NovelToon NovelToon
Istri Kecil Dokter Dingin

Istri Kecil Dokter Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Duda / Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Dokter
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Alin Aprilian04

Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.

Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.

Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Sakit

Rayhan terus menggerakan tasbih digitalnya yang ia pasangkan di jari-jarinya. Tangan kanannya menyetir mobil dengan hati-hati. Sejak tadi, hatinya tak tenang, perasaan khawatir terus menghantuinya. Ia takut terjadi hal yang tidak di inginkan pada mertuanya tersebut.

Ia menoleh ke arah samping, dimana Amira kini tengah menyandarkan tubuhnya. Wanita itu tampak masih terlihat ngantuk. Rayhan kini menggenggam tangan Amira, lalu mengulas senyum pada wanita cantik tersebut.

Amira pun menoleh, merasa sedikit salah tingkah di tatap lama tak seperti biasanya. "Mas emangnya keluarga Mas siapa yang sakit?" tanyanya mengalihkan perhatian Rayhan.

Rayhan menghela nafas, ia terpaksa membohongi Amira. Rasyid sudah mewanti-wantinya sejak tadi agar ia tak memberitahu yang sebenarnya pada Amira, karena khawatir Amira akan panik dan terjadi hal yang tak di inginkan.

"Ada aja lah, Mas belum ngenalin kamu sama beliau. Liat aja yaa nanti."

Amira mengangguk, lagi-lagi ia heran dengan tingkah Rayhan yang menurutnya ada sesuatu yang di sembunyikan.

"Amira.... "

"Hmmm?" Amira mendongak menatap Rayhan.

"Apapun yang terjadi, takdir Allah selalu yang terbaik. Kamu yakin akan kata-kata itu kan?"

Amira mengerutkan keningnya, "Yakin, Mas. Emangnya kenapa?"

"Ngga, Mas cuman mau mengingatkan aja. Toh di dunia ini semuanya adalah titipan. Orang tua, suami, harta, semuanya adalah titipan. Jadi jika suatu ketika Allah membawanya kembali kita harus ikhlas."

Amira menyipitkan matanya, rasa curiga kini mendominasi hatinya. Sejak tadi perkataan serta gerak-gerik Rayhan sangat aneh.

"Ada apa sih, Mas?"

"Gak ada apa-apa. Mas cuman mengingatkan saja." Rayhan mengulas senyum.

***

Sesampainya di Rumah Sakit Amira masih merasa tenang. Ia kini berjalan mengikuti langkah Rayhan yang terlihat begitu terburu-buru. Pria itu kini menggenggam tangannya sejak dalam perjalanan. Amira pun heran, namun ia hanya mengikuti saja suaminya.

Sedangkan Rayhan kini tampak panik, Rasyid terus menelfonnya sejak tadi karena keadaan Abi Rafiq memburuk. Hanya saja ia tak memperlihatkannya pada Amira. Langkahnya semakin cepat tak sabar ingin segera bertemu dengan Ummi Salma dan juga Rasyid. Ia kini tengah berada di lift hendak menuju lantai 4 dimana Abi Rafiq di rawat.

"Mas emangnya siapa yang sakit? Kok dari tadi gak ngasih tahu sih!" Amira mengerucutkan bibirnya.

"Ikutin aja suaminya!" ujar Rayhan singkat. Lalu langkahnya semakin dekat menuju ruangan dimana sang mertua di rawat.

Langkah Amira seketika melemas ketika matanya melihat Rasyid dan juga Umminya yang kini berada disana. Terlihat keduanya menunggu dengan tatapan cemas. Langkah Amira terhenti, ia menggelengkan kepalanya. Perasaannya mendadak tak enak. Ia menatap Rayhan yang kini tatapan pria itu menjadi begitu sendu penuh kesedihan.

"Siapa yang sakit, Mas? Jujur!" Amira menatap marah Rayhan.

"Abi, Amira. Maaf Mas gak jujur, Mas takut kamu kenapa-napa."

"Astagfirullah!" Amira menunduk, mengusap wajahnya gusar.

Rayhan menguatkan Amira, tangannya kini memapah tubuh istrinya itu yang tampak lemas menuju Rasyid dan Ummi Salma. Baru saja sampai disana, Ummi Salma langsung menghambur ke pelukan Amira. Begitupun Rasyid yang yang saat ini menatap sendu Amira.

"Abi kenapa, Mi?" Amira berpelukan dengan sang Ibu.

"Abi kena serangan jantung mendadak, sayang."

"Kenapa bisa gitu?" Amira menatap sang Ibu.

"Gak tahu, lagi tidur tiba-tiba Abi ngeluh sakit dada abis itu tak sadarkan diri," Ummi Salma menangis, hatinya sakit mengatakan ini semua pada putrinya.

"Astagfirullah, terus gimana sekarang keadaanya, Mi?"

"Ummi gak tahu, Abi lagi di tangani. Tapi kemungkinan besar Abi parah karena di bawa ke ruangan ICU."

