Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MUSIM PANAS TIBA
"YAA! Le Seo Han, kalau kamu tidak bangun, aku bakar rumah kamu, ya!"
Teriakan ancaman itu bergaung keras, cukup untuk membangunkan satu kompleks. Le Seo Han tidak repot-repot membuka mata, hanya membenamkan wajahnya ke bantal. Ia tahu suara cempreng itu milik Jae Hyun, si pengganggu tidur profesional.
"Astaga, kamu ini tidur atau mati sih! Ayolah kita liburan!"
Di kamarnya, Le Seo Han terbangun setelah mendengar teriakan Jae Hyun yang cempreng. Musim panas tiba, artinya musim libur panjang telah dimulai. Sinar matahari mulai menyelinap masuk lewat sela-sela tirai jendela kamar. Udara sejuk mentari pagi menyelimuti rumah yang hening, tetapi Jae Hyun memastikan keheningan itu tak bertahan lama.
Le Seo Han berjalan keluar kamar dengan malas, menuju pintu utama, tampak seperti zombi yang haus akan darah.
Pintu geser terbuka sedikit, memperlihatkan kepala Seo Han yang tampak seperti monster dengan rambut berantakan dan mata yang masih mengantuk. Le Seo Han menguap lebar di depan pintu. "Ada apa sih? Berisik, tahu?" jawabnya malas. "Ganggu waktu istirahatku saja. Ini waktu yang cocok untuk tidur, tahu," keluhnya.
Jae Hyun melihat celah. Ia langsung membuka pintu depan dengan keras dan menerobos masuk ke dalam rumah tanpa permisi.
"Ngapain malah masuk? Keluar, aku mau melanjutkan tidurku," kata Seo Han sambil berjalan menghampiri Jae Hyun yang sudah duduk di depan TV.
"Sekarang kamu siap-siap. Aku tunggu di sini," kata Jae Hyun sambil menyalakan TV, mengabaikan dorongan Seo Han.
"Ah, aku tidak mau. Kamu lebih baik pulang, aku mau melanjutkan tidurku. Tadi aku mimpi jadi CEO, lho," jawab Seo Han sambil menendang kecil ke arah Jae Hyun yang tetap diam dan tak bergeming.
"Kamu, ya! Membuat aku bisa stres lama-lama!" kata Seo Han frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya. Akhirnya ia mengalah, masuk kamar mandi, dan bersiap-siap.
"Yes, berhasil!" batin Jae Hyun senang dengan ekspresi muka tersenyum lebar. "Jangan lama-lama, Han!" teriaknya ceria.
Di luar rumah, tetangga mereka, Pak Kim, mengetuk pintu.
"Seo Han sudah bangun?" tanyanya dengan ramah di depan pintu.
Jae Hyun yang mendengar, segera berjalan membukakan pintu.
"Eh, Pak Kim! Ayo masuk, Pak. Seo Han lagi mandi di dalam," sambut Jae Hyun hangat.
"Begitukah? Saya cuma mau kasih ini, tadi istri saya masak lebih. Tolong kamu berikan kepadanya ya," jawabnya sambil memberikan kotak makanan yang masih hangat.
"Wah, terima kasih banyak, Pak Kim! Nanti aku berikan kepada Seo Han kalau sudah selesai. Yakin Bapak tidak mau mampir dulu?"
"Tidak usah, Nak. Bapak permisi dulu, mau ke ladang," jawab Pak Kim sambil berjalan pergi.
Jae Hyun memandanginya sebentar, lalu menutup pintu geser.
"Siapa?" tanya Seo Han dari dalam.
"Pak Kim," jawab Jae Hyun menghampirinya.
"Mana? Kenapa dia tidak masuk?" jawab Seo Han sambil mengelap rambutnya dengan handuk dan celingak-celinguk mencari Pak Kim ke arah pintu.
"Dia sibuk, jadi cuma kasih ini," jawab Jae Hyun sambil memberikan kotak makanan.
"Wah, rezeki pagi ini! Kamu sudah makan? Kita makan bersama, yuk!" ajak Seo Han bersemangat.
Mereka berdua berjalan ke arah meja makan dengan penuh semangat, terutama Jae Hyun.
"Tepat sekali, aku belum makan," kata Jae Hyun sambil menepuk perutnya.
"Kamu duduk dulu. Aku panaskan sup tahu (sundubu) agar makin lengkap," kata Seo Han.
"Oke, aku bantu menyiapkan saja ya," jawab Jae Hyun sambil mengambil mangkuk, mengisinya dengan nasi, dan menata sayuran dari Pak Kim tadi.
"Kamu ada kimchi?" tanya Jae Hyun sambil memeriksa tong kimchi di sudut dapur.
"Kimchi habis," jawab Seo Han singkat.
"Kamu kenapa tidak bilang kalau habis? Kan aku bisa bawa dari rumah," protes Jae Hyun sambil duduk di kursi.
"Ah, kamu cerewet sekali! Sudah, makan yang ada saja, tidak usah memilih-milih atau mencari yang tidak ada," jawab Seo Han sambil meletakkan sundubu di atas meja. "Sudah, dimakan," katanya lagi sambil duduk.
"Terima kasih atas makanannya!" jawab Jae Hyun sambil menyeruput kuah tahu dengan nikmat. "Wah, enak sekali! Kamu sangat pandai membuatnya."
"Ah, kamu seperti baru sekali saja makan masakan aku," jawab Seo Han sambil melahap nasi.
"Oh iya, aku hampir lupa," kata Jae Hyun menghentikan makan, lalu merogoh saku celananya. "Aku dapat tiketnya!" katanya sambil bersorak memamerkan dua tiket acara tahunan Jeju.
"Wah, kamu dapat? Bagaimana bisa?" jawab Seo Han heran.
"Iya, dong, aku begitu!" jawabnya sambil tertawa bangga.
"Ini, untuk kamu, dan ini untuk aku," sambungnya sambil membagi tiket.
"Wah, terima kasih, Hyun!" jawab Seo Han senang. "Ayo makan lagi," sambungnya sambil tersenyum lebar.
"Ini enak kalau ada kimchi," kata Jae Hyun sambil mengunyah makanan dengan perlahan.
"Lagi dan lagi. Lama-lama aku buat satu drum kimchi, nih!" jawab Seo Han tertawa geli.
"Boleh, tuh! Nanti bisa bikin video mukbang kimchi," jawab Jae Hyun sambil tertawa.
"Kok bisa aku berteman dengan orang sepertimu!"
"Entahlah, mungkin takdir."
Suasana di meja makan penuh dengan canda tawa mereka.