Habis kontrak pernikahan dengan Tuan Muda Alfred, Nona Ariel menghilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun.
Hubungan yang awalnya dianggap hanya sebatas perjanjian nyatanya lebih dari itu. Alfred mulai merasa ada yang hilang dari dirinya padahal dia sudah mendapatkan kembali apa yang menjadi tujuannya termasuk sang cinta pertama, Milea.
'Nona Ariel, dialah yang membawa separuh hidup tuan muda',
Tapi wanita itu menghilang tanpa jejak.
Hingga beberapa tahun kemudian, takdir membawa Alfred bertemu kembali dengan Ariel, tapi sudah ada laki-laki lain yang mengisi hati wanita itu.
Apa Alfred terlambat?
Note : Sangat disarankan untuk membaca (Perjanjian Dengan Tuan Muda) terlebih dahulu, karena ini sekuel dari cerita tersebut ✌🏻🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 07. Tugas Terkahir Nona Ariel
Arthur mengangguk dan bergegas meninggalkan kamar Tuan Muda menuju tempat dimana dia menyimpan berkas perjanjian lalu.
......
Di kamar Ariel, wanita ini menghajar habis-habisan batal kisut yang menjadi teman tidurnya. Dia menyamakan wajah Alfred dengan bantal lusuh itu.
"Kurang ajar, apa yang dia lakukan? Apa dia kira aku ini Milea? Cinta masa kecilnya? Huh... seharusnya aku tidak hanya menendang kakinya, wajahnya akan jauh lebih baik jika ditendang. Aaahh...ini tidak benar!" Ariel kembali meracau dan menyiksa bantal abu-abunya.
Setelah cukup puas melampiaskan kekesalannya, Ariel menyentuh bibirnya dia kembali teringat beberapa menit lalu saat Alfred menciumnya.
Bergegas dia beranjak dari kasur mencari cermin, dipantulan cermin inilah Ariel melihat wajahnya yang memerah. Dia menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, "Kenapa wajahku merah? harus segera membersihkan diri," ucapnya dan tanpa membuang waktu langsung menanggalkan pakaian dan memasuki bilik mandi.
...
"Ini tuan," Arthur meletakkan map coklat berisi berkas yang diminta Alfred.
"Dia tidak menyimpan berkas yang lainnya?" Dia yang dimaksud tentu saja Ariel.
"Tidak tuan, semua berkas perjanjian saya yang menyimpannya. Termasuk berkas penyelesaian perjanjian yang beberapa hari lalu nona Ariel tanda tangani."
Alfred mengangguk dan mengambil berkas dari atas meja itu.
"Ada apa tuan? Apa ada yang salah dengan berkas-berkas ini?"
"Tidak ada," jawabnya tidak, tapi ada sesuatu yang lain di pikirannya, "Kali ini aku yang akan menyimpannya," dia yang akan menyimpan berkas-berkas itu! tentu saja Alfred memiliki rencananya sendiri.
"Baiklah! Tuan tuan besar Marion dan para tertua sudah memutuskan, hari pelantikan Anda jatuh pada lusa. Anda dimohon untuk mempersiapkan diri dan nona Ariel harus ikut menemani Anda selama proses, ini akan menjadi tugas terkahir untuk nona Ariel."
Tugas terkahir..... Alfred terdiam tapi otaknya sedang bekerja.
"Apa saya harus memberi tahu nona Ariel?" Tanya Arthur.
Alfred mengangguk, "Katakan saja untuk mempersiapkan diri."
"Baik tuan, kalau begitu saya permisi."
Saat sudah akan keluar, Arthur menghentikan langkahnya, "Tuan, apa Anda benar-benar melakukannya lagi?"
Alfred melihat laki-laki yang bertanya padanya, dan hebatnya, tanpa dijelaskan Alfred paham betul maksud pertanyaan Arthur, "Ya, hanya sebentar!"
"Jika Anda sudah siap, sebaiknya Anda mengumumkan kabar ini saat pelantikan. Tapi sebelum itu Anda harus menemui tabib, saya akan menemani Anda besok pagi."
Alfred hanya mengangguk pelan yang artinya, mengiyakan ucapan Arthur.
....
Persiapan besar-besaran di lakukan di kediaman utama.
Dekorasi mewah hampir selesai, ratusan undangan sudah tersebar termasuk untuk para keluarga keturunan bangsawan dari berbagai kota bahkan negara. Selain untuk meresmikan Alfred sebagai Tuan Muda utama dan pewaris satu-satunya Smith, Ayunda meminta hari itu juga, akan menjadi hari di mana Alfred mengumumkan pernikahannya dengan Ariel.
Semua sudah diatur sedemikian rupa dan sangat tertata tanpa ada kendala apapun.
Beberapa gaun mewah, perhiasan mahal, telah Ayunda kirimkan ke Kastil untuk menantunya, dia juga menyiapkan pakaian terbaik serta tempat paling nyaman untuk keluarga Ariel saat menghadiri acara.
