NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Tuan Davison

Istri Rahasia Tuan Davison

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Rembulan Pagi

Pura-pura menikah dengan tetangga baru? Tentu bukan bagian dari rencana hidup Sheina Andara. Tapi semuanya berubah sejak tetangga barunya datang.

Davison Elian Sakawira, pria mapan berusia 32 tahun, lelah dengan desakan sang nenek yang terus menuntutnya untuk segera menikah. Demi ketenangan, ia memilih pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggir kota. Namun, hari pertama justru dipenuhi kekacauan saat neneknya salah paham dan mengira Sheina Andara—tetangga barunya—adalah istri rahasia Davison.

Tak ingin mengecewakan sang nenek, Davison dan Sheina pun sepakat menjalani sandiwara pernikahan. Tapi saat perhatian kecil menjelma kenyamanan, dan tawa perlahan berubah menjadi debaran, masihkah keduanya sanggup bertahan dalam peran pura-pura?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rembulan Pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Lima Puluh Juta Sebulan

Alano menangis kencang. Tubuh mungilnya gemetar di pelukan Sheina yang membungkuk di sampingnya, berusaha menenangkannya dengan suara pelan.

Tak lama, Ari dan Andin—orang tua Alano—bergegas keluar dari dalam rumah. Wajah mereka dipenuhi kecemasan.

Andin langsung menjatuhkan diri ke lantai, memeluk Alano erat. “Kenapa, Al? Kamu kenapa?” tanyanya panik, mencium rambut anaknya yang masih tersedu-sedu.

Davison berdiri kaku di samping pagar, matanya terpaku pada Alano. Ia tak mengucapkan sepatah kata pun.

Sheina perlahan berdiri. Ia menepuk-nepuk bajunya yang kotor, tanah menempel di bagian lutut dan siku. Salah satu lututnya berdarah, tapi ia tampak mencoba bersikap biasa saja.

Andin menoleh padanya. Suaranya lebih lembut. “Kenapa?” tanyanya, mata masih menyapu luka di lutut Sheina.

Sheina mengatur napasnya yang memburu. “Tadi ada motor lewat. Terus Alano tiba-tiba lari keluar pagar hampir ketabrak. Aku reflek narik dia sambil teriak. Untungnya nggak kenapa-kenapa.”

Andin mengangguk, wajahnya masih shock. Ari menelan ludah pelan. Suasana jadi hening sejenak, kecuali suara tangis Alano yang tersisa.

Semua sadar Sheina gugup. Napasnya belum sepenuhnya stabil. Tangannya gemetar, dan ia berusaha menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Tapi Davison melihatnya. Ia mengamati dengan pandangan tajam, namun bukan menghakimi—lebih ke rasa bersalah dan khawatir.

“Terima kasih ya, udah nyelamatin Alano,” ucap Andin akhirnya. Matanya berkaca-kaca. “Dia anak aku.”

Sheina hanya mengangguk. “Iya, sama-sama. Nggak apa-apa kok.”

“Nama kamu siapa?” tanya Andin lagi, lebih tenang.

“Sheina.”

Andin mengangguk pelan. “Maaf ya kami lalai. Harusnya kami bisa jagain dia lebih baik.”

“Gapapa,” jawab Sheina. “Yang penting dia selamat. Tapi lain kali hati-hati ya.”

Andin tersenyum samar. Ia menggandeng Alano masuk ke rumah. Bocah itu masih menempel padanya, wajahnya sembab. Ari menyusul setelah mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Sheina.

Tinggal Davison dan Sheina berdiri berhadapan di depan pagar.

Sheina masih menyembunyikan tangannya yang gemetar. Kepalanya sedikit tertunduk, menghindari tatapan siapa pun. Tapi Davison tak mengalihkan pandangan.

“Terima kasih,” katanya pelan. “Itu tadi tanggung jawab saya. Harusnya saya jaga dia lebih baik. Lukanya boleh saya bantu obatin?”

