Lisa Anggraeni , seorang gadis yang tengah berjalan dengan sahabatnya setelah dari aktifitas kuliah mengalami kecelakaan saat dia tengah menunggu bus yang ada di sebrang jalan. Dia menoleh dan melihat ada motor melanu cepat membuatnya mendorong Hani. Dan membuatnya menjadi korban kecelakaan. Lisa yang mengalami luka luka sempat di bawa ke rumah sakit. Namun sayang, saat dirinya sedang di operasi, nyawanya tak bisa di selamatkan.
Lisa yang tahu dirinya mengalami kecelakaan sebelumnya mengira dia selamat, dan berada di salah satu rumah sakit.
Tapi saat dia sadar justru, dia sedang di salah satu ruangan kosong gelap dan pengap.
Namun saat dirinya berusaha mencari jalan keluar, dia justru melihat bayangan seseorang dari kaca hias kecil.
"Aaaaaa... Wajah siapa yang ada di mukaku ini!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adira_Mutiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merubah
Rubby, kini sedang duduk di bangku taman seorang diri. setelah keluar dari kamar tadi, suasana rumah begitu sepi. hanya ada pelayan dan penjaga yang berkeliaran di jalan setapak taman.
"dulu hidup kayaknya buat makan aja susah banget. eh,, sekarang tiba tiba jadi anak orang kaya. hah!!! Lisa, Lisa,, dulu pernah doa apa kamu sampe nyasar jiwanya ke tubuh anak orang."
walau tak percaya, tapi Lisa bertekad akan merubah Rubby menjadi anak yang lebih baik dan bersikap lebih manis. jika mengingat ingatan yang melintas di pikirannya, seketika hatinya sakit dan ada sedikit ngilu di tangan yang meresap keseluruh tubuh.
semilir angin di taman membuat Rubby menutup mata dan menikmati rambutnya yang terbawa angin sejuk ini. suara gemercik air di kolam ikan membuat suasana tetap menjadi semakin damai.
"hidup tenang. hidup damai. menjauh dari orang bermasalah. menjadi anak baik. fokus ke prestasi, fokus ke masa depan."
saat asik melamun membayangkan hidup Rubby yang nanti lebih baik. membuatnya tenggelam dunia nyata. hingga tak sadar seseorang menatapnya di balik jendela dekat ruang makan.
"dia jauh lebih tenang." ucapnya dengan suara sedikit datar.
"hmm. tapi aku bersyukur dia menjadi seperti ini."
"maafkan aku, sayang. aku sungguh menyesal di masa lalu..."
Sonia menatap suaminya dengan lembut, dia mengelus lengan Iram dengan penuh kasih sayang. Dia juga menyesal akan kejadian di masa lalu, tapi baginya sudah berlalu dan semuanya sudah terjadi.
"tak apa. itu juga karena ulahku. maafkan aku yang telah membuatmu ada di posisi ini"
Iram, walau dia diam saja. tapi tetap Rubby adalah anak kandungnya, walau dia hasil kecelakaan yang di rencanakan istrinya. tapi ada rasa penyesalan yang begitu mendalam saat ibu Rubby tiada setelah melimahitkan putri mereka.
"Dina pasti bahagia melihat kita membesarkan Putrinya secantik itu."
*
*
Keesokan harinya,
Rubby berdiri di depan cermin kamar, mengenakan seragam baru yang rapi, terasa hangat dan pas menyelimuti tubuhnya yang mulai berubah. Matanya bersinar, ada campuran rasa percaya diri dan kegugupan yang aneh. Di sampingnya, Sonia tersenyum lebar, menatap putrinya dengan penuh harap sekaligus bangga. Dulu Sonia sempat terkejut mendengar keinginan Rubby untuk mengganti seluruh koleksi pakaian kesayangannya, namun melihat tekad kuat itu, hatinya luluh.
"Sekarang kita mulai hidup barumu, Rubby. Ingat, tekadmu untuk berubah menjadi lebih baik," suara Sonia lembut tapi tegas, seolah menanamkan semangat baru. Rubby mengangguk pelan, menghela napas panjang, lalu melangkah keluar kamar dengan langkah pasti. Senyum kecil menghiasi bibirnya, sementara hati kecilnya berdetak cepat penuh harapan. Hari ini, dunia sekolah yang dulu penuh ketakutan dan cemoohan akan dia hadapi dengan wajah baru dan semangat baru.
Sonia begitu menyayangi Rubby, karena gadis itu yang dia inginkan sejak sebelum lahir ke dunia ini. Jika saja dia bisa memiliki anak lagi, mungkin tidak akan ada Rubby saat ini. Mungkin ada Rubby lain dari rahimnya sendiri.