Amira menggeleng pelan tak menyangka. Pikiran buruk kini tiba-tiba menghantuinya. Ia takut sang Ayah pergi meninggalkannya. Ia belum siap, sama sekali belum siap. Masih banyak hal yang ingin ia berikan pada sang Ayah. Masih banyak bakti yang belum ia penuhi.

"Astagfirullah!" Tubuh Amira limbung di pelukan Ummi Salma.

"Ya Allah, Amira!" Rayhan dengan cepat menangkup tubuh Amira yang hampir tak sadarkan diri. Ia lalu dengan cepat memapah Amira di bawanya duduk di kursi tunggu.

Amira menangis di pelukan Rayhan. Perasaanya teramat sedih tak terkira. Tubuhnya terasa di timpa langit tiba-tiba. Untuk pertama kalinya sang Ayah di rawat hingga kritis.

Rayhan kini memeluk Amira, mengecup lembut puncak kepala istrinya itu yang saat ini begitu rapuh.

"Tenang, kita berdo'a saja semoga Allah menyelamatkan Abi," ujar Rayhan menenangkan.

"Tapi Abi masuk ruang ICU, Mas. Amira takutt!" Amira menyandarkan kepalanya di bahu gagah Rayhan.

"Insyaallah Abi akan panjang umur!" Rayhan mengusap lembut pipi Amira.

"Mas kan dokter, kemungkinan kalau sudah masuk ruangan ICU Abi selamat gak?"  Amira mendongak menatap Rayhan. Ia tak sabar ingin mendapatkan jawaban.

"Insyaallah, kita berdoa saja."

"Ya Allah!" Amira menangis sesenggukan. Jika Rayhan berkata demikian, maka kemungkinan selamat Ayahnya itu sangat kecil. Hati Amira rapuh, dadanya sesak. Ia ingin menepis semua ketakutan itu, namun ia malah semakin di hantui rasa kehilangan.

"Tenangkan dirimu, Mir. Perbanyak do'a!" ujar Rasyid yang kini mengelus lembut pundak sang adik.

"Kenapa Ummi dan Kakak gak ngasih tahu sama Amira kalau Abi sakit sebelumnya? Amira jadinya bisa jenguk kan?" Amira menatap kecewa keduanya.

"Maafin, Ummi Nak," ujar Ummi Salma.

"Kita gak mau bikin kamu kepikiran. Apalagi kamu baru masuk kuliah. Dan Abi yang minta kita buat gak ngasih tahu kamu, Amira," ujar Rasyid.

Amira menghembuskan nafasnya pelan. Lalu menyandarkan kepalanya ke tembok. Meratapi perasaanya yang teramat sedih.

Ia sangat dekat dengan sang Ayah. Pria itu selama ini selalu mencintai dan menjaganya. Sang Ayah adalah cinta pertama dalam hidupnya, dan ia rasanya tak akan sanggup jika Abinya di ambil sekarang.

Tak lama kemudian seorang dokter pria kini keluar dari ruang ICU. Amira dengan cepat menoleh ke arah belakang. Ia seketika berdiri menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan Ayah saya, dok?"

Sang dokter menghela nafas panjang, "Pasien kritis. Kami sedang mengupayakan yang terbaik. Semoga pasien bisa di selamatkan." Ujarnya pelan. "Jika ada yang mau masuk salah satunya boleh untuk menemani pasien." Sambungnya.

Deg

Amira merasa ini sudah di ujung tanduk. Jika dokter sudah menyuruh salah seorang masuk berarti ada sesuatu yang mungkin ini adalah detik-detik terakhir pasien hidup. Ia terpaku diam, pikiran buruk kini membuatnya ketakutan.

"Saya saja, dok," ujar Ummi Salma dengan lelehan air matanya.

"Ummi masuk dulu yaa, Nak."

Amira mengangguk seraya berderai air mata.

"Dok tolong selamat kan Ayah saya!" Amira menatap dokter tersebut dengan tatapan memohon.

"Kami akan mengupayakan yang terbaik. Namun pasien benar-benar kritis, jantungnya tadi sempat berhenti, namun untungnya kembali berdetak. Kita berdoa saja semoga Allah kasih keajaiban." ucap dokter tersebut.

Amira menatap sang Ibu yang memasuki ruangan ICU. Hatinya menjerit, ia ingin berada di samping sang Ayah menemaninya.

Mata Amira menatap buram pada pintu ruangan tersebut. Ruangan yang menentukan antara hidup dan matinya seseorang. Tubuhnya limbung, kakinya tak kuat untuk menopang tubuhnya.

"Ya Allah.... " Lirihnya pelan dadanya terasa sangat sesak.

Bruk

"Astagfirullah, Amira!"

Rayhan panik, ia sudah menyangka Amira akan seperti ini. Karena ia tahu Amira memiliki penyakit asma yang parah. Dan tubuhnya sangat lemah hingga tak bisa menahan kesedihan juga tekanan yang di alaminya.

"Allahuakbar Ya Allah, Amira!" Rasyid mengusap wajahnya gusar. Khawatir pada sang adik.

Rayhan dengan cepat mengangkat tubuh Amira. Di bawanya ke ruangan rawat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!