau gue beneran mau jahat, lo pikir gue bakal sebodoh itu nunjukin ke semua orang? Kalian terlalu sibuk jagain adik lo, sampe gak sadar lo tuh cuma bikin orang makin muak."
Arvan menunjuk wajah Zoe, emosi. "Jaga mulut lo, Zoe!"
Zoe menepis tangannya dingin.
"Gue bisa jaga mulut gue. Tapi lo juga harus bisa jaga logika lo. Salah nuduh orang, itu bukan jagoan. Itu ... cuma bukti lo mulai panik karena gak bisa kontrol situasi kayak dulu lagi."
Hening.
Arya dan Arvan terdiam sejenak, tak menduga Zoe bisa menangkis mereka sekeras itu.
Valen berdiri, mencoba menengahi. "Udah, udah. Ini kelas, bro. Gak usah bikin rusuh ...."
Tapi Zoe menatap Arya dan Arvan terakhir kali. "Gue gak nyentuh Alicia. Tapi kalau kalian terus tuduh gue tanpa bukti mungkin nanti gue mulai mikir, kenapa gak sekalian aja?"
Kata-kata itu membuat si kembar mengepalkan tangan.
Suasana kelas masih memanas. Arya dan Arvan masih berdiri dengan wajah merah padam di depan meja Zoe, sementara Zoe telah duduk santai, seolah-olah semua yang terjadi hanyalah angin lalu.
"Lo gak berubah, Zoe. Dan kalau lo sampai berani nyakitin Alicia lagi, gue bakalan bikin lo menderita!" bentak Arvan, menunjuk wajah Zoe tajam.
"Gue akan pastiin Papa cabut SPP sekolah lo!" tambah Arya, penuh emosi.
Zoe mengangkat alisnya, lalu tertawa kecil, dingin dan sinis. "Mencabut SPP?"
"Bukannya papa kalian memang udah cabut dari kemarin?"
Hening mendadak.
Arya dan Arvan saling pandang, wajah mereka menunjukkan kebingungan.
"Apa? Lo ... Lo bohong, kan?" tanya Arvan cepat, nada suaranya mulai goyah.
Zoe tidak menjawab.
Arya dan Arvan saling pandang, setahu mereka, sang ayah Joe Wiratmaja akan tetap membiayai pendidikan Zoe sampai tamat meski Zoe telah keluar dari rumah mereka.
Zoe menatap keduanya, ekspresi wajahnya tajam. "Lo pikir gue semiskin itu sampe berbohong biar dikasihani? Gue dipanggil ke ruang BK, dikasih tahu langsung. SPP gue dicabut. Nama keluarga Wiratmaja gak lagi nanggung apa-apa soal gue."
"Jadi ... ancaman lo soal SPP itu basi." Zoe melanjutkan ucapannya.
Di sisi lain, terlihat Alicia gelisah. Entah apa yang telah dilakukan oleh gadis itu
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