Sheina buru-buru menggeleng. “Nggak usah. Saya bisa obatin sendiri kok, Pak.”

Davison menatapnya sejenak. “Tunggu sebentar,” ucapnya sebelum berbalik ke dalam rumah.

Sheina menunggu di depan gerbang. Angin siang menyentuh kulitnya, membawa rasa perih di lututnya yang terbuka. Beberapa detik kemudian, Davison kembali dengan kotak P3K.

“Ini punya saya,” katanya sambil menyerahkan kotak itu. “Simpan dulu. Buat rawat lukanya. Nanti kalau udah sembuh, balikin aja.”

Sheina menerimanya tanpa banyak bicara. Tangannya masih gemetar saat menyentuh kotak itu. Ia mengangguk pelan, lalu masuk ke rumah dan menutup pagar perlahan.

Di dalam rumah, Davison menatap Andin yang sedang mendudukkan Alano di sofa.

“Maaf. Aku gagal jagain Alano,” ucapnya lirih.

Andin menggeleng. “Nggak apa-apa, Dev. Harusnya aku juga nggak tinggalin dia sendiri tadi.”

Ari menghampiri Davison, menepuk pundaknya ringan sambil menyeringai. “Sheina cocok, Dev."

"Cocok Apa?"

"Jadi istri rahasia kamu. Empatinya tinggi.”

Davison hanya menatap kosong ke luar jendela, menghela napas panjang tanpa menjawab.

Di sisi lain, Sheina berada di rumah. Ibunya sedang berada di dapur saat Sheina melangkah masuk.

"Ibu, Bapak ke mana?" tanyanya pelan.

"Di kamar, mungkin tidur," jawab ibunya tanpa menoleh dari kegiatan memasaknya.

Sementara itu, Sean—anak laki-laki itu—baru saja selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi ketika matahari sudah cukup tinggi di langit.

Sheina memahami bahwa keluarga ini terlalu sibuk. Mungkin itulah mengapa tidak ada satu pun dari mereka yang mendengar teriakannya tadi. Bahkan ibunya tidak menyadari bahwa lutut Sheina terluka.

Dengan langkah pelan, Sheina masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di lantai, membuka kotak P3K yang tersimpan di sudut lemari. Tangannya membersihkan luka dengan hati-hati, meskipun wajahnya sempat menegang karena rasa perih.

"Ah..." gumamnya pelan sambil menarik napas.

Setelah beberapa menit, luka itu berhasil dibalut menggunakan hansaplas. Ia menatap kotak P3K yang terbuka di hadapannya. Wajahnya lelah, matanya sayu.

“Pak Dev terkesan dingin, tapi dia kelihatan peduli,” ucapnya, setengah menggumam, setengah bicara kepada dirinya sendiri, mengingat tindakan davison barusan.

Beberapa saat kemudian, tanpa sengaja, tubuhnya merebah di atas kasur. Ia tertidur dengan balutan luka dan perasaan yang diam-diam menganga.

...

Rumah Davison telah tertata rapi. Barang-barang penting seperti sofa, kasur, kulkas, meja makan, lemari, mesin cuci, dan perabotan lainnya sudah dibeli. Kini hanya bahan makanan yang belum tersedia.

Saat ia mengetik beberapa hal yang perlu dibeli, teleponnya kembali berdering.

"Dev, Sheina mana?" tanya suara nenek dari seberang.

"Ada di rumah, Nek. Kenapa?"

"Oh ya, rumah kalian sudah jadi, ya?"

"Iya," jawab Davison.

"Baiklah, Nenek segera ke sana. Ini sudah dekat ke rumah kamu, Dev."

Telepon langsung dimatikan oleh neneknya. Davison panik. Ia langsung menelepon Sheina.

Kebetulan Sheina sedang tidur di kamar. Ponselnya dalam mode senyap, jadi tak terdengar deringnya.