Keduanya keluar dari kamar Rubby bergantian, Sonia yang nampak bahagia karena rambut Rubby yang dia dandani. Ingatannya terbayang saat Rubby masih kecil dan berlari membuat hiasan rambutnya bergoyang kecil, rambut itu selalu berganti gaya setiap harinya.
*
*
Semua mata di ruang makan tertuju penuh kekaguman saat Rubby melangkah anggun menuruni tangga. Seragam berwarna biru navy yang melekat sempurna di tubuhnya menambah kesan cantik alami yang belum pernah terlihat sebelumnya. Tidak ada satu pun suara teriakan atau kegaduhan, hanya keheningan yang dipenuhi decak kagum dan bisik-bisik pelan. Dan jangan lupakan seragam kekecilan milik Rubby yang kini sudah di ganti menjadi seragam yang pas untuk anak sekolahan.
“Kok dia cantik banget, ya...” bisik kedua kakaknya serempak tanpa sadar, mata mereka tak lepas mengikuti setiap gerak langkah Rubby.
Iram, yang duduk tak jauh dari situ, menahan napas sejenak sambil menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca. Wajah Rubby yang anggun itu seolah membawa bayangan mendiang ibu yang dulu selalu tersenyum hangat padanya. Sebuah nostalgia yang mengiris hati sekaligus membuat dadanya sesak.
Sonia yang berjalan di samping Rubby, dengan lembut memeluk lengan putrinya, menatap dalam ke matanya. “Anak mama cantik, kan?” ucapnya penuh kasih sayang.
Sekeliling mereka hanya mengangguk pelan, diam-diam mengakui keindahan yang terpancar dari sosok Rubby. Sementara Rubby menundukkan kepala sedikit, senyum tipis merekah di bibirnya, wajahnya memerah malu namun juga bangga menerima pujian yang tulus itu. Suasana seketika hangat, membungkus ruang makan dalam keheningan penuh makna dan cinta.
"Ayo Rubby kamu bisa membuat karakter baru menjadi lebih baik."
Sarapan pagi hari hening, tanam yang ada denting sendok dan garpu. Aroma masakan dan angin semilir yang masuk melewati jendela yang berukuran seperti pintu. Sungguh sarapan pagi untuk pertama kalinya semenjak beberapa tahun selalu saja bermasalah.
Afdal sesekali menatap adiknya yang begitu menikmati sarapannya. Mulutnya mengunyah tapi pikirannya memikirkan adiknya yang berubah.
"Semoga bukan hanya kepura-puraan atau hanya akting untuk mengambil simpati"
*
*
Rubby berdiri di halaman rumah, tubuhnya terasa kaku oleh kebingungan yang menggelayut. Sonia, ibunya, berdiri di samping dengan mata penuh harap dan nada tegas yang tak bisa ditolak. "Pokoknya kamu berangkat sekolah sama Afdal, Mama nggak mau kamu sendirian," ucap Sonia sambil menggenggam tangan Rubby seolah ingin memastikan tak ada alasan yang bisa menolak permintaannya.
Namun, dalam hati Rubby berkecamuk keinginan untuk pergi sendiri, menapaki jalan yang harus dia lewati tanpa bayang-bayang orang lain. Tapi suara ibunya yang lembut namun penuh kewibawaan itu membuatnya diam, menelan ego dan rasa malas berdebat. Perlahan, Rubby mengangguk dan melangkah menuju mobil Pajero Sport yang sudah menyala di halaman.
Dia masuk ke kursi depan, menarik napas panjang, lalu menatap ke ibu yang berdiri tak jauh dari mobil itu. Senyum kecil terukir di bibirnya, sebuah senyum yang seolah menandakan penyerahan diri tapi juga ada rahasia kecil di baliknya. Sonia membalas dengan lambaian tangan penuh kasih, matanya yang hangat mengiringi setiap gerakan Rubby.
Di perjalanan, keheningan mobil yang hanya dipecahkan oleh suara mesin mulai terasa berat. Afdal, yang duduk di kursi kemudi dengan ekspresi datar. Matanya lurus menatap ke depan, seolah menahan sesuatu yang ingin dia katakan. "Jadi! Lo pura-pura apa gimana?" ucapnya tiba-tiba, suaranya rendah tapi penuh arti, memecah keheningan yang selama ini menumpuk di antara mereka. Rubby menoleh sekilas, matanya bersinar samar, menanti jawaban yang sebenarnya hanya dia sendiri yang tahu.
"Maksud kamu apa, Kak?"
"Hahaha.. Kak? Lo panggil gue Kakak?? Mimpi apa semalem gue? Atau kepala lo yang kebentur?"
******
jangan lupa tinggalin jejak kalian, like dan komen. biar aku makin semangat nulis.
karena komentar dan like kalian adalah hal terpenting dan isi ceritaku..
see you, 💜💜