Ayunda tersenyum bangga, tapi senyum wanita berwajah teduh ini bukan karena putranya akan mendapatkan kembali tahtanya, melainkan karena dia akan mengumumkan pada semua orang jika dia memiliki menantu.
Sebelas tahun lalu momen persiapan seperti ini sudah terjadi dan nyaris sempurna, tapi takdir berkata lain hingga membuat Alfred harus diasingkan selama belasan tahun. Ayunda berharap hari ini akan berjalan lancar.
"Jo!" Panggil Ayunda saat pemuda itu melintas dihadapannya.
"Ya, ibu?"
"Dimana Justin?" Di momen bahagia ini, tentu Ayunda tidak melupakan nama Justin. Dia juga sadar betul seperti apa berharapnya Justin akan gelar ini, laki-laki itu pasti sedih, inilah yang dipikirkan Ayunda.
"Di kamarnya, ibu tidak perlu mengkhawatirkannya, memang sudah seharusnya dia menerima ini."
Ya...memang sudah seharusnya Justin menerima keputusan ini. Sebagai anak dari wanita kedua, baik Justin atau Jonas tidak memiliki hak apapun dalam warisan dan kekuasaan keluarga Smith, mereka hanya akan memiliki wewenang jika Alfred mati atau laki-laki itu yang menyerahkan semuanya pada Justin. Tapi...apa Alfred akan bersedia? Dia sudah belasan tahun menantikan momen ini? Rahasia yang selama belasan tahun tersimpan, siap Alfred bongkar saat semua sudah ada dalam genggamannya.
"Namamu?" tanya Ayunda kembali.
"Bersama papa, di kamarnya."
Ayunda mengangguk, dia berniat menemui Justin, bagaimanapun juga dia harus menghibur laki-laki itu.
"Kamu mau kemana, Jo?"
"Pergi ke suatu tempat, hanya sebentar aku akan segera kembali."
"Kalau begitu berhati-hatilah."
"Ya... terima kasih, ibu."
Jonas memang lebih dekat dengan Ayunda, bahkan laki-laki itu tidak menganggap wanita ini sebagai ibu tirinya, dia selalu menyamakan posisi Ayunda sama seperti Julie, ibu kandungnya. Sangat berbeda dengan Justin yang lebih menjaga jarak dengan Ayunda.
....
"Justin, boleh ibu masuk?" tanya Ayunda setelah mengetuk pintu yang tidak sepenuhnya tertutup itu.
Justin menoleh sejenak dan dalam sekejap dia merubah ekspresi wajahnya, "Tentu, silahkan ibu."
Ayunda mendorong pintu perlahan dan dengan lembut pula dia berjalan mendekati Justin yang sedang merapikan pakaiannya di depan cermin.
"Ibu silahkan duduk," ucap Justin setelah urusannya dengan cermin usai, laki-laki ini terlihat tenang tidak menunjukkan tanda-tanda kesedihan atau marah, padahal di rumah itu sedang mempersiapkan acara untuk kakak tertuanya, acara penyerahan gelar yang selama 11 tahun ini disandangkan padanya dan harus dikembalikan pada Alfred pemilik sebenarnya.
Meskipun wajah dan gerakannya tenang tidak menunjukkan tanda-tanda protes, tapi tidak ada yang tahu seperti apa isi hati dan kepala Justin. Yang semua orang tahu, laki-laki itu sangat terobsesi dengan gelar Tuan Muda utama.
"Terima kasih nak, Justin ibu ingin bicara denganmu."
Justin tersenyum, "Apa yang ingin ibu bicarakan? aku akan mendengarkannya."
"Justin, terima kasih untuk sebelas tahun ini. Kamu selalu melakukan yang terbaik dengan sepenuh hati, mengemban tugas yang seharusnya dijalankan oleh Alfred. Maafkan...."
"Bu, tidak perlu ada kata terima kasih apalagi maaf," potong Justin, "Ini memang sudah menjadi tugasku sebagai tuan muda kedua, aku menerimanya dan aku juga senang dengan kembalinya Alfred."
Ucapan Justin begitu tulus dan sangat meyakinkan, siapapun yang mendengar pasti akan mempercayai jika lelaki itu legowo menerima keputusan yang ada. Tapi lihatlah! Jari-jari tangan laki-laki itu terkepal kuat, dia seperti sedang menggenggam batu keras dan siap melemparkannya disaat tepat.
"Terima kasih nak, ibu sangat bangga padamu. Aku akan bicara pada ayahmu, kamu pasti akan mendapatkan posisi terbaik."
Ayunda memberi pelukan hangat pada laki-laki itu, pelukan yang ia curahkan sama seperti dia memeluk putranya sendiri.
sehat selalu untuk mu kak author💪💪