Sembilan panggilan masuk tidak dijawab. Davison semakin panik. Ia langsung keluar dan menekan bel rumah Sheina.

Ibu Sheina mendengar suara bel lalu menyuruh adik Sheina, yang sedang bermain game, untuk keluar dan membuka pagar.

Dengan langkah malas, Sean keluar. Tapi ia terkejut melihat seorang pria bertubuh atletis dan berwajah tampan berdiri di depan pagar.

"Ada apa?" tanya Sean.

"Sheinanya ada?"

"Kak Sheina? Oh, ada di kamarnya. Bentar aku panggilin dulu."

Sean masuk ke rumah. Ibunya bertanya saat ia melewati ruang tengah.

"Siapa?"

"Ada cowok. Nyari Kak Sheina," jawab Sean sambil naik ke tangga.

Ibu Sheina penasaran dan keluar ke depan. Begitu melihat Davison, ia menyambutnya dengan ramah.

"Mau masuk dulu?" tawarnya.

Davison menolak dengan sopan. "Nggak usah, Bu. Saya cuma butuh Sheina sebentar. Ada urusan di rumah."

Ibu Sheina tersenyum kecil. "Ada masalah, ya, di rumah?"

"Kurang lebih begitu," jawab Davison.

Di atas, Sean membangunkan kakaknya yang masih setengah tidur.

"Kenapa sih?" tanya Sheina kesal.

"Ada cowok nyariin kakak."

"Siapa?"

"Nggak tau, tapi ganteng sih."

Sheina bingung. Ia langsung mengecek ponselnya dan melihat sembilan panggilan tak terjawab dari Davison. Ia buka pesan darinya.

Pak Davison: Nenek saya segera ke sini. Dia lagi di jalan

Sheina langsung bangun dan turun, melewati Sean yang menatap heran.

Masih dengan wajah setengah mengantuk, Sheina sampai di depan. Davison menoleh.

"Ah itu Sheina. Ada sesuatu di rumah saya," ucapnya, sedikit berbohong.

"Oh iya, Bu. Izin ke rumah depan, ya," kata Sheina ke ibunya.

Ibunya hanya tersenyum dan mempersilakan. Setelah pagar ditutup, Sheina menatap Davison.

"Maaf, Pak. HP saya di-silent, jadi nggak kedengeran notifikasi panggilan dari Bapak."

"Gapapa," jawab Davison sambil membuka pintu rumahnya.

Sheina ikut masuk. Ia sedikit terkejut melihat keadaan rumah yang sudah tertata rapi, bahkan terlihat mewah. AC sudah terpasang, dan suasana terasa berbeda dari sebelumnya. Ia duduk di sofa, bersebelahan dengan Davison.

"Nenek Bapak lagi di jalan, ya?" tanya Sheina.

Davison mengangguk.

"Saya mau bikin perjanjian sama kamu," kata Davison tiba-tiba.

"Perjanjian? Perjanjian apa, Pak?" tanya Sheina heran.

"Jadi istri rahasia saya di depan nenek sampai nenek tutup usia. Kontraknya cuma sampai nenek saya meninggal. Dia sakit, umurnya nggak akan lama lagi," jawab Davison tenang.

"Tapi Pak—"

"Dua puluh juta dalam sebulan."

"Pak, itu—"

"Saya jadikan dua kali lipat."

"Pak, saya—"

"Lima puluh juta dalam sebulan. Tawaran terakhir."

1
LISA
Menarik juga nih ceritanya
LISA
Aneh tp ntar kmu suka sama Sheina Dev🤭😊
LISA
Aku mampir Kak
Rian Moontero
lanjuutt thor,,smangaaat💪💪🤩🤸🤸
Rembulan Pagi: terima kasih kakk
total 1 replies
Umi Badriah
mampir thor
Rembulan Pagi
Bagi yang suka romance santai, silakan mